Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sengketa Yayasan Atma Jaya, Ditjen AHU Siap Mensupport APH

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kanwil Kemenkum Sulsel siap Mensupport Aparat Penegak Hukum (APH).

DOK PRIBADI
DISKUSI - Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kemenkum Sulsel Demson Marihot saat berdiskusi dengan awak media di Kanwil Kemenkum Sulsel beberapa waktu lalu. Demson Marihot menyatakan Ditjen AHU Kanwil Kemenkum Sulsel siap mensupport aparat penegak hukum. 

Muara Harianja menilai, ada banyak kejanggalan dalam kasus ini. Pertama, melakukan rapat yang tempatnya di luar ketentuan AD/ART, kemudian yang mengajukan ini, nama di akte Yayasan itu Alex Walalangi namun di notaris berubah menjadi Alexander Walalangi.

"Jadi nama Alex Walalangi itu yang ada di akte yayasan, beserta KTP dan NIK-nya. Artinya ada perubahan nama dan kami anggap itu masuk ranah pidana," lanjutnya.

Kemudian, waktu keluarnya pendaftaran dari Ditjen AHU, juga dianggap janggal. Itu sebabnya, mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar pada 8 Januari 2025, untuk membatalkan akta baru yayasan. Itu teregistrasi dengan nomor perkara Perdata 14/PDBG/2025/PN-Mks.

"Saat ini sudah proses persidangan, dan tanggal 8 April nanti sidang keempat terkait ahli waris. Jadi kami gugat itu Alexander Walalangi, dengan turut tergugat notaris Betsy Sirua dan Depkum Ditjen AHU," kata dia.

Selain itu, Muara Harianja mewakili kliennya, juga melaporkan tindak pidana pemalsuan dokumen dan memberikan keterangan palsu ke Polda Sulsel dan terdaftar dengan nomor 49. "Sekarang berproses juga," imbuhnya.

Dia mengatakan, di dalam akta yang baru, tiba-tiba nama Raymond Arfandy yang menjadi wakil ketua dewan pembina.

Padahal, di dalam AD/ART badan kepengurusan tidak mengenal Dewan Pembina, yang ada hanya pembina, pengurus, ketua, bendahara, sekretaris, dan pengawas.

"Yang lebih parah, kami itu tidak ada stempel pembina, stempel pengurus, stempel pengawas. Stempel ya cuma satu, milik yayasan saja yang dipegang oleh ketua. Karena apabila ada rapat, operatornya ketua yayasan, itu sesuai anggaran dasar yayasan," jelasnya.

Anehnya lagi, kata Muara Harianja, Raymond Arfandy datang ke kampus untuk meminta serah terima yayasan. 

Namun itu ditolak oleh yayasan lama, karena dianggap tidak sesuai dengan aturan yang muncul secara tiba-tiba.

"Saya bilang tunggu dulu, meskipun kamu ada akta baru dan AHU, bukan berarti kamu berhak. Belum ada serah terima, apalagi di sini ada manajemen, ada surat-surat, ada kantor, semua harus dilalui dulu," ujarnya.

Selain itu, masih ada juga proses pengadilan yang sedang berjalan. Sehingga, yayasan menganggap Raymond tidak bisa melakukan apapun, terlebih lagi masuk ke kampus.

Sebab Raymond dianggap hanya memegang kertas yang kekuatannya masih diuji di Pengadilan.

"Mereka ini terlalu memaksakan kehendak. Seharusnya, kalau memang mengerti hukum, tunggu saja lah sampai selesai ini proses. Jadi kami tidak mau bertindak di luar hukum, jadi kita harus menghormati itu," tuturnya.

Pada intinya, kata Muara, ini terjadi karena mereka tidak terima diberhentikan. Mereka merasa memiliki dan punya hak membuat AD/ART baru.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved