Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pecinan Makassar Kini

Pecinan Makassar Sepi, Pasar Sentral Ikut Merana

Munculnya bisnis online seperti e-commerce atau marketplace turut mempercepat meredupnya bisnis di kawasan ini

|
Editor: Ilham Arsyam
TRIBUN-TIMUR.COM/SANOVRA JR
SEPI - Potret pemukinan Tionghoa di Jln Bacan Kecamatan Wajo Makassar, Rabu (11/6/2025). Kawasan yang dulunya ramai dengan aktivitas ekonomi kini sepi ditinggal penghuninya 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kawasan pecinan Makassar yang membentang dari Jalan Sulawesi, Jalan Somba Opu, hingga Jalan Lombok tampak mulai sepi.

Kondisi ini kata sejarawan dan budayawan Tionghoa, Moehammad David Arianto (64) mulai terjadi 10 tahun terakhir.

Salah satu alasannya penghuni kawasan ini kebanyakan bermigrasi ke wilayah lain yang dianggap strategis seperti Panakukang, Hertasning dan daerah lainnya di timur kota.

"Sedih melihat Pecinan sekarang ditinggal penghuninya," kata David yang memiliki nama Mandari Chen Quo' Hwa saat berkunjung ke Tribun Timur, Selasa (10/6/2025).

Pengusaha sekaligus pemilik Makassar Golden Hotel, Peter Gozal mengakui kondisi itu.

Perubahan yang paling terasa, kata Peter, adalah banyaknya tempat usaha atau ruko yang kosong.

Munculnya bisnis online seperti e-commerce atau marketplace turut mempercepat meredupnya bisnis di kawasan ini.

Kini, kawasan Pecinan hanya ramai saat momen keagamaan dan budaya. "Yang tersisa hanya Klenteng dan warung-warung kopi yang masih ramai," ucapnya.

Sebagai Ketua PD Perhimpunan Masyarakat Indonesia Tionghoa (INTI) Sulsel, ia dan timnya berusaha menghidupkan kembali kawasan tersebut, misalnya dengan menyelenggarakan festival arak-arakan Cap Go Meh sebagai puncak perayaan Imlek di bulan Februari.

"Untuk kembali seperti dulu mungkin sulit, tapi kita usahakan sebisa mungkin," katanya.

Sekretaris Jenderal Generasi Muda (Gema) INTI, Erfan Sutono (35) mengungkapkan hampir semua anak muda Tionghoa yang lahir di Pecinan tidak melanjutkan usaha keluarganya di sana.

Alasannya beragam, namun menurut Erfan, kebanyakan anak muda tidak tertarik dengan bidang usaha yang dirintis orang tua mereka. 

"Anak muda seusia saya lebih banyak memilih berkarier atau tinggal di luar Pecinan," ujarnya.

David Arianto mengungkapka ironi lain. Biaya perawatan dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Pecinan Makassar terus naik. Padahal, seharusnya sebagai kawasan cagar budaya, warga di sana tidak lagi terbebani pajak.

"Seharusnya ada sinergi dengan pemerintah. Jika terus seperti ini akan mempercepat matinya Pecinan," ujar David yang dulunya tinggal di Jl Pintu Dua (sekarang Jl Timor).

Bangunan milik pejabat Belanda bernama Mayor Thoeng Liong Hoei di Jl Bacan Kelurahan Melayu Baru Kecamatan Wajo. Mayor Thoeng Liong Hoei merupakan mayor pertama di Kota Makassar yang meninggal karena menolak kerjasama dengan tentara Jepang.
Bangunan milik pejabat Belanda bernama Mayor Thoeng Liong Hoei di Jl Bacan Kelurahan Melayu Baru Kecamatan Wajo. Mayor Thoeng Liong Hoei merupakan mayor pertama di Kota Makassar yang meninggal karena menolak kerjasama dengan tentara Jepang. (TRIBUN-TIMUR.COM/SANOVRA)
Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved