Citizen Reporter
Respons Astacita Presiden, PKC PMII Sulsel : Solusi atau Ilusi?
Sejumlah catatan pun bermunculan yang menjadi sorotan PKC PMII Provinsi Sulawesi Selatan.
Fenomena di Pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran yang menghantui Aktivis, Akademisi, Seniman dan Jurnalis atas meningkatnya Kasus Intimidasi, Kriminalisasi serta Represifitas Aparat menjadi Ancaman Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi.
Kontroversi juga muncul dari Fadli Zon, Menteri Kebudayaan yang menyampaikan pernyataannya terkait penulisan ulang sejarah Peristiwa Mei 1998.
Pernyataannya memicu kemarahan dari berbagai kalangan, terutama Korban dan Keluarga korban tragedi tersebut karena di nilai telah mengaburkan Fakta Sejarah kelam yang menjadi luka bangsa Indonesia.
Sorotan PKC PMII Sulawesi Selatan juga mengarah pada Program Hilirisasi Tambang Nasional yang di gaungkan Pemerintah.
Hilirisasi Tambang yang menjadi perbincangan publik karena Maraknya Ancaman Pencemaran dan Perusakan Lingkungan dengan dalih Pembangunan Bangsa, Kesejahteraan Sosial dan Transisi Energi yang dianggap terlalu dipaksakan.
WALHI Region Sulawesi dalam laporannya pada Tahun 2021, menyebut jika hadirnya Industri Ekstraktif telah menyebabkan Kemiskinan di lingkar Tambang di berbagai Pusat Industri Nikel di Pulau Sulawesi.
Selain itu, transisi energi yang diusung pemerintah nyatanya telah menyebabkan emisi yang sangat tinggi.
Studi yang dilakukan oleh CREA dan CELIOS menunjukkan emisi yang dihasilkan dari industri ekstraktif di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara menimbulkan beban ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp 40,7 triliun pada 2025. Emisi tersebut didapatkan dari smelter dan PLTU Captive untuk kebutuhan energi listrik.
Pada 03 Juni 2025, Aktivis Greenpeace Indonesia melakukan protes dalam diskusi Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta.
Aksi Protes tersebut menyuarakan Isu Penambangan Nikel di Raja Ampat. Aksi itu viral di media sosial dan warganet turut menyampaikan keresahan melalui unggahan media dengan tagar #SaveRajaAmpat.
Greenpeace menemukan aktivitas tambang merusak kawasan yang ditetapkan Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai Global Geopark.
Sorotan terhadap izin tambang di kepuluan Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu keprihatinan publik.
Namun praktik pemberian izin tambang tidak hanya terjadi di Raja Ampat. Puluhan pulau kecil lain di seluruh Indonesia telah dan sedang dikaveling oleh perusahaan tambang yang mengancam Ekosistem pulau-pulau rentan tersebut.
Berdasarkan data dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) pada Desember 2023, terdapat 218 izin usaha pertambangan yang mencakup 34 pulau kecil di Indonesia, dengan total luas konsesi mencapai 274.549,57 hektare.
Situasi ini memperlihatkan bahwa praktik pertambangan di wilayah-wilayah kecil yang seharusnya dilindungi, justru berlangsung secara masif.
Tekan Biaya Produksi, Petani Ternak Barru Kembangkan Pakan Komplit |
![]() |
---|
Umpar Dampingi Rumah Panrita Kembangkan Inovasi Kopi dan Pemasaran Digital |
![]() |
---|
Peternak Desa Galung Belajar Kelola Sapi Potong Secara Modern |
![]() |
---|
KWT di Barru Diajari Formulasi Pakan Itik dari Limbah Ikan |
![]() |
---|
Polipangkep Kenalkan Teknologi Penetasan Telur Otomatis Berbasis IoT di Maros |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.