Headline Tribun Timur
Kabar Baik! Blokir Anggaran Dibuka, Stadion Sudiang Bisa Dilanjutkan
Pembukaan blokir anggaran ini diharapkan dapat kembali memacu pengerjaan proyek yang awalnya tertunda karena efisiensi anggaran.
TRIBUN-TIMUR.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membuka blokir anggaran untuk Pemprov Sulsel sebesar Rp86,6 Trilun.
Ekonomi Sulsel diperkirakan kembali bergairah.
Khusus di Sulsel, pembukaan blokir anggaran ini diharapkan dapat kembali memacu pengerjaan proyek yang awalnya tertunda karena efisiensi anggaran.
Ada beberapa proyek di Susel yang sempat tertunda karena anggarannya terblokir.
Seperti pembangunan Stadion Sudiang, pembangunan sejumlah irigasi, serta proyek lainnya.
Baca juga: Kemenkeu Buka Blokir Anggaran Rp 86 Triliun, Guru Besar UINAM: Belanja Negara di Daerah Normal Lagi
Kebijakan blokir ini sebelumnya merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pembukaan blokir anggaran itu juga merupakan bentuk dukungan pemerintah, dalam melaksanakan program prioritas nasional 2025.
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan, pembukaan blokir anggaran ini dilakukan setelah proses penajaman, relokasi, dan refocusing anggaran selesai dilakukan bersama seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L).
“Kami telah melaporkan kepada presiden bahwa Inpres ini telah diselesaikan pelaksanaannya pada 7 Maret lalu, dan mulai 25 April pembukaan blokir sudah berjalan,” ujar Suahasil, akhir pekan lalu.
Dari total anggaran Rp256,1 triliun yang dibuka blokirnya, sebanyak Rp33,1 triliun dialokasikan untuk 23 K/L baru, sesuai hasil restrukturisasi Kabinet Merah Putih.
Sementara Rp53,49 triliun sisanya disalurkan untuk 76 K/L lainnya.
Dengan blokir anggaran yang kini dibuka, K/L dapat kembali menjalankan belanja sesuai arahan dan prioritas pembangunan nasional.
Kebijakan Wajar
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Marsuki DEA menilai kebijakan tersebut sudah seharusnya dilakukan.
“Kebijakan ini merupakan kebijakan relaksasi yang sudah sewajarnya dilakukan pemerintah jika tidak menginginkan terjadi shock perekonomian berat di tengah ketidakpastian perekonomian global dan nasional semakin tajam,” kata Prof Marsuki, Senin (5/5).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.