Opini
Kejujuran dalam Demokrasi: Menguak Temuan Tanda Tangan Palsu di Pilgub Sulsel
Namun, di balik kemeriahan pilkada, terkadang ada sisi gelap yang menodai integritas proses tersebut.
Dimensi Spiritual: Keadilan dalam Pandangan Agama
Selain perspektif intelektual, kita juga perlu melihat persoalan ini dari sudut pandang spiritual.
Dalam Islam, misalnya, pemalsuan tanda tangan adalah bentuk penipuan yang jelas dilarang.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menipu, maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim).
Penipuan dalam bentuk apa pun, termasuk dalam konteks politik, adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kejujuran yang dipegang teguh dalam ajaran agama.
Keadilan dalam agama menuntut agar setiap individu dan kelompok bertindak sesuai dengan hakikat kebenaran.
Menggunakan tanda tangan palsu untuk meraih kekuasaan adalah perbuatan yang merusak tatanan masyarakat yang adil.
Dalam konteks spiritual, setiap keputusan dan tindakan haruslah membawa dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan justru merugikan dan menciptakan ketidakadilan.
Mengarah ke Solusi
Temuan 1,6 juta tanda tangan palsu di Pilgub Sulsel harus menjadi titik balik dalam perjalanan demokrasi Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan.
Ini bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga moral dan spiritual.
Oleh karena itu, pemerintah, partai politik, dan masyarakat harus bersama-sama memastikan bahwa pemilu di Indonesia, termasuk Pilgub Sulsel, berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat dan adil.
Sebagai generasi muda, kita harus berani bersuara dan mengajak semua pihak untuk memperbaiki sistem yang rusak ini.
Kita tidak bisa terus menerus menerima sistem yang penuh dengan manipulasi. Jika kita benar-benar ingin melangkah ke arah demokrasi yang lebih baik, kita harus mulai dengan menjaga kejujuran di setiap tahapan.
Tanpa itu, kita hanya akan terjebak dalam siklus manipulasi dan ketidakpercayaan yang tak ada habisnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.