Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Muammar Bakry

Ramadan dengan Cinta 6: Cinta Bersaudara

Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak anak”. 

|
Editor: Sudirman
DOK TRIBUN TIMUR
Imam Besar Masjid Al Markaz Al Islami Jenderal M Jusuf dan Rektor Universitas Islam Makassar, Prof Dr Muammar Bakry Lc MA. Dalam Ramadhan 2025 atau Ramadhan1446 H, Muammar Bakry menulis kolom Ramadhan dengan Cinta seriap hari yang diterbitkan di Tribin Timur cetak. 

Oleh: Muammar Bakry

Imam Besar Masjid Al Markaz Al Islami Jenderal M Jusuf

TRIBUN-TIMUR.COM - Seorang datang kepada Rasulullah saw dalam keadaan lapar, lalu beliau mengirim utusan kepada istri beliau.

Para istri Rasulullah menjawab: "kami tidak memiliki apapun kecuali air".

"Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?".

Salah seorang kaum Anshar berseru: “Saya,” lalu orang Anshar ini membawa orang tersebut ke rumahnya dan berkata kepada istrinya: “Muliakanlah tamu Rasulullah saw!”

Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak anak”. 

Orang Anshar itu berkata: “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!”

Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.

Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya.

Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar.

Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah saw, Beliau bersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua.

Lalu Allah swt menurunkan ayat-Nya”: QS. Al-Hasyr; 9 (Dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung).

Nabi Muhammad SAW berhasil mempersaudarakan muhajirin dengan anshar dalam sebuah deklarasi persaudaraan antar mereka.

Satu dari contoh persaudaraan itu antara lain apa yang terjadi antara Abdurrahman bin ‘Auf dengan Sa’ad bin Rabi’.

Sesaat setelah dipersaudarakan oleh Nabi, Sa’ad berkata kepada ‘Abdurrahman: “Aku termasuk orang kaya, Aku akan membagi hartaku setengah untukmu.

Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu.

Jika selesai masa ‘iddahnya, engkau bisa menikahinya”. Mendengar pernyataan saudaranya itu, ‘Abdurrahman menjawab: “Tunjukkan saya pasar saya akan berdagang” Lalu Sa’ad menunjukkan pasar Qainuqa’.

Mulai saat itu, ‘Abdurrahman berdagang dan berhasil menjadi orang masuk dalam deratan orang kaya di Madinah.

Mencintai saudara sama cintanya dengan diri kita adalah bukti keimanan sebagaimana hadis yang disampaikan Anas bin Malik, Nabi bersabda “Tidaklah beriman di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya” (HR. Bukahri dan Muslim).

Hubungan persaudaraan tak harus melalui nasab keturunan, namun ada pula karena ikatan ideologi dan semangat yang dibangun bersama.

Persaudaraan yang diberkahi bila dibina dengan keihklasan tanpa pamrih, saling membutuhkan di kala tengah dalam masalah untuk berbagi secara material maupun nonmaterial.(*) 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved