Opini
Stephen Hawking, Tambang, hingga Wahabi Lingkungan
Seperti katanya dalam tulisan “Ini Adalah Saat yang Paling Berbahaya bagi Planet Kita” yang dimuat The Guardian.
Seorang petinggi Nahdlatul Ulama, Ulil Abshar Abdalla, menjadi sorotan, ketika melabeli aktivis lingkungan sebagai “Wahabi lingkungan” karena dianggapnya terlalu ekstrem dan kaku.
Pernyataan itu jelas meremehkan kegelisahan aktivis dan masyarakat terdampak, yang bersuara atas nama bumi dan masa depan.
Pelabelan semacam ini, mengaburkan akar persoalan: kerusakan nyata dan terus meluas akibat praktik tambang yang rakus dan niretika.
Mereka yang menolak tambang bukan sedang bersikap puritan, tapi sedang mempertahankan hak hidup paling dasar: udara bersih, laut yang sehat, hutan yang lestari, dan tanah yang tidak tercemar.
Menyamakan sikap itu dengan ekstremisme justru mencederai semangat Islam yang menjunjung tinggi keadilan, tanggung jawab, dan pelestarian ciptaan Tuhan.
Buah pikiran Hawking rasanya sangat relevan, peringatannya tidak sekadar prediksi saintifik, tetapi tamparan moral: bahwa arah peradaban modern telah kehilangan pijakan etisnya.
Dan ketika kita menyaksikan bagaimana keindahan surgawi seperti Raja Ampat dirusak demi tambang nikel, atau bagaimana masyarakat adat tersingkir dari tanahnya sendiri, kita sadar, peringatan itu tidaklah jauh.
Bumi sedang menuju batasnya, bukan karena takdir, tetapi karena pilihan-pilihan kita sendiri.
Saatnya Meninjau Ulang Parliamentary Threshold 4 Persen |
![]() |
---|
Universitas Hasanuddin, Menuju Puncak Benua Maritim Indonesia 2026-2030 |
![]() |
---|
Pesantren sebagai Katalis Peradaban, Catatan dari MQK Internasional I |
![]() |
---|
Paradigma SW: Perspektif Sosiologi Pengetahuan Menyambut Munas IV Hidayatullah |
![]() |
---|
Dari Merdeka ke Peradaban Dunia: Santri Sebagai Benteng Moral Bangsa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.