Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Fenomena Naik Haji Usia Muda, Sosiolog UNM Idham Irwansyah: Ada Pergeseran Aktor Sosial

Tren naik haji di usia muda sebagai manifestasi dinamika sosial dan perubahan pola religiusitas di masyarakat, khususnya generasi muda.

Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Alfian
Youtube/Tribun Timur
HAJI MUDA - Sosiolog Universitas Negeri Makassar, Idham Irwansyah saat hadir sebagai narasumber di Kantor Tribun Timur.com, Jl Cenderwasih No 430, Kota Makassar. Idham Irwansyah menyebut  tren naik haji di usia muda sebagai manifestasi dinamika sosial dan perubahan pola religiusitas di masyarakat, khususnya generasi muda. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Naik haji menjadi keinginan setiap muslim. Namun, untuk berhaji harus melalui tahapan yang panjang.

Salah satu jadi kendala adalah antrean haji hingga puluhan tahun. 

Tak ayal, orang yang mendaftar haji di usia 30 tahunan baru bisa berangkat ketika berusia 50-60 tahun.

Namun, di Sulawesi Selatan (Sulsel) fenomena naik haji usia muda mulai bermunculan.

Pada haji 2025, beberapa jamaah haji masih berusia 20 tahunan.

Mereka bisa naik haji di usia muda tak lepas dari peran orang tua yang mendaftarkan sejak usia dini, baik masih duduk di sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama.

Sosiolog Universitas Negeri Makassar (UNM), Idham Irwansyah mengatakan, tren naik haji di usia muda sebagai manifestasi dinamika sosial dan perubahan pola religiusitas di masyarakat, khususnya generasi muda.

“Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran aktor sosial yang biasanya didominasi oleh generasi tua menjadi lebih inklusif karena melibatkan kelompok muda,” katanya saat dihubungi Tribun-Timur.com, Jumat (20/6/2025).

Baca juga: Daftar Tunggu Haji Maros 39 Tahun, Chaidar Syam Minta Penambahan Kuota

Jika dikaitkan dengan panjangnya masa tunggu haji di Sulsel, lanjut dia, tren ini lebih dari sekadar impulsif.

Namun, mencerminkan dorongan kuat dari segi perencanaan sosial, ekonomi, dan spiritual.

Untuk faktor yang mendorong berhaji di usia muda, pria akrab disapa Idham ini mengaku harus dikaji lebih dalam.

Jamaah haji muda berusia 20 tahunan berangkat atas keinginan pribadi atau keinginan orang tua.

Jika berangkat di usia tersebut, pendaftaran dilakukan ketika masih usia anak-anak mengingat panjangnya masa tunggu haji.

Faktor sosial-ekonomi orang tua tentu sangat besar pengaruhnya. Dibutuhkan kesiapan ekonomi yang baik dan mapan untuk mendaftar.

“Secara sosial, gelar haji menjadi semakin prestisius dengan panjangnya masa tunggu, besarnya biaya yang harus dikeluarkan, serta pengorbanan lainnya,” terangnya.

Ditanya soal fenomena haji muda sebagai perubahan nilai dalam beragama atau sekadar gaya hidup, Ketua Program Studi (Prodi) Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum UNM ini menyebut, bisa menjadi kombinasi keduanya.

Ia menjelaskan, sebagian merupakan perubahan nilai religius yang lebih aktif, personal, dan simbolik. 

Naik haji di usia muda menjadi bentuk penguatan identitas keagamaan.

Namun, tidak dapat disangkal juga ada unsur gaya hidup dan simbol status sosial yang diadopsi oleh kalangan muda.

Ingin menunjukkan kesuksesan dan pencapaian melalui ibadah ini.

“Gaya hidup religius ini pun seringkali dikomunikasikan dan dijadikan bagian dari identitas sosial di era digital. Tetapi ini kembali ke motif dan kadar kesalehan sosial masing-masing,” jelasnya.

Idham menyebut, haji di usia muda sangat potensial dimaknai sebagai simbol pencapaian dan status sosial.

Pasalnya, perkembangan media sosial saat ini yang dapat memperkuat hal tersebut.

Caranya dengan menampilkan dokumentasi dan pembuktian identitas spiritual dan sosial.

Diungkapkan Idham, persepsi berhaji pun kini mulai alami pergeseran.

Jika sebelum-sebelumnya berhaji jadi tugas orang tua atau lanjut usia, kini usia muda mendapat pengakuan sebagai pelaku ibadah haji yang juga sah dan bisa menjadi teladan.

Dampak lain ditimbulkan, akan memperpanjang antrean dan masa tunggu haji. Sebab, akan semakin banyak usia muda mendaftar lebih awal.

Jamaah lansia atau yang memiliki keterbatasan ekonomi bisa mengalami penurunan prioritas akses, jika tidak diimbangi dengan regulasi yang dapat mengakomodir keseimbangan antar kelompok usia dan kemampuan ekonomi.

Olehnya itu, dosen berusia 52 tahun ini mengusulkan regulasi prioritas bagi lansia tetap dipertahankan.

Hanya saja ada baiknya batas usia minimal diturunkan mengingat Arab Saudi memiliki regulasi tersendiri dan seringkali berubah setiap tahunnya.

“Memprioritaskan juga calon jamaah yang sudah dalam masa antrean, tetapi usianya sudah tiba dibatas minimal tersebut, tanpa harus menunggu sesuai jadwal antrean,” usulnya.

“Dari aspek ekonomi, mungkin sebaiknya subsidi ONH tidak disamaratakan tetapi berjenjang berdasarkan kemampuan ekonomi,” tutup Idham. (*)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved