Pemakzulan Gibran
Gibran Potensi Dilengserkan Tanpa Prabowo, Mahfud Ungkit Era Soeharto dan Gusdur, Beda Sikap Jokowi
Adapun dua Wakil Presiden saat itu adalah BJ Habibie yang mendampingi Soeharto dan Megawati Soekarnoputri sebagai pasangan dari Gus Dur.
TRIBUN-TIMUR.COM - Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming potensi dilengserkan tanpa melibatkan Presiden Prabowo Subianto.
Pasalnya, pemazulan pemimpin negara bisa terjadi tanpa melibatkan pasangannya.
Hal itu pernah terjadi di era Presiden Soeharto dan Abdurrahman Wahid alias Gusdur.
Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, membantah narasi, pemakzulan terhadap Gibran harus sepaket dilakukan dengan Presiden.
Mahfud menyinggung soal lengsernya Presiden kedua RI, Soehart dan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Dalam peristiwa tersebut, lengsernya kedua mantan pemimpin itu, tidak diikuti oleh wakilnya.
Adapun dua Wakil Presiden saat itu adalah BJ Habibie yang mendampingi Soeharto dan Megawati Soekarnoputri sebagai pasangan dari Gus Dur.
Justru, BJ Habibie berujung menggantikan Soeharto sebagai Presiden ke-3 RI dan Megawati menjadi Presiden ke-5 RI menggantikan Gus Dur.
"Kalau di dalam pengalaman, apakah bisa presiden dan wakil presiden jatuh secara terpisah? Kan sudah terjadi dua kali kan, Pak Harto jatuh Habibie yang naik, Gus Dur jatuh Bu Mega yang naik, itu bisa."
"Kan banyak orang yang bilang (Prabowo dan Gibran dimakzulkan) satu paket karena daftarnya ke KPU untuk Pemilu satu paket," katanya dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD, Rabu (11/6/2025).
Mantan Menkopolhukam mengatakan pemakzulan secara terpisah telah tertuang dalam Pasal 7A UUD 1945.
Dia juga menambahkan bahwa pemakzulan bisa dilakukan jika ada pelanggaran hukum yang dilakukan.
Adapun bunyi pasal tersebut yaitu:
"Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."
Terkait pasal tersebut, Mahfud menekankan kemungkinan Gibran tidak harus dimakzulkan sepaket dengan Prabowo tertuang dalam kalimat 'Presiden dan/atau Wakil Presiden'.
Dia mengatakan adanya penambahan frasa 'dan/atau' membuat pemakzulan bisa dilakukan terhadap salah satu saja yaitu presiden atau wakil presiden.
"Presiden dan/atau Wakil Presiden itu kan menandakan bisa diberhentikan dalam jabatannya kalau terjadi lima hal (pelanggaran hukum)," jelas Mahfud.
Jokowi Sempat Singgung soal Pemakzulan Gibran, Sebut Presiden-Wapres Satu Paket
Sebelumnya, mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) sempat buka suara soal usulan pemakzulan Gibran yang diterima oleh DPR dari Forum Purnawirawan TNI.
Dia menyinggung soal pemilihan presiden (Pilpres) di Indonesia dilakukan dalam satu paket.
"Pemilihan presiden dan wakil presiden kemarin, kan, satu paket. Bukan sendiri-sendiri," katanya di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025) lalu.
Jokowi lantas membandingkan pilpres di Indonesia dan Filipina di mana di negara tersebut memilih presiden dan wakil presiden secara terpisah.
"Di Filipina itu (pemilihan presiden dan wapres) sendiri-sendiri. Di kita ini, kan, satu paket," jelasnya.
Meski demikian, Jokowi menilai upaya pemakzulan anaknya itu sebagai dinamika politik biasa.
"Bahwa ada yang menyurati seperti itu, itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa," kata Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi menegaskan, Indonesia memiliki mekanisme ketatanegaraan untuk memakzulkan kepala negara di mana ada syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi untuk melengserkan presiden maupun wakilnya.
"Pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat. Itu baru (bisa dimakzulkan)," kata dia.
Reaksi Jokowi
Jokowi menegaskan, pemakzulan terhadap presiden atau wakil presiden hanya dapat dilakukan jika terdapat pelanggaran serius, seperti tindakan korupsi, pelanggaran berat, atau perbuatan tercela.
Pernyataan ini disampaikan menyusul desakan Forum Purnawirawan TNI yang meminta DPR dan MPR memproses pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Jokowi menilai dinamika tersebut merupakan bagian dari demokrasi, namun tetap harus mengikuti sistem ketatanegaraan yang berlaku di Indonesia.
"Bahwa pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden, misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat. Itu baru," kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025).
Menurut Jokowi, desakan pemakzulan merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang lumrah terjadi dalam sistem politik terbuka.
"Itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa. Dinamika demokrasi kan ya seperti itu,” tambahnya.
Jokowi juga menyatakan bahwa Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan yang harus diikuti dalam menanggapi isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
"Ya negara ini kan negara besar yang memiliki sistem ketatanegaraan. Ya diikuti saja proses sesuai ketatanegaraan kita," ujar Jokowi.
Isu pemakzulan mencuat setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengirimkan surat bertanggal 26 Mei 2025 kepada pimpinan lembaga legislatif.
Surat tersebut ditandatangani oleh empat jenderal purnawirawan, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
Dalam suratnya, mereka menilai bahwa Gibran mendapatkan tiket pencalonan melalui putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, yang disebut cacat hukum karena diputus oleh Anwar Usman, paman Gibran yang saat itu menjabat Ketua MK.
"Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu seharusnya batal demi hukum karena Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari majelis hakim, padahal memiliki konflik kepentingan,” tulis mereka dalam surat tersebut.
Gambaran Proses Pemakzulan
Mahfud MD menjelaskan, presiden atau wakil presiden, baik bersama-sama atau sendiri-sendiri bisa dijatuhkan atau dimakzulkan.
Terkait Gibran, Mahfud menyebut ada beberapa pintu masuk yang bisa dicoba meski tidak akan mudah.
Misalnya dugaan kasus dugaan korupsi Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan keluarga dapat menjadi pintu masuk.
"Lalu yang kedua, pelanggaran etika. Pelanggaran etika yang muncul dari proses penetapan sebagai calon yang
terbukti secara sah dan meyakinkan prosesnya melanggar etika sesuai dengan keputusan MKMK."
"Tetapi karena keputusannya sudah putusan finalnya sudah selesai, maka cacat moralnya itu sudah dibuktikan oleh keputusan MKMK yang kemudian memberi sanksi kepada semua hakim MK," jelas Mahfud.
"Ketiga. Kalau kalau Fufufafa itu benar diungkap dan benar itu menyangkut Gibran, itu sudah jadi alasan yang sangat kuat untuk itu (usulan pemakzulan) gitu ya. Jadi itu bisa, tetapi itu kan tidak mudah," ungkap Mahfud.
Mahfud MD kemudian memberikan gambaran proses usulan pemakzulan.
Pertama, begitu surat masuk maka akan diproses di internal DPR.
"Nanti pimpinan DPR itu membuat membuat disposisi tolong nih dibahas dong kepada komisi apa kepada baleg atau apa atau bisa juga kepada semua fraksi menanggapi ini, gitu."
Kemudian, syaratnya harus ada sidang DPR yang minimal dihadiri 2/3 anggota untuk menyatakan usulan ini diteruskan atau tidak.
"Kemudian kalau hadir 2/3, harus disetujui oleh 2/3 dari yang hadir. Jadi di situ aja kalau melihat konfigurasi koalisi dan oposisi sekarang itu kan sulit," ungkap Mahfud.
Menurut Mahfud, untuk mencapai sepertiga saja sulit diwujudkan.
Tetapi, apabila hal itu bisa terlewati, maka tahap selanjutnya adalah masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Itu perlu waktu tiga bulan paling lama untuk menilai ini. Saling membela, saling mendakwa impeachment itu. Pendakwaan artinya saling mendakwa kemudian ada yang membela dan seterusnya tiga bulan maksimal."
Jika sudah terlewati dan MK menyetujui, maka akan kembali lagi berproses di DPR untuk bersidang lagi untuk diteruskan ke MPR atau tidak.
"Di MPR kalau setuju harus ada 3/4 yang hadir, dan 2/3 dari 3/4 ini setuju," ungkap Mahfud.
"Jadi itu tidak mudah dan proses ini memang dibuat untuk mempersulit cara menjatuhkan presiden. Karena memang presiden tuh harus tidak mudah dijatuhkan lah," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Rifqah)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mahfud MD Sebut Pemakzulan Gibran Tak Harus Sepaket dengan Prabowo, Ingatkan Jatuhnya Soeharto
Alasan Ahmad Doli Minta DPR Segera Bacakan Usulan Pemakzulan Gibran, Yakin Wapres Sulit Dijatuhkan |
![]() |
---|
Purnawirawan TNI dan Relawan Jokowi Adu Kekuatan soal Pemakzulan Gibran, Geng Eks KSAL Dicurigai |
![]() |
---|
Pengamat Temukan Penyebab DPR Belum Berani Bahas Pemakzulan Gibran, Desakan Purnawirawan TNI Kandas? |
![]() |
---|
Bola Panas Gerakan Pemakzulan Wapres Gibran, Ketua DPR RI Puan Maharani Bakal Proses |
![]() |
---|
Sosok Elite Politik Penentu Gibran Lengser atau Tidak dari Wapres versi Ahli, Termasuk People Power |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.