Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hari Kartini, Wakil Ketua DPRD Wajo Ajak Refleksi Perjuangan Keadilan Gender

Menurutnya, Hari Kartini sebagai pengingat dalam memperjuangkan keadilan gender.

Penulis: M. Jabal Qubais | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/M JABAL
Wakil Ketua I DPRD Wajo fraksi Partai Amanat Nasional, Andi Merly Iswita 

Selain itu Surat-Surat Cinta yang ditulis Multatuli, hasil buah pemikiran Van Eeden, roman-feminis yang dikarang oleh Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek, dan Die Waffen Nieder yang merupakan roman anti-perang tulisan Berta Von Suttner dan semua buku-buku yang ia baca berbahasa Belanda.

Pada tanggal 12 November 1903, Kartini dipaksa menikah dengan bupati Rembang oleh orangtuanya.

Bupati tersebut bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.

Sebelumnya, ia telah memiliki istri.

Namun, saat itu, istrinya mengetahui suaminya sangat mengerti cita-cita Kartini dan memperbolehkan Kartini membangun sebuah sekolah wanita.

Selama pernikahannya, Kartini hanya memiliki satu anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat.

Sejarah Ditetapkannya Hari Kartini pada 21 April

Mengutip dari kemdikbud.go.id, berikut sejarah ditetapkannya Hari Kartini:

Wafatnya R.A. Kartini tidak serta-merta mengakhiri perjuang R.A.Kartini semasa hidupnya.

Salah satu temannya di Belanda, Mr. J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda mengumpulkan surat-surat yang dulu pernah dikirimkan oleh Kartini kepada teman-temannya di Eropa.

Kemudian Abendanon membukukan seluruh surat-surat R.A. Kartini.

Lalu seluruh surat itu diberi nama Door Duisternis tot Licht yang jika diartikan secara harfiah berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”.

Buku ini diterbitkan pada tahun 1911 dan cetakan terakhir ditambahkan surat “baru” dari Kartini.

Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved