Opini
Anggaran Daerah, oleh Siapa untuk Siapa?
Kebutuhan seperti apa? Tentu saja paling mendasar dalam kehidupan sosial: kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan.
Oleh: Andi Faisal
Dosen Universitas Negeri Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - PADA dasarnya, proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus melibatkan masyarakat, baik sebagai objek maupun subjek dari kebijakan anggaran itu sendiri.
Sebab, anggaran sejatinya bukan sekadar dokumen keuangan pemerintah, melainkan instrumen utama untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan seperti apa? Tentu saja paling mendasar dalam kehidupan sosial: kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan.
Ketiga kebutuhan dasar ini harus dipenuhi melalui alokasi anggaran yang tepat, baik untuk pembangunan suprastruktur (kebijakan, program) maupun infrastruktur (fisik dan layanan dasar).
Dalam konteks itu, masyarakat seharusnya tidak hanya menjadi penerima manfaat anggaran, tapi juga dilibatkan secara aktif dalam proses penyusunannya.
Gagasan partisipasi ini sebenarnya telah ditegaskan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan secara teknis dijabarkan dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017.
Namun sayangnya, filosofi dasar dari regulasi tersebut jarang tersampaikan secara utuh ke tingkat pemerintah daerah.
Yang banyak dipahami justru sebatas kulit luarnya saja—yaitu petunjuk teknis pelaksanaan.
Akibatnya, pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan anggaran, seperti melalui forum Musrenbang, kerap menjadi sekadar seremonial tahunan dan formalitas administratif.
Dalam kacamata teori Tangga Partisipasi Arnstein, realitas partisipasi masyarakat di Indonesia masih berada pada tingkat tokenisme—yakni bentuk partisipasi simbolik yang memberi ruang bicara tanpa kekuatan untuk memengaruhi keputusan.
Sementara itu, jika ditinjau dari teori Agency, posisi eksekutif sebagai agen memiliki dominasi penuh terhadap informasi, otoritas, dan teknokrasi dalam penyusunan anggaran.
Ketimpangan ini memudahkan praktik partisipasi semu, di mana masyarakat dilibatkan hanya sebatas prosedur, bukan pengambil keputusan sejati.
Minimnya partisipasi yang substantif dalam proses penyusunan anggaran daerah berdampak langsung pada kualitas kebijakan yang dihasilkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.