Opini
Menggugat Sistem Penerimaan Murid Baru
Tahun 2024 dikenal dengan nama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), namun pada 2025 berubah menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Maka, pendidikan merupakan hak konstitusional dan asasi setiap warga negara bukan sekadar fasilitas yang boleh diminta atau ditawar-tawarkan.
Artinya kalau ia warga negara Indonesia maka melekat dalam dirinya dan menjadi nilai dalam dirinya untuk mengakses dan mendapatkan pendidik, singkatnya pendidikan adalah “keindonesiaan nya”
Setiap tahunnya untuk memperoleh pendidikan, seorang anak harus “mendaftar”, sebagai gerbang masuk pendidikan.
Kita memaksa siswa untuk mendaftar, mengisi formulir, mengunggah dokumen, dan mengikuti tes kognitif. Ini menimbulkan ironi besar: bagaimana mungkin hak konstitusional justru dibuka dengan pintu bernama prosedur seleksi?
Ini kontradiktif dengan prinsip hak asasi: apakah hak harus diminta?
Idealnya, dalam negara yang mengedepankan keadilan sosial, negara yang aktif mendata dan mendaftarkan warga negara usia sekolah, bukan sebaliknya.
Anak-anak cukup mengonfirmasi data mereka dan memilih sekolah berdasarkan lokasi dan minat, tanpa melalui proses yang menyulitkan dan melelahkan.
Atas dasar ini kita perlu melakukan interupsi terhadap sistem pelaksanaan pendidikan kita, khususnya pada proses penerimaan siswa baru.
Kesenjangan Kualitas: Akar Masalah Sesungguhnya
Selain soal data dan pendaftaran, Setiap tahunnya, sistem penerimaan siswa baru menguras energi, menimbulkan polemik, salah satu akar persoalan utamanya adalah kesenjangan kualitas antar sekolah baik dari segi fasilitas, reputasi, maupun mutu pengajaran.
Selama kesenjangan ini terus dibiarkan, sistem zonasi atau domisili yang diterapkan hanya akan menjadi pemicu kecemasan baru, bukan solusi pemerataan.
Ide utama lahirnya jalur domisili adalah penyempurnaan dari jalur zonasi yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh calon murid untuk mendapatkan pendidikan berkualitas yang mudah dijangkau berdasarkan domisili mereka.
Namun, dalam mengeluarkan kebijakan maka ada dua pertimbangan utama yang mesti benar-benar matang, yang dilihat secara menyeluruh, yakni infrastruktur pendidikan dan infrastruktur pendukung harus dibenahi secara merata.
Memang keliru jika pemerintah membuat kebijakan tidak mempertimbangkan infrastruktur dasar dan pendukung jalanya suatu kebijakan yang dikeluarkan.
Jalur domisili diharapkan agar siswa tak jauh dari tempat tinggalnya, mudah mengakses sekolahnya, tidak mengendarai kendaraan di bawah umur.
Tapi yang mesti kita lihat adalah apakah infrastruktur pendukung yang mesti kita perbaiki.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.