Opini Bachtiar Adnan Kusuma
Itikaf, Epilog Ramadhan dan Toga Kemenangan
Dalam sebuah tulisan, dikenal adanya istilah prolog dan epilog. Nah, apakah sesungguhnya istilah tentang Epilog?
Oleh: Bachtiar Adnan Kusuma
Ketua Forum Nasional Penerima Penghargaan Tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional
TRIBUN-TIMUR.COM - Tidak terasa putaran terakhir Ramadhan 1446 H telah memasuki fase akhir.
Dalam sebuah tulisan, dikenal adanya istilah prolog dan epilog. Nah, apakah sesungguhnya istilah tentang Epilog?
Epilog, seperti umumnya kita kenal adalah etafe bagian akhir dari suatu tulisan.
Biasanya, bagian ini penting dari sebuah tulisan, demikian halnya perjalanan bulan suci Ramadhan 1446 H tibalah kita di penghujung setelah kita berjuang berpuasa sejak 1 Ramadhan 1446 H bertepatan dengan 1 Maret 2025.
Penulis mengingatkan kembali Ramadhan telah menjadi tempat dan pusat pembinaan ruhani bagi umat Islam.
Ramadhan telah mempertegasi pentingnya masjid sebagai pusat ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan dan pusat literasi baca dan literasi tulis.
Lalu, apa hubungannya Literasi dan Masjid? Literasi dan dan Masjid begitu istilah yang penulis berikan, memiliki hubungan yang erat.
Selain Masjid pusat ibadah umat Islam, di masjid pula tempat dikumandangkannya Al-Quran sebagai tempat yang paling strategis membaca ayat-ayat Allah.
Sebagai peringatan pertamakali turunnya perintah membaca “Iqra”, Ramadhan telah menjadi wujud nyata membaca dalam pengertian kontekstual maupun tekstual sejak lama telah menjadi wajib bagi umat Islam Indonesia.
Fakta empiris negara-negara maju di dunia, memberikan gambaran kemajuan ekonomi dan kesejahteraan berbanding lurus dengan tingkat literasi masyarakat yang tinggi.
Maka, peningkatan literasi masyarakat membutuhkan partisipasi masyarakat untuk menjadi jembatan dan tindakan role model, motivator, katalisator dalam membentuk masyarakat Indonesia berbudaya tinggi Literasi (Knowledge Driven of Economy).
Dalam berbagai panggung literasi agama telah berhasil ditunjukkan umat Islam Indonesia dengan menjadikan Ramadhan sebagai bulan Akademi Literasi Masjid dengan membentuk panggung literasi di berbagai masjid dan madrasah serta pondok pesantren.
Gerakan kolosal Akademi Literasi Masjid telah menunjukkan gerakan sosial literasi di Indonesia dengan kembali menggugat pentingnya budaya literasi masyarakat.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 pada pasal 51 menegaskan bahwa gerakan nasional gemar membaca dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan seluruh masyarakat.
Karena itu, Akademi Literasi Masjid telah menunjukkan tumbuhnya kesadaran kolosal dari pegiat literasi, relawan, pemuda dan remaja masjid yang terus menerus bergerak tanpa batas pengabdian, mengembalikan literasi masjid bergema di berbagai penjuru masjid di masyarakat.
Akademi Literasi Masjid ini telah menjadi ruang kolaborasi produktif dan ruang berhimpun ikut serta memberi solusi kurangnya akses buku-buku bermutu di tengah masyarakat.
Penulis dengan 60 orang peserta Akademi Literasi Masjid Maros dari berbagai utusan masjid dan komunitas mengawal dan memotivasi terus menerus lahirnya buku-buku baru dari tangan mereka. Caranya dengan memberikan pembimbingan intensif bagaimana menulis yang baik.
Tak cukup hanya menulis, tapi menerbitkan apa yang ditulis dan bisa menjadi bacaan di setiap perpustakaan masjid yang ada di Maros. Namanya, Gerakan Satu Masjid, Satu Buku.
Pertanyaan berikutnya, mengapa penulis konsisten terus menerus mendorong tumbuhnya budaya literasi masyarakat dari masjid-masjid kita?
Sederhana saja jawabannya, budaya membaca dan budaya menulis di Indonesia belumlah menjadi budaya memassal, massif dan berkesinambungan.
Makanya, dibutuhkan gerakan terus menerus mengajak masyarakat membaca. Selain karena membaca belum menjadi kebutuhan pokok masyarakat, membaca juga belum menjadi gaya hidup masyarakat.
Nah, diperlukan keterlibatan semua pihak, bukan hanya Perpustakaan Nasional, Pemerintah Provinsi, Kab dan Kota, tapi semua unsur dan satuan masyarakat, satuan pendidikan, satuan keluarga dan satuan masjid wajib menjadi pilar utama menumbuhkan ekosistem budaya membaca di Indonesia.
Pertama, gerakan membaca dan gerakan menulis tidak cukup hanya diucapkan atau disampaikan melalui forum-forum resmi, tapi lebih penting lagi dikerjakan, diamalkan dan dilakukan.
Penulis acapkali menyaksikan ada kelompok atau pihak tertentu hanya mengajak dan menjadikan literasi sebagai industri, namun penerapannya tidak berjalan dengan baik.
Inilah yang penulis sebut pseudo literasi. Artinya, mengajak orang lain membaca, tapi dirinya sendiri tidak membaca.
Kedua, menggerakkan budaya membaca, tapi menanggalkan budaya menulis. Padahal, budaya membaca dan budaya menulis ibarat dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Pennebaker, salah seroang psikolog terkemuka Amerika Serikat, menegaskan kalau membaca dan menulis dua sisi mata uang yang penting dalam proses pembudayaan membaca dan menulis masyarakat.
Karena hanya dengan budaya membaca dan menulis menjadikan bangsa Indonesia memiliki peradaban tinggi.
Ketiga, budaya membaca dan budaya menulis digerakkan, namun budaya wakaf buku untuk perpustakaan masjid, desa, lorong, komunitas, taman baca belum berjalan baik.
Hanya dengan menggerakkan wakaf buku untuk masjid, perpustakaan desa, lorong, komunitas baca masyarakat, dibutuhkan terutama menjawab kurangnya buku-buku bermutu di perpustakaan sekolah, perpustakaan desa, lorong, kampung dan komunitas baca.
Jujur, penulis mengakui kalau masyarakat belum bisa berharap banyak dari negara terutama kurangnya akses buku-buku bacaan konten lokal di masyarakat.
Karena itu, diperlukan keterlibatan masyarakat seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 43 menegaskan kalau masyarakat berperan serta dalam pembentukan penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan dan pengawasan perpustakaan.
Kembali penulis memuji peran A.S.Chaidir Syam melakukan transformasi dan lompatan jauh kedepan dengan memberi titik pusat perhatian pentingnya perpustakaan masjid, perpustakaan desa, komunitas dan lorong di Maros memeroleh akses buku bermutu lewat kebijakannya yang luar biasa.
Apa yang telah dilakukan Chaidir Syam, bisa menjadi contoh baik bagi daerah-daerah lain di Indonesia.
Itikaf, Epilog Ramadhan dan Toga Kemenangan
Nah, di Epilog Ramadhan 1446 H, ditutup sepuluh hari terakhir lewat Itikaf di masjid, rumah-rumah dan lembaga pendidikan telah menunjukkan kalau peran umat Islam Indonesia telah berhasil menerapkan literasi agama melalui gerakan membaca ayat suci Al-Quran.
Gerakan membaca yang dimulai dari setiap keluarga, rumah ibadah atau masjid menjadi basis penguatan kesadaran pentingnya literasi agama.
Itikaf sesungguhnya menepi dari hiruk pikuknya keramaian dunia. Bertasbih, berwitir, bertaubat, berhajat dan bertahajud, sesungguhnya membuktikan kalau manusia lemah dan hanya Allah SWT yang maha penolong.
Dalam perspektif sosiologis, Itikaf memiliki peran besar terutama mengembalikan semangat soliditas umat Islam.
Selain berdiam diri, berjamaah dan memanfaatkan sperdua malam pada malam ganjil di penghujung Ramadhan, Itikaf mampu membentuk ekosustem jamaah yang kuat sekaligus melahirkan energi fositif bagi umat Islam Indonesia.
Di penghujung akhir Ramadhan 1446 H, akan ditutup dengan Shalat Idul Fitri sebagai kunci utama pelaksanaan puasa Ramadhan.
Siapa saja yang berhak menerima toga kemenangan? Hanya mereka yang mampu menunaikan puasa selama sebulan, melaksanakan ibadah sunah, ibadah sosial selama ramadhan, maka mereka inilah yang berhak menerima Toga Kemenangan.
Berikutnya, segala prestasi ibadah Ramadhan 1446 H, dibutuhkan konsisten dan konsistensi.
Hanya dengan kedua pilar konsisten dan konsistensi, maka segala prestasi yang diraih di bulan Ramadhan ini, out putnya dibuktikan dengan melanjutkan dan mengerjakan di luar bulan suci ramadhan.
Itikaf, Epilog Ramadhan dan Toga Kemenangan adalah milik bagi mereka yang menjaga kesucian bulan Ramadhan di hari-hari berikutnya di luar bulan Ramadhan. Semoga.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/Bachtiar-Adnan-Kusuma-85.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.