Opini
Semangat Para Buruh
Fenomena buruh di Indonesia mencerminkan kontradiksi antara pertumbuhan ekonomi nasional dengan kualitas kesejahteraan tenaga kerja.
Dari perspektif Sosiologi, situasi ini menunjukkan adanya reproduksi ketimpangan struktural.
Buruh berada dalam posisi subordinat, sementara pengusaha dan negara cenderung memperkuat rezim pasar tenaga kerja yang fleksibel namun tidak adil.
Buruh bukan hanya mengalami eksploitasi ekonomi, tetapi juga pengasingan (alienasi) dari proses produksi dan hasil kerjanya.
Dalam banyak kasus, buruh tidak memiliki ruang partisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut nasibnya sendiri.
Di sisi lain, muncul pula bentuk-bentuk perlawanan baru dari kelas pekerja.
Serikat-serikat BURUH mulai memanfaatkan media sosial sebagai ruang advokasi digital, membangun jaringan solidaritas lintas sektor, dan terlibat dalam aliansi masyarakat sipil untuk menekan kebijakan pemerintah.
Fenomena ini menjadi menarik untuk dilihat sebagai transformasi gerakan buruh yang tidak lagi hanya mengandalkan aksi jalanan, tetapi juga strategi-strategi advokasi berbasis data dan komunikasi publik.
Namun, perjuangan buruh tidak boleh dibebankan hanya kepada buruh itu sendiri.
Negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjamin hak atas pekerjaan yang layak, pengupahan yang manusiawi, serta perlindungan sosial bagi setiap warga.
Oleh karena itu, momentum Hari Buruh seharusnya menjadi refleksi bersama untuk mengevaluasi arah kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia.
Pemerintah perlu meninjau ulang berbagai regulasi yang melemahkan posisi buruh, memperkuat fungsi pengawasan ketenagakerjaan, dan memastikan implementasi perlindungan sosial bagi seluruh pekerja, baik formal maupun informal.
Sementara itu, masyarakat sipil dan akademisi juga punya peran penting dalam membangun kesadaran kritis tentang pentingnya keadilan kerja sebagai fondasi pembangunan yang inklusif.
Hari Buruh bukan sekadar hari libur nasional tetapi simbol perjuangan panjang yang belum usai.
Sebuah pengingat bahwa di balik pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur, masih banyak buruh yang hidup dalam ketidakpastian.
Sudah saatnya kita menempatkan buruh bukan sekadar sebagai objek pembangunan, tetapi sebagai subjek utama yang layak mendapatkan hak, suara, dan penghidupan yang bermartabat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.