Tok! Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah 2029, Pemilih Tak Lagi Coblos Lima Surat Suara
Sementara Pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati.
TRIBUN-TIMUR.COM - Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan daerah akan digelar terpisah mulai 2029.
Pemilu nasional yaitu Pemilihan Presiden (Pilpres), DPR, dan DPD.
Sementara Pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota.
Sehingga Pemilu serentak yang selama ini dikenal memililih lima kotak suara tak lagi berlaku 2029.
Pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah akan ada jeda selama 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
Hal itu diputuskan oleh MK dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (26/6/2025) hari ini.
Tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Dilansir situs MK, Mahkamah juga mempertimbangkan bahwa hingga saat ini pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan tanggal 26 Februari 2020.
Kemudian, secara faktual pula, pembentuk undang-undang sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terterhadap semua undang-undang yang terkait dengan pemilihan umum.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” tegas Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Pemilih Jenuh dan Tidak Fokus
Dari sisi pemilih, MK mempertimbangkan bahwa waktu penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berdekatan dengan waktu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, juga berpotensi membuat pemilih jenuh dengan agenda pemilihan umum.
Bahkan, lanjut Wakil Ketua MK Saldi Isra, jika ditelusuri pada masalah yang lebih teknis dan detail, kejenuhan tersebut dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang menggunakan model 5 kotak.
“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.
Pemilu dan Pilkada Serentak
Melawan Politik Uang: Reformasi Kampanye dalam Revisi Regulasi Kepemiluan |
![]() |
---|
Penentuan Lokasi PSEL Disebut Tak Libatkan Warga, DPRD Makassar Usul Kembali ke Manggala |
![]() |
---|
Profil Bella Shofie Artis Diminta Mundur dari DPRD Tak Pernah Ngantor 11 Bulan, Gaji Rp45 Juta/Bulan |
![]() |
---|
Pengawasan Harga Beras Tak Maksimal, DPRD Minta Tambahan Anggaran Disdag |
![]() |
---|
Daftar Anggota DPRD Palopo Absen Saat Paripurna Sambutan Wali Kota Baru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.