Menguji Relevansi Demokrasi Infrastruktur dan Investasi
Dalam lintasan waktu, demokrasi elektoral Indonesia justru gamang: partisipasi pemilih meningkat, namun kualitas demokrasi stagnan bahkan mundur.
Atas Nama Investasi dan Elektabilitas
Pemerintah gencar membangun infrastruktur dengan dalih menarik investasi dan meningkatkan pertumbuhan.
Kini, infrastruktur menjelma simbol kekuasaan, bukan sekadar penopang kesejahteraan.
Proyek besar seperti ibu kota baru, tol, bendungan hingga jembatan ditampilkan sebagai wajah kemajuan.
Tapi, benarkah pembangunan ini berpihak pada rakyat? Investasi besar-besaran kerap minim transparansi dan partisipasi publik. Alih-alih berbasis pada kerangka pikir “All need analysis need analysis”, keputusan strategis justru diambil atas nama 'strategis nasional' tanpa pelibatan warga.
Banyak proyek berpihak pada investor, bukan masyarakat. Pembangunan dibungkus jargon keadilan, tapi akses masih terbatas, air bersih dan pendidikan tetap langka.
Relasi antara demokrasi dan infrastruktur timpang: suara rakyat hadir di TPS, tapi absen dalam forum perencanaan pembangunan.
Menuju Demokrasi Substantif
Demokrasi tak cukup bertumpu pada angka partisipasi dan prosedur elektoral; ia harus menyalurkan keadilan, termasuk dalam pembangunan.
Jika partisipasi berhenti di bilik suara, dan absen dalam perencanaan anggaran, pembangunan hanya jadi panggung eksklusif para elite, hal ini sejalan dengan pendekatan Michel Foucault tentang “relasi kuasa” yang membentuk hukum dan kebijakan.
Partisipasi politik tinggi tanpa pembangunan berbasis rakyat menjadikan demokrasi sekadar kosmetik lusuh ditengah badai.
Demokrasi sejati harus menghadirkan suara publik dalam prioritas kebijakan—terutama dalam pembangunan infrastruktur.
Tantangan hari ini bukan sekadar meningkatkan partisipasi, tapi memastikan bahwa partisipasi itu beresonansi dalam kebijakan.
Kita butuh demokrasi yang melahirkan pembangunan manusiawi, bukan sekadar monumental—yang menjamin akses, kesetaraan, dan keadilan dalam setiap kilometer jalan yang dibangun.(*)
Dari Merdeka ke Peradaban Dunia: Santri Sebagai Benteng Moral Bangsa |
![]() |
---|
Analisis Dr Adi Suryadi Culla: Adu Kuat Danny Pomanto-Ridwan Wittiri Penentu Masa Depan PDIP Sulsel |
![]() |
---|
Makassar dan Kewajiban untuk Memanusiakan Kota |
![]() |
---|
Ketika Pusat Menguat, Daerah Melemah: Wajah Baru Efisiensi Fiskal |
![]() |
---|
Literasi Kuat, Generasi Maju! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.