Wawancara Eksklusif Tribun Timur
MBG Bagus Tapi Jangan Korbankan Sektor Lain
Besarnya kebutuhan anggaran program MBG membuat pemerintah melakukan efisiensi. Isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun membayangi.
Penulis: Hasriyani Latif | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka jadi polemik.
Besarnya kebutuhan anggaran program membuat pemerintah melakukan efisiensi.
Isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun membayangi.
Dalam Podcast Ngobrol Virtual Tribun Timur edisi Jumat (14/2/2025), Pengamat Ekonomi Universitas Hasanuddin/Wakil Dekan Bidang Kemitraan, Riset, Inovasi, dan Alumni FEB-Unhas, Anas Iswanto Anwar memberikan pandangan terkait dampak ditimbulkan.
Dipandu Host Fiorena Jieretno, berikut petikan wawancaranya:
Kondisi keuangan negara saat ini?
Masih defisit yang berarti penerimaan negara lebih kecil dibanding pengeluaran. Dalam situasi seperti ini, ada dua opsi utama, menambah penerimaan atau mengurangi pengeluaran. Pemerintah saat ini memiliki program besar, seperti MBG yang membutuhkan dana besar, sekitar Rp400 triliun. Karena persiapan pendanaan belum matang, maka yang paling mudah dilakukan adalah efisiensi dan pemangkasan anggaran.
Dampak efisiensi?
Efisiensi yang tergesa-gesa dan digeneralisasi tanpa mempertimbangkan prioritas tiap kementerian dapat berbahaya. Misalnya, ada anggaran yang sangat penting, seperti mitigasi kebencanaan. Jika anggaran untuk pemeliharaan sistem peringatan dini dipangkas, hal ini bisa berisiko bagi keselamatan masyarakat.
Efisiensi yang sebaiknya dilakukan?
Contoh yang bisa diterima adalah memangkas anggaran untuk kegiatan seremonial yang terlalu mewah atau perjalanan dinas yang tidak mendesak, terutama perjalanan luar negeri yang selama ini cenderung dilakukan dalam jumlah besar tanpa urgensi yang jelas.
Dampak terhadap perekonomian?
Dapat mengurangi belanja pemerintah atau government spending, yang sebenarnya menjadi pendorong utama dalam situasi ekonomi yang lesu. Dalam ekonomi makro, belanja pemerintah berperan penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, terutama saat sektor swasta masih lemah akibat daya beli masyarakat yang rendah.
Jika belanja pemerintah dikurangi, maka dorongan terhadap ekonomi juga berkurang, yang berisiko membuat target pertumbuhan ekonomi sulit tercapai, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Target pertumbuhan ekonomi?
Target 5 persen tahun ini bisa sulit dicapai, apalagi dalam jangka panjang, misalnya untuk mencapai 8 persen pada tahun 2045 dalam visi Indonesia Emas. Jika belanja pemerintah dikurangi secara signifikan, maka potensi pertumbuhan ekonomi juga akan terdampak negatif.
Risiko PHK besar-besaran?
Setiap kebijakan pemerintah pasti memiliki plus dan minus. Jika kita melihat tujuan pengalihan anggaran ke program seperti MBG, sebenarnya ide ini menarik karena dapat meningkatkan permintaan domestik dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, dampaknya tidak selalu langsung dirasakan oleh semua sektor, terutama UMKM yang justru kurang merasakan manfaat.
Ketika belanja pemerintah menurun, daya beli masyarakat juga ikut melemah. Tanpa adanya stimulus atau akselerasi dari pemerintah, dunia usaha kesulitan bertahan. Dalam kondisi seperti ini, pilihan yang paling mudah bagi pelaku usaha untuk bertahan adalah PHK. Sektor yang paling terdampak dalam waktu dekat kemungkinan adalah perhotelan karena banyak kegiatan pemerintah yang dibatalkan atau ditunda.
Nasib proyek strategis nasional?
Beberapa proyek strategis nasional yang seharusnya memberikan dampak ekonomi jangka panjang menjadi tertunda akibat pengurangan anggaran. Misalnya, proyek infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk mendorong perekonomian mengalami keterlambatan. Ini berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi secara keseluruhan.
Solusi yang bisa dilakukan?
Pemerintah sebaiknya lebih realistis dalam menjalankan program ini. Tidak perlu dipaksakan untuk seluruh wilayah sekaligus. Sebaiknya diprioritaskan untuk kelompok masyarakat atau daerah tertentu yang benar-benar membutuhkan.
Selain itu, penting untuk menjaga keseimbangan agar program utama tidak menekan sektor lain yang juga krusial bagi pertumbuhan ekonomi. Jika tidak, kebijakan ini justru bisa menjadi bumerang bagi stabilitas ekonomi dalam jangka menengah dan panjang.
Dapat menimbulkan ketimpangan?
Ada kesan ambiguitas dalam kebijakan ini. Di satu sisi, daerah-daerah dipaksa melakukan efisiensi, tetapi di tingkat pusat, pemerintahan justru terlihat 'gemuk' dengan banyaknya staf ahli dan anggaran yang besar. Publik pun mempertanyakan, mengapa anggaran dipangkas di banyak sektor dengan alasan efisiensi, tetapi di pusat masih terlihat pemborosan.
Soal pelantikan staf khusus kementerian?
Ini yang menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat. Harusnya, jika berbicara soal efisiensi, maka jumlah pejabat atau staf di pemerintahan justru dirampingkan, bukan malah bertambah. Hal ini yang membuat publik geram karena ada kesan bahwa pengurangan anggaran hanya diterapkan di daerah atau sektor tertentu, sementara di pusat justru sebaliknya.
Ini yang disebut inkonsistensi. Masyarakat bisa menilai sendiri bahwa kebijakan yang diambil tidak sejalan. Di satu sisi, daerah dipaksa untuk berhemat, mengurangi staf, dan melakukan efisiensi. Namun, di pusat justru ada pelantikan staf-staf baru yang tentunya membutuhkan anggaran tambahan.
MBG berpotensi diberhentikan?
Program ini merupakan salah satu program unggulan dan janji politik pemerintahan saat ini, sehingga kemungkinan besar tetap akan dijalankan. Pemerintah tentu akan berupaya mencari berbagai cara untuk mendanainya, seperti meningkatkan penerimaan pajak dan memangkas anggaran di sektor lain.
Agar tidak terlalu membebani anggaran?
Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan pemfokusan ulang terhadap program ini. Tidak semua daerah memiliki kebutuhan yang sama. Misalnya, daerah dengan tingkat stunting tinggi memang seharusnya menjadi prioritas penerima program ini. Namun, di daerah lain yang masyarakatnya memiliki daya beli tinggi, program ini bisa ditunda atau disesuaikan agar anggaran tidak terbuang percuma.
Bagaimana sebaiknya efisiensi?
Harus dilakukan secara cermat dan tepat sasaran. Misalnya, pengurangan anggaran bisa dimulai dari pos yang tidak terlalu krusial seperti pengurangan event seremonial, perjalanan dinas yang tidak perlu, dan pengawalan berlebihan. Jika efisiensi dilakukan di sektor yang benar, maka program MBG tetap bisa berjalan tanpa mengorbankan sektor lain yang juga penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Berisiko stagnasi ekonomi?
Ada potensi jika efisiensi dilakukan secara tidak tepat. Meskipun efisiensi dapat menjadi langkah positif, terutama untuk memangkas anggaran yang tidak efisien atau tidak tepat sasaran, penerapannya harus hati-hati. Jika dilakukan secara pukul rata atau ekstrem—misalnya dengan pemblokiran anggaran yang menghambat program-program kementerian—maka banyak sektor ekonomi yang bisa terhambat.
Soal proyek stadion ditunda?
Pemerintah harus transparan dan konsisten dalam kebijakan publiknya. Jika masyarakat diminta untuk bersabar terkait pembangunan infrastruktur di daerah, sementara di pusat justru ada pembengkakan biaya birokrasi, tentu akan menimbulkan ketidakpuasan dan rasa ketidakadilan. Oleh karena itu, pemerintah harus menjaga keseimbangan dalam mengambil keputusan agar masyarakat tetap percaya dan mendukung kebijakan yang diambil.
Memastikan efisiensi berdampak positif?
Mekanisme pengawasan harus diperkuat dan evaluasi harus dilakukan secara berkala, bukan hanya setahun sekali. Jika dalam beberapa bulan kebijakan ini terlihat menghambat sektor tertentu, pemerintah harus berani melakukan koreksi. Pengawasan bisa dilakukan oleh DPR yang memiliki kewenangan untuk mengevaluasi kebijakan ini agar tetap berdampak positif bagi ekonomi nasional.
Ada kaitan mengurangi utang?
Tidak. Saat ini, efisiensi anggaran lebih difokuskan untuk mendanai program prioritas seperti MBG bukan untuk membayar utang negara. Dengan kondisi APBN yang masih defisit, ada dua pilihan utama: menambah pendapatan atau mengurangi pengeluaran. Sayangnya, jika dana dari efisiensi ini masih belum cukup untuk membiayai MBG, lebih bahaya lagi jika terpaksa menambah utang atau meningkatkan pajak.
(Tribun-Timur.com/hasriyani latif)
Cerdas Kendalikan Hama: Ingat, Tikus Itu Cerdas dan Adaptif |
![]() |
---|
Pesan Waisak 2025: Kendalikan Tiga Akar Kejahatan |
![]() |
---|
Cerita Herdianto Marzuki Ketua DPRD Morowali, Alumnus UMI Pilih Ngekos 2 Periode |
![]() |
---|
Kunci Haji Mabrur: Jaga Niat, Pulang Jadi Pribadi Bermanfaat |
![]() |
---|
Aplikasi NITA: Bisa Top Up Kartu hingga Pantau Kondisi Jalan Tol Makassar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.