Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Teroris di Gowa

Ammar Ditangkap Saat Mau Beli Galon, Siti Khadijah: Saya Ini Malu Tapi juga Sakit

Ibu terduga teroris, Sitti Khadijah menceritakan detik-detik anaknya, MAS ditangkap pasukan anti teror Polri Densus 88.

Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN TIMUR/SAYYID ZULFADLI
IBU SYOK-Sitti Khadijah, ibu MAS, pelajar diduga terlibat jaringan teroris di kediamannya, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Senin (26/5/2025). Khadijah mengatakan keseharian anaknya hanya mengaji, menghafal. 

TRIBUN-TIMUR.COM, GOWA- Sitti Khadijah tak menyangka hari itu akan menjadi mimpi buruk yang tak kunjung ia bangun.

Di teras rumah sederhana di Kelurahan Samata, Kabupaten Gowa, perempuan paruh baya itu duduk memeluk lutut, air matanya belum kering sejak Sabtu sore lalu.

Putra sulungnya, MAS (19), atau yang akrab ia panggil Ammar, ditangkap oleh Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri.

Detasemen 88 dirancang untuk menjadi unit antiteroris yang mampu menangkal berbagai ancaman teroris, mulai dari ancaman bom hingga situasi penyanderaan.

Pasukan khusus beranggotakan 400 personel ini mulai beroperasi penuh pada tahun 2005.

Ia baru saja disuruh membeli air galon. 

Tapi yang pulang ke rumah bukan air, melainkan kabar yang membuat jantung Khadijah nyaris berhenti berdetak.

DENSUS 88 - Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap seorang remaja terduga anggota kelompok teroris. Penangkapan dilakukan di Jl S. Dg. Ngemba, Lingkungan Borong Raukang, Kelurahan Samata, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa Sabtu, (24/5/2025) sekira pukul 17. 30 Wita 
DENSUS 88 - Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap seorang remaja terduga anggota kelompok teroris. Penangkapan dilakukan di Jl S. Dg. Ngemba, Lingkungan Borong Raukang, Kelurahan Samata, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa Sabtu, (24/5/2025) sekira pukul 17. 30 Wita  (Densus 88)

“Perasaanku sebagai ibu kayak mau runtuh,” ujar Khadijah sambil terisak.

“Saya kira dia dicuri orang. Banyak mi polisi di jalan. Ternyata anakku kodong yang diborgol.”

Menurut Khadijah, penangkapan itu berlangsung cepat dan nyaris tanpa penjelasan awal.

Ia baru mengetahui saat anak bungsunya berlari ketakutan.

“Adiknya datang mi lari, bilang ‘Umi, umi, itu Ammar ada orang curiki,’” kenangnya.

Ia panik dan langsung berlari ke lokasi, hanya untuk menemukan anaknya telah diamankan dan dibawa oleh petugas.

Sepeda motor Honda Blade dan ponsel Oppo milik Ammar juga turut dibawa.

Tak berselang lama, rumah mereka digeledah. Tim Densus 88 yang datang disambut dengan pasrah oleh Khadijah.

“Saya bilang, silakan Pak cari barang bukti. Ambil semua kalau ada,” tuturnya.

Anak Baik yang Jarang Keluar Rumah
MAS adalah siswa kelas tiga SMA, baru berusia 19 tahun.

Selain sekolah, ia aktif sebagai pengajar di sebuah rumah tahfidz gratis di lingkungan sekitar.

Menurut ibunya, Ammar nyaris tak pernah keluar dari Sulawesi Selatan.

“Harinya cuma salat, ngaji, dan hafal Alquran. Kalau keluar rumah, paling cuma beli kebutuhan. Dia itu anak baik, tidak pernah neko-neko,” ujar Khadijah dengan suara gemetar.

Ia menambahkan bahwa anaknya tengah bersiap mendaftar ke salah satu universitas di Makassar usai lulus.

Fakta Mengejutkan
Namun, apa yang disebut ‘baik’ dalam kacamata seorang ibu tak selalu sejalan dengan hasil penyelidikan aparat.

Dalam rilis resmi yang diterima sehari setelah penangkapan, AKBP Mayndra Eka Wardhana dari PPID Densus 88 menyatakan MAS diduga menjadi pengelola grup WhatsApp “Daulah Islamiah”.

Dalam grup itu, lanjut Mayndra, ditemukan konten ajakan melakukan aksi bom bunuh diri dan propaganda ideologi ISIS.

Sejak Desember 2024, akun WhatsApp milik MAS disebut aktif mengunggah gambar, suara, dan tulisan yang diklasifikasikan sebagai ekstremis.

“Dia aktif menyebarkan propaganda Daulah Islamiyah dan ajakan aksi teror melalui media sosial,” kata Mayndra.

Kini, MAS tengah menjalani interogasi intensif untuk pendalaman lebih lanjut.

Di lingkungan sekitar, berita penangkapan ini cepat menyebar.

Rumah Khadijah jadi pusat perhatian.

Warga bertanya-tanya, menduga-duga.

Sebagian bersimpati, sebagian lain mencibir.

“Orang kampung sekarang macam-macam mi omongannya. Saya ini malu, tapi juga sakit. Masa anakku dituduh begitu?” Khadijah memeluk jilbabnya erat-erat.

Harapan Terakhir
Meski dihimpit tekanan sosial dan kekecewaan, Khadijah masih menyimpan harapan.

Ia meminta proses hukum berjalan adil dan terbuka.

“Kalau memang bersalah, ya saya terima. Tapi kalau tidak, tolong anakku itu dibela. Dia tidak tahu apa-apa, kodong,” ucapnya lirih.

Di ujung perbincangan, Khadijah menatap kosong ke halaman rumahnya yang sepi.

Hanya jerigen kosong dan dispenser tanpa galon di sudut ruangan yang menjadi saksi awal kisah tragis ini.

“Ammar cuma mau beli air. Saya suruh beli galon, bukan jadi tahanan,” katanya lirih. (tribun-timur.com/sayyid zulfadli)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved