Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Haji 2025

Masjid Nabawi dalam Debur Hati Penuh Dosa, Langitkan Doa Tak Terucapkan

Di pelataran Nabawi, air mata bukan tanda lemah. Ia adalah bahasa jiwa yang tak terucap, namun dimengerti langit dan ditujukan untuk Rasulullah.

|
Dok Pribadi
Wachyudi Muchsin, Tim Dokter Amirul Hajj 2025M/1446H 

Penulis: dr Wachyudi Muchsin SKed SH MKes C.Med (Tim Dokter Amirul Hajj 2025)

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKKAH - Ada detak yang berbeda saat kaki menjejak pelataran Masjid Nabawi.

Seolah semesta berhenti, memberi ruang bagi hati untuk berbicara tanpa kata.

Di hadapan keagungan Nabawi, suara lirih jiwa menjelma menjadi doa yang tak pernah terucap terlalu dalam, terlalu suci, terlalu penuh harap.

Rasanya bukan hanya tubuh yang bersujud, tetapi juga luka, penyesalan, cinta, dan rindu ikut rebah dalam diam.

Dedaunan kurma yang melambai di pelataran seakan menyaksikan, bahwa inilah tempat di mana air mata tak lagi berarti lemah.

Ia justru menjadi bahasa tertinggi yang dipahami oleh langit.

Di Raudhah, tempat yang mustajab itu, hati terasa seluas samudra.

Tiap debur rindunya mengarah pada satu nama: Rasulullah Nabi Muhammad SAW.

Betapa kecil diri ini di hadapan makam mulia beliau. 

Dan betapa besar kasih yang menyelimuti, tanpa diminta, tanpa diukur.

Tak hanya batin yang disucikan, tubuh pun serasa menemukan ketenangan.

Jantung berdetak damai, tekanan darah menurun, napas menjadi lembut seiring linangan air mata yang tak ditahan.

Dalam keheningan spiritual, sistem saraf seolah diajak bersujud—melepaskan beban, memperbaiki keseimbangan, dan menyembuhkan yang tersembunyi.

Saat itu pula, tubuh melepas endorfin: hormon kebahagiaan yang menenangkan rasa sakit dan menumbuhkan damai.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved