Pajak Hiburan 40-75 Persen Tetap Berlaku, Pengamat: Perlu Evaluasi Ulang
Hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil terhadap tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Penulis: Rudi Salam | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pajak sebesar 40 hingga 75 persen atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar, dipastikan tetap berlaku di 2025.
Hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil terhadap tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Keputusan ini tertuang dalam putusan No 32/PUU-XXII/2024 terkait pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Abdul Muttalib Hamid menilai, kebijakan dapat memberikan dampak signifikan terhadap sektor hiburan, yang meliputi karaoke, diskotik, dan berbagai bentuk hiburan lainnya.
Dari perspektif ekonomi, kata dia, kebijakan pajak yang tinggi ini bisa mengakibatkan beberapa masalah.
Olehnya, ia meminta pemerintah perlu mempertimbangkan dampak kebijakan ini secara menyeluruh dan mempertimbangkan solusi alternatif yang lebih bijak.
“Mungkin perlu dilakukan evaluasi ulang atas kebijakan pajak ini untuk mencari formula yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terkait,” kata Muttalib, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Rabu (8/1/2025).
Muttalib memaparkan beberapa dampak dari aturan tersebut, salah satunya adalah penurunan pendapatan usaha.
Menurutnya, jika biaya operasional meningkat akibat pajak, banyak usaha mungkin tidak dapat bertahan.
Hal ini pun memungkinkan beberapa usaha hiburan akan terpaksa tutup.
“Ini dapat menyebabkan hilangnya lapangan kerja dan mengurangi kontribusi sektor hiburan terhadap perekonomian daerah,” paparnya.
Selain itu, ia juga menilai sektor hiburan sering kali berkontribusi pada penggerakan ekonomi lokal melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan pajak dari sektor lain.
Jika sektor ini mengalami penurunan, kata dia, dampaknya bisa meluas ke sektor-sektor lain.
Muttalib juga menilai dengan kebijakan pajak yang besar ini, pelaku usaha akan mencari cara untuk mengurangi biaya.
Termasuk pengurangan staf atau pengurangan jam operasional, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kualitas layanan dan pengalaman pelanggan.
“Secara keseluruhan, meskipun pajak merupakan sumber pendapatan penting bagi pemerintah daerah, keseimbangan antara penerimaan pajak dan kesehatan ekonomi sektor hiburan harus dipertimbangkan secara cermat agar tidak menimbulkan dampak negatif jangka panjang,” tambah Muttalib.
Promo SUPER, Bawa Pulang Motor Honda dengan DP Rp1 Juta |
![]() |
---|
6 Hal Harus Diperhatikan Pelajar saat Naik Motor |
![]() |
---|
Berselisih dengan Istri Polisi, IRT Asal Gowa Jadi Tersangka di Polrestabes Makassar |
![]() |
---|
Andi Muhammad Rekrut 49 Pengurus, Lampaui Jumlah Partai NasDem Sulsel |
![]() |
---|
Apa Peran Jufri Rahman? KI Panggil Sekprov Sulsel Sengketa Toserba Pengayoman vs Disnakertrans |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.