Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Counter-Analisis: Indonesia Kekurangan Jumlah Dokter Gigi?

Beberapa hari lalu Bapak Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah membuat pernyataan terbuka bahwa lebih 50 persen Puskesmas di Indonesia tidak

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
Dr drg Eka Erwansyah MKes SpOrt SubSp DDTK(K) Dosen FKG Universitas Hasanuddin/Ketua PDGI Cabang Makassar 

Dr drg Eka Erwansyah MKes SpOrt SubSpDDTK(K)

Dosen FKG Universitas Hasanuddin, Ketua PDGI Cabang Makassar

BEBERAPA hari lalu Bapak Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah membuat pernyataan terbuka bahwa lebih 50 persen Puskesmas di Indonesia tidak memiliki dokter gigi.

Fenomena ini dianggap menunjukkan jumlah dokter gigi di Indonesia masih kurang.

Bapak Menteri bahkan mengungkapkan wacana untuk meningkatkan skill tukang gigi. 

Ini memicu kehebohan di ruang diskusi dokter gigi dan mahasiswa Kedokteran Gigi.

Namun tulisan ini tidak untuk membahas kontroversi dalam wacana tersebut.

Mari kita fokus pada anggapan “kekurangan jumlah dokter gigi”. 

Analisis Alternatif

Pernyataan Bapak Menkes tadi dapat dianggap sebagai pernyataan yang terlalu menyederhanakan persoalan.

Keberadaan dokter gigi di Puskesmas bukan hanya bergantung pada jumlah lulusan, tetapi sangat ditentukan oleh daya serap institusi pemerintah, terutama dalam hal pengadaan formasi dan perekrutan.

1. Jumlah Lulusan Dokter Gigi vs Formasi CPNS

Menurut data dari PDGI dan Kemenristekdikti, jumlah dokter gigi baru yang dihasilkan dari 32 Fakultas Kedokteran Gigi di Indonesia setiap tahunnya berkisar 3.000–3.500 orang.

Namun, formasi CPNS untuk dokter gigi sangat terbatas. Tahun 2021: Formasi dokter gigi hanya sekitar 300-an dari total kebutuhan. Jumlah yang sangat kecil untuk memenuhi kebutuhan di seluruh Indonesia.

Tahun 2023, dari sekitar 6.400 formasi tenaga kesehatan yang diusulkan, alokasi untuk dokter gigi hanya sebagian kecil dibanding total formasi yang ada.

Poin pentingnya:

Sebanyak apa pun jumlah lulusan dokter gigi ditingkatkan, selama daya serap pemerintah tidak ikut dinaikkan, maka kekosongan dokter gigi di Puskesmas akan tetap terjadi. Ini bukan soal kekurangan SDM, tapi kegagalan dalam manajemen distribusi dan perekrutan.

2. Ketimpangan Distribusi Bukan Karena Kekurangan Dokter

Menurut data Kemenkes RI (Profil Kesehatan Indonesia 2023), Indonesia memiliki lebih dari 40.000 dokter gigi.

Namun distribusi mereka terkonsentrasi di kota besar dan sektor swasta/klinik mandiri.

Banyak dokter gigi yang sebenarnya bersedia ditempatkan di daerah, namun tidak tersedianya SK, gaji, atau tunjangan yang memadai mengakibatkan kebanyakan dokter gigi berpikir realistis untuk tidak bekerja di daerah.

3. Masalah Utama: Kebijakan dan Anggaran

Banyak Puskesmas tidak membuka formasi dokter gigi karena keterbatasan anggaran APBD. Pemerintah daerah sering lebih memilih merekrut dokter umum karena dianggap lebih “serba bisa.”

4. Solusi Bukan Menambah Dokter Gigi, Tapi Menyerap yang Sudah Ada

Daripada menyatakan kekurangan dokter gigi, lebih tepat jika pemerintah:

1) Meningkatkan jumlah formasi CPNS/PPPK khusus dokter gigi.

2) Menyediakan insentif dan tunjangan daerah terpencil.

3) Menjalankan skema penempatan berbasis prioritas wilayah.

Kesimpulan

Pernyataan bahwa Indonesia kekurangan dokter gigi tidak sepenuhnya akurat. Masalah utama adalah kurangnya kebijakan dan pendanaan yang berpihak pada penempatan dokter gigi di fasilitas kesehatan primer. 

Tanpa peningkatan daya serap pemerintah, penambahan lulusan hanya akan memperpanjang antrean pengangguran terdidik, bukan menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan gigi masyarakat.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Manuver KPU RI

 

Taubat Politik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved