Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hari Kartini, Wakil Ketua DPRD Wajo Ajak Refleksi Perjuangan Keadilan Gender

Menurutnya, Hari Kartini sebagai pengingat dalam memperjuangkan keadilan gender.

Penulis: M. Jabal Qubais | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/M JABAL
Wakil Ketua I DPRD Wajo fraksi Partai Amanat Nasional, Andi Merly Iswita 

Saat R.A. Kartini berumur 12 tahun, ia dilarang melanjutkan studinya setelah sebelumnya bersekolah di Europese Lagere School (ELS) di mana ia juga belajar bahasa Belanda.

Larangan tersebut muncul dari ayahnya sendiri.

Ayahnya bersikeras Kartini harus tinggal di rumah karena usianya sudah mencapai 12 tahun, berarti ia sudah bisa dipingit.

Saat Kartini tinggal di rumah, ia menuliskan surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda.

Kemudian ia mengenal Rosa Abendanon yang sering mendukung apapun yang direncanakan Kartini.

Abendanon mengajarkan Kartini untuk sering membaca buku-buku dan koran Eropa.

Seringnya Kartini mebaca buku dan Koran Eropa, membuatnya menyulut api baru di dalam hati tentang bagaimana wanita-wanita Eropa mampu berpikir sangat maju.

Api tersebut menjadi semakin besar karena ia melihat perempuan-perempuan Indonesia ada pada strata sosial yang amat rendah.

Setelah itu, Kartini juga mulai banyak membaca De Locomotief, surat kabar dari Semarang yang ada di bawah asuhan Pieter Brooshoof.

Selain itu, Kartini juga mendapatkan leestrommel.

Leestrommel merupakan sebuah paketan majalah yang dikirimkan oleh toko buku kepada langganan mereka yang di dalamnya terdapat majalah-majalah tentang kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Saat itu, ia juga mengirimkan beberapa tulisan kepada salah satu majalah wanita Belanda yang ia baca yaitu De Hollandsche Lelie.

Melalui surat-surat yang ia kirimkan, terlihat jelas bahwa Kartini selalu membaca segala hal dengan penuh perhatian sambil terkadang membuat catatan kecil.

Dalam suratnya, Kartini juga tak jarang menyebut judul sebuah karangan atau hanya mengutip kalimat-kalimat yang pernah ia baca.

Kemudian sebelum Kartini menginjak umur 20 tahun, ia sudah membaca buku-buku seperti De Stille Kraacht milik Louis Coperus, Max Havelaar.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved