Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Korupsi Pertamina

Dugaan Korupsi Pertamina, Sudirman Said: Modus Lama, Pemain Baru

Sudirman Said menilai bahwa kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang merupakan praktik lama dengan pelaku baru. 

Editor: Muh Hasim Arfah
dok Tribunnews.com
SUDIRMAN SOAL PERTAMINA-Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menilai bahwa kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero). Sudirman mengatakan ini merupakan praktik lama yang kembali muncul dengan melibatkan pelaku baru.  

TRIBUN-TIMUR.COM- Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menilai bahwa kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) merupakan praktik lama yang kembali muncul dengan melibatkan pelaku baru. 

"Ada seorang teman dari pemerintahan menyebutnya ini modus lama dengan pemain yang baru," ungkap Sudirman dalam program Gaspol yang disiarkan di kanal Youtube Kompas.com, Sabtu (2/3/2025). 

Sudirman mengidentifikasi tiga faktor yang menyebabkan celah korupsi di Pertamina. 

Pertama, sebagai pemegang pasar utama, Pertamina rentan terhadap tindakan korupsi

Kedua, transaksi dengan volume besar di Pertamina menciptakan margin yang signifikan. 

"Marginnya begitu besar artinya dalam iklim yang serba suap menyuap itu sedang terjadi di mana-mana," ungkap Sudirman. 

Menurut dia, margin yang besar itu bisa saja dibagi untuk apa saja, mulai orang-orang yang terlibat dalam pengadaan di dalam perusahaan Pertamina.

"Ini bukan tuduhan tapi ini analisis ya," tegas Sudirman. 

Ketiga, Sudirman berujar, faktor sikap pemerintah terhadap kasus korupsi ini. Ia yakin bahwa kerugian negara yang besar tidak mungkin dilakukan oleh satu pihak saja. 

"Ketiga adalah sikap dari para pemegang kekuasaan atau pemegang otoritas di sekitar Pertamina. Apakah itu Menteri BUMN, harus kita tanya sikapnya bagaimana terhadap ini. Kemudian Menteri Energinya bagaimana terhadap ini," tambahnya. 

Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengungkapkan kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berlangsung dari 2018 hingga 2023. 

Kasus ini melibatkan sejumlah petinggi Pertamina, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, serta beberapa pejabat lainnya. 

Dalam perhitungan sementara, kerugian negara akibat korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun pada tahun 2023. 

Menurut keterangan Kejaksaan Agung, PT Pertamina Patra Niaga diduga melakukan praktik pembelian Pertalite yang kemudian di-blend menjadi Pertamax. 

Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah. 

"Kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92," demikian bunyi keterangan Kejaksaan Agung yang dilansir pada Selasa (25/2/2025).

Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018 hingga 2023.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan Tim Penyidik telah memperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan ketujuh tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 96 saksi, dua ahli, serta penyitaan 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik.

"Berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, kami menemukan adanya indikasi kuat perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah sangat besar. Oleh karena itu, kami menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini," ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Senin (24/2) malam.

Adapun ketujuh tersangka tersebut, yakni RS sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; SDS sebagai Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF sebagai Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; AP dan VP sebagai Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; MKAR sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW sebagai Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, serta GRJ sebagai Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Qohar menjelaskan dalam kurun waktu 2018 hingga 2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya mengutamakan pasokan dari dalam negeri sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018.

Namun, berdasarkan hasil penyidikan, tersangka RS, SDS, dan AP diduga melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) untuk menurunkan readiness/produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap dan pemenuhan kebutuhan minyak mentah lebih banyak dilakukan melalui impor.

"Kami menemukan adanya dugaan rekayasa dalam pengambilan keputusan di internal perusahaan, yang bertujuan untuk menciptakan alasan bagi impor minyak mentah dan produk kilang. Ini adalah tindakan yang jelas merugikan negara," katanya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 96 saksi, dua ahli, serta penyitaan 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik, ditemukan adanya indikasi kuat perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah sangat besar.

Saat produksi kilang sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS pun sengaja ditolak dengan berbagai alasan, termasuk alasan harga dan spesifikasi minyak.

Akibatnya, minyak mentah bagian negara dijual ke luar negeri (ekspor), sementara kebutuhan dalam negeri dipenuhi dengan impor yang dilakukan oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina Patra Niaga dengan harga lebih tinggi.

Kemudian, hasil penyidikan mengungkap adanya permufakatan jahat (mens rea) antara penyelenggara negara (tersangka SDS, AP, RS, dan YF) bersama broker (tersangka MKAR, DW, dan GRJ) sebelum tender dilaksanakan.

Kesepakatan harga sudah diatur sejak awal untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.

"Dalam praktiknya, para tersangka melakukan pengaturan harga dan pemenangan tender dengan cara yang tidak sah. Ini adalah indikasi kuat adanya korupsi yang terstruktur dan sistematis," ungkap Qohar.

Adapun total kerugian negara akibat praktik ini ditaksir mencapai Rp193,7 triliun, dengan rincian sebagai berikut; kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 Rp126 triliun, kerugian pemberian subsidi tahun 2023 Rp21 triliun.

"Kerugian ini sangat besar dan berdampak langsung terhadap keuangan negara serta masyarakat luas.

Oleh karena itu, kami akan memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam skema ini akan diproses sesuai hukum yang berlaku," tegasnya.

Para tersangka pun diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejaksaan Agung menegaskan bahwa penyidikan akan terus berlanjut untuk mengungkap aktor lain yang terlibat dalam perkara ini.

Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat, para tersangka ditahan selama 20 hari ke depan.

Qohar menegaskan bahwa penyidikan akan terus berlanjut untuk mengungkap aktor lain yang terlibat dalam perkara ini.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved