Opini
Peziarah Pengharapan Paus Fransiskus
Paus yang lahir 17 Desember 1936 di Flores Buenos Aires Argentina dengan nama Jorge Mario Bergoglio

Oleh. Dr. Ir. N. Tri Suswanto Saptadi, S.Kom., MT., MM., IPM.
Dosen Universitas Atma Jaya Makassar (UAJM), Tim Komkep KAMS, Koord. ISKA Wilayah Sulawesi, Ketua IKDKI Wilayah SulSelTraBar, Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) RI PPRA LX 2020.
TRIBUN-TIMUR.COM - Bapa Suci Paus Fransiskus meninggal dunia pada usia 88 tahun di Casa Santa Marta, Vatikan.
Paus yang lahir 17 Desember 1936 di Flores Buenos Aires Argentina dengan nama Jorge Mario Bergoglio wafat sehari setelah muncul di Lapangan Santo Petrus untuk mengucapkan "Selamat Paskah" kepada ribuan umat Katolik yang hadir.
Kematiannya terjadi pada salah satu momen terpenting bagi para pengikut Gereja Katolik Roma, dan kurang dari 24 jam setelah Paus menyampaikan pesan terakhirnya pada Minggu Paskah, yaitu: "Aku memikirkan orang-orang di Gaza, khususnya komunitas Kristiani di sana, di mana konflik mengerikan terus menimbulkan kematian dan kehancuran," di balkon Basilika Santo Petrus, Kota Vatikan pada Minggu, 20 April 2025.
Spes Non Confundit
Pada tahun 2024, Paus Fransiskus telah mengeluarkan "Spes Non Confundit" yang merupakan dokumen resmi kepausan (Bulla) yang berarti "Pengharapan Tidak Mengecewakan" dalam bahasa Indonesia.
Dokumen ini menandai dimulainya Tahun Yubileum Biasa 2025. Tema ini diambil secara khusus dari ayat Roma 5:5, yang menekankan bahwa pengharapan tidak akan pernah membuat kita kecewa karena didasarkan pada kasih Allah.
Dalam semangat pengharapan, Rasul Paulus menyampaikan kata-kata yang memberi semangat kepada komunitas Kristen di Roma.
Harapan juga merupakan pesan utama dari Yubileum mendatang yang sesuai dengan tradisi kuno di mana telah diproklamirkan oleh Paus setiap dua puluh lima tahun.
Tahun Yobel identik dengan suatu peristiwa pembebasan para budak, dan pembebasan hutang (Bdk. Imamat, 25).
Dokumen tersebut dinyatakan bahwa Ziarah menjadi unsur mendasar dalam setiap Tahun Yubileum.
Ziarah atau sebuah perjalanan secara tradisional dikaitkan dengan pencarian manusia akan makna hidup.
Ziarah dengan berjalan kaki sangat mendukung penemuan kembali nilai keheningan, dan kesederhanaan hidup.
Pikiran tertuju pada semua peziarah pengharapan yang akan melakukan perjalanan ke Roma untuk menikmati Tahun Suci dan semua orang lainnya yang belum dapat mengunjungi Kota Rasul Petrus dan Paulus, sehingga merayakannya di Gereja lokal tempat tinggal masing-masing umat.
Dalam perspektif bagi semua orang, Yubileum menjadi momentum perjumpaan pribadi yang sejati dengan Tuhan yang merupakan “pintu” (lih. Yoh 10:7.9) keselamatan umat manusia, yang selalu diwartakan oleh Gereja dan kepada semua orang sebagai bentuk akan “pengharapan” (1 Tim 1:1).
"Porta Sancta" atau "Pintu Suci", merujuk pada pintu khusus Gereja Basilika utama di Roma yang hanya dibuka pada tahun Yubileum Agung.
Pintu menjadi simbol penting perayaan Yubileum, mewakili pertobatan, pengampunan, dan rahmat Tuhan.
Gereja adalah komunitas umat beriman yang berziarah menuju kepada Sang Pencipta.
Dalam peziarahannya, Gereja ada dalam aneka suasana zamannya. Inklusivitas merupakan jalan yang efektif dan efisien bagi Gereja dalam menghadapi tantangan zamannya.
Keluarga kudus Nazaret pun melakukan perziarahan, dengan mengungsi ke Mesir untuk sementara waktu.
Inilah pencitraan Gereja sebagai peziarah dalam negeri asing yang berjuang di tengah penindasan dunia namun mendapat hiburan dari Tuhan.
Kunjungan ke Indonesia
Kehadiran Paus Fransiskus ke Indonesia merupakan sebuah kunjungan kenegaraan dan pastoral dalam kapasitas sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia dan kepala negara Vatikan.
Kunjungan di Jakarta dilaksanakan tanggal 3 - 6 September 2024 yang merupakan peristiwa penting dan bersejarah dan bukan sekadar kunjungan diplomatik atau pastoral biasa.
Kunjungan merupakan momentum yang membawa pesan kuat tentang persaudaraan dan moderasi dalam konteks global.
Indonesia, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, menjadi latar yang unik dan menarik.
Kunjungan Paus Fransiskus dimaknai sebagai simbol persahabatan dan dialog antarumat beragama di Indonesia melalui tema Perjalanan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia, yaitu: Iman, Persaudaraan, dan Belarasa (Faith, Fraternity, Compassion).
Kunjungan dimaknai sebagai penghormatan kepada bangsa Indonesia yang dapat menjaga persaudaraan atas keberagaman yang ada yakni keberadaan agama, suku, ras, budaya, dan lainnya.
Paus Fransiskus berusaha mengabdi melalui pelayanan yang melampaui batas kerangka kerasulan seperti kerendahan hati, kesadaran bakti dan tekad paguyuban dengan siapa pun yang berkehendak baik.
Pelayanan terlihat dalam ungkapan hati yang menyapa dan merangkul siapa pun juga, termasuk yang mengkritisi di berbagai penjuru umat manusia.
Dokumen Abu Dhabi
Paus Fransiskus telah mengadakan kunjungan bersejarah ke Uni Emirat Arab (UEA) pada 3 Februari 2019.
Hal ini menjadi tonggak sejarah dalam dialog antaragama dan membuka pintu-pintu untuk pembicaraan tentang toleransi yang perlu didengar oleh seluruh dunia.
Paus menegaskan bahwa “iman kepada Allah mempersatukan dan tidak memecah belah. Iman itu mendekatkan kita, kendatipun ada berbagai macam perbedaan, dan menjauhkan kita dari permusuhan dan kebencian.“
“The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together” ditandatanganai oleh Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb di Abu Dhabi pada 4 Februari 2019.
Dokumen Abu Dhabi menjadi peta jalan berharga untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis antar umat beragama, dan berisi pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia hingga ke akar rumput, kepada semua umat yang beriman kepada Allah.
Ensiklik Laudato Si’
Ensiklik “Laudato Si’” (Terpujilah Engkau) diterbitkan pada tanggal 24 Mei 2015 dan merupakan salah satu dokumen penting dari Paus Fransiskus dalam bidang ekologi dan lingkungan hidup.
Judulnya diambil dari Kidung Pujian Santo Fransiskus dari Assisi yang memuji Tuhan melalui ciptaan-Nya.
Dokumen ini berisi mengenai kepedulian terhadap rumah bersama (our common home), keterkaitan antara manusia dan lingkungan, ekologi integral, kritik terhadap konsumerisme dan antroposentrisme, dan ajakan bertobat ekologis.
Setelah itu keluar ensiklik “Laudate Deum” (Pujilah Allah) yang diterbitkan pada 4 Oktober 2023, sebagai kelanjutan dan pembaruan dari Laudato Si’ yang merespons perkembangan terbaru krisis iklim.
Dokumen bersifat mendesak serta profetis yang berisi mengenai peringatan keras tentang krisis iklim, tanggung jawab global dan ketidakadilan Iklim, kritik terhadap penyangkalan krisis iklim, serta tanggung jawab moral dan Spiritual.
Dokumen ini menunjukkan komitmen terhadap perlindungan lingkungan dan keadilan sosial.
Laudato Si’ menekankan dasar teologis dan spiritual ekologi integral, dan Laudate Deum memperingatkan dunia akan urgensi serta bahaya nyata dari kelambanan dalam menghadapi krisis iklim.
Terima kasih atas hidup, dan pelayanan, atas cinta yang dicurahkan bagi Gereja dan dunia, atas suara kenabian yang membela kaum kecil dan ciptaan-Nya.
Penggembalaan Paus Fransiskus telah mengajarkan kepada umat manusia untuk mencintai bumi sebagai rumah bersama, dan memanggil untuk hidup dalam belas kasih, damai, dan keadilan (nts).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.