Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Proyek Smart Controlling Disdik Sulsel Gagal Dimanfaatkan, BPK RI: Tidak Sesuai Ketentuan

BPK tetap bongkar berbagai persoalan, meski Pemprov Sulsel berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM/Erlan Saputra
BPK RI - Dirjen PKN III BPK RI Dede Sukarjo dalam Rapat Paripurna DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Rabu (28/5/2025). 


TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyoroti sejumlah persoalan serius dalam pengelolaan keuangan Pemprov Sulsel.

BPK tetap bongkar berbagai persoalan, meski Pemprov Sulsel berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2024.

Salah satu temuan yang mencuat adalah proyek Smart Controlling School di Dinas Pendidikan (Disdik) Sulsel

Program tersebut dinilai belum dapat dimanfaatkan secara maksimal karena pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Hal itu disampaikan langsung Direktur Jenderal Pemeriksaan Keuangan Negara (PKN) Wilayah III BPK RI, Dede Sukarjo.

Itu disampaikan saat menghadiri Rapat Paripurna Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD Pemprov Sulsel 2024 di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Selasa (28/5/2025).

“Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK. BPK masih menemukan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian dari Pemprov Sulsel,” ujar Dede.

Rapat Paripurna ini dihadiri langsung Wakil Gubernur Sulsel, Fatmawati Rusdi.

Baca juga: BPK RI Desak Pemprov Sulsel Segera Bayar Utang DBH ke Pemkab

Baca juga: Andi Patarai Amir Soroti Raihan Opini WTP Pemprov Sulsel, Singgung Anggaran Tak Wajar Rp32 Miliar

Dalam kesempatan itu, Dede menyampaikan pengadaan aplikasi Smart Controlling School di Disdik Sulsel tidak sesuai ketentuan.

Terlebih, program tersebut belum dioptimalkan pemanfaatannya secara maksimal.

"Pengadaan smart controlling pada Disdik Sulsel dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan dan mengakibatkan aplikasi tersebut belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan," ungkap Dede. 

Tak hanya itu, Dede juga mengungkap adanya pelaksanaan belanja yang melebihi alokasi anggaran, yakni senilai Rp32 miliar.

Akibatnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Sulsel kehilangan fungsi otorisasi. 

Hal itu menimbulkan beban keuangan daerah dan melahirkan pelaksanaan kegiatan yang tak tercantum dalam APBD.

“Catatan ini harus menjadi perhatian untuk meningkatkan akuntabilitas dan tata kelola keuangan yang lebih baik ke depan,” tegasnya.

Sementara itu, Fatmawati Rusdi mengakui bahwa meskipun Pemprov Sulsel kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), kualitas pelayanan pemerintah belum sepenuhnya maksimal.

"Pelaksanaan pemeriksaan keuangan oleh BPK diharapkan bisa memberi manfaat besar bagi Pemprov Sulsel, khususnya dalam meningkatkan kualitas perencanaan anggaran dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD," ujar Fatmawati.

Ia pun menekankan kepada seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov Sulsel agar ke depan lebih efisien dan efektif.

Paling utama adalah harus transparan dalam mengelola anggaran dan senantiasa taat terhadap ketentuan perundang-undangan.

"Catatan dari BPK ini merupakan poin penting dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik," sambungnya.

Menindaklanjuti rekomendasi BPK, Fatmawati menginstruksikan seluruh jajaran Pemprov Sulsel agar segera menyelesaikan tindak lanjut temuan tersebut.

Dengan catatan, tetap berkoordinasi dan mengikuti arahan dari BPK Sulsel.

Sebelumnya, Dede menegaskan adanya catatan serius yang perlu segera ditindaklanjuti Pemprov Sulsel

Salah satunya adalah persoalan utang Pemprov Sulsel kepada pemerintah kabupaten/kota berupa Dana Bagi Hasil (DBH) yang belum terselesaikan.

"Dengan penekanan satu hal atas laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2024, kami menekankan pada utang belanja dan transfer, antara lain utang Dana Bagi Hasil (DBH) pajak kepada pemerintah kabupaten/kota," tegas Dede.

Ia menilai, DBH tersebut merupakan hak pemerintah kabupaten/kota yang bersumber dari pendapatan pajak daerah yang telah diterima Pemprov Sulsel

Terlebih, keterlambatan pembayaran utang DBH tersebut telah mengganggu keberlangsungan berbagai kegiatan layanan masyarakat di daerah yang seharusnya dibiayai dari dana tersebut.

"Kondisi ini mengakibatkan pemerintah kabupaten/kota belum dapat melaksanakan atau membayar kegiatan layanan masyarakat yang bersumber dari DBH pajak," kata Dede. 

Ini dianggapnya tentu berdampak langsung pada pelayanan publik.

Dede juga menyoroti ketidakseimbangan antara posisi kas dan piutang Pemprov Sulsel dengan kewajiban jangka pendek yang harus diselesaikan segera.

“Perbandingan antara ketersediaan kas dan piutang dengan utang belanja dan transfer menunjukkan bahwa Pemprov Sulsel belum dapat menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya secara optimal,” ujar Dede.

Meski dalam kesempatan itu BPK tetap memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPD Pemprov Sulsel tahun 2024, Dede menegaskan bahwa opini ini bukan berarti tanpa catatan serius.

“Catatan-catatan ini harus menjadi fokus perbaikan bagi Pemprov Sulsel guna meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah,” pungkasnya.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved