Opini
Serangan ke Iran: Strategi Netanyahu Menutup Krisis Domestik
Deru puluhan jet tempur Israel memecah keheningan malam dan menghantam sejumlah titik strategis di ibu kota Iran.
Oleh: Herman
KOPEL Indonesia
TRIBUN-TIMUR.COM - Dini hari, Jumat 13 Juni 2025 langit Teheran berubah menjadi medan perang.
Deru puluhan jet tempur Israel memecah keheningan malam dan menghantam sejumlah titik strategis di ibu kota Iran.
Bangunan sipil, pemukiman warga, hingga apartemen yang padat penduduk turut menjadi sasaran.
Serangan itu, seperti dilaporkan berbagai media regional, menyebabkan korban jiwa di kalangan masyarakat sipil dan, yang paling disorot, dikabarkan terbunuhnya enam ilmuwan nuklir Iran yang berperan penting dalam pengembangan teknologi energi nuklir negara tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka mengklaim bahwa operasi militer ini semata ditujukan untuk menghentikan program nuklir Iran, yang menurutnya merupakan ancaman langsung bagi keamanan nasional Israel.
‘’Kami tidak akan membiarkan Iran mendapatkan senjata nuklir yang dapat menghancurkan kami,’’ ujar Netanyahu dalam pernyataan resminya yang dikutip oleh Jerusalem Post (13 Juni 2025).
Ia menambahkan bahwa serangan tersebut menyasar fasilitas militer dan instalasi nuklir Iran yang dianggap membahayakan.
Namun, narasi Netanyahu layak dipertanyakan. Iran, sejauh ini, belum pernah memulai serangan militer langsung terhadap Israel.
Sebaliknya, justru Israel yang berkali-kali melancarkan operasi sabotase, pembunuhan ilmuwan, dan serangan udara ke wilayah Iran.
Pada tahun 2020, dunia menyaksikan terbunuhnya Mohsen Fakhrizadeh, salah satu tokoh utama dalam program nuklir sipil Iran, yang disebut oleh intelijen Barat dilakukan oleh Mossad.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) sendiri secara konsisten menyatakan bahwa Iran masih berada dalam koridor pengawasan dan belum terbukti mengembangkan senjata nuklir (IAEA Report, 2024).
Dari perspektif geopolitik, langkah Netanyahu kali ini bukan sekadar serangan pencegahan, melainkan upaya pengalihan isu dari krisis legitimasi yang tengah menggerogoti kekuasaannya di dalam negeri.
Berdasarkan survei yang dirilis oleh Israel Democracy Institute pada Mei 2025, sekitar 70 persen warga Israel menyatakan tidak lagi percaya terhadap arah kebijakan Netanyahu, khususnya terkait perang di Gaza dan hubungan luar negeri yang semakin mengisolasi Israel dari komunitas internasional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.