Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Glowing Palsu

Sebagian besar produk buatan lokal tersebut positif mengandung merkuri, hidrokuinon, asam retinoat, dan bahan kimia obat (BKO) lainnya. 

|
Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto Glowing Palsu
dok.tribun
Anshar Saud, Dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Sekretaris Dewan Pakar PD Ikatan Apoteker Indonesia Sulawesi Selatan

Oleh: Anshar Saud

Dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Sekretaris Dewan Pakar PD IAI
Sulsel

TRIBUN-TIMUR.COM - Belakangan ini kita banyak disuguhi dengan berita tentang sesuatu yang palsu.

Uang palsu, isu “pilkada palsu”, anak muda palsu, obat palsu, dan banyak rupa palsu-palsu lainnya. 

Beberapa waktu lalu, Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) Makassar bersama Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan merilis enam produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya sekaligus menetapkan tiga tersangka pemilik perusahaan kosmetiknya.

Sebagian besar produk buatan lokal tersebut positif mengandung merkuri, hidrokuinon, asam retinoat, dan bahan kimia obat (BKO) lainnya. 

Memang semuanya mengklaim bahwa wajah penggunanya akan menjadi lebih cerah atau “glowing” dengan produk ini. Tapi berbagai hasil studi menunjukkan bahwa glowing instan yang diperoleh itu membahayakan kesehatan penggunanya.

Sebuah “glowing palsu”. Ditambah lagi drama dan gaya hidup glamor para pelaku usaha ini pun kerap mendapat sorotan.

Ironis, sebuah gaya hidup “palsu” yang bersumber dari menjual ilusi glowing yang palsu kepada masyarakat. 

Dari 66 produk kosmetik yang diuji di Laboratorium BBPOM Makassar itu, enam di antaranya positif mengandung bahan berbahaya, yaitu: Fenny Frans (FF), Ratu Glow/ Raja Glow (RG); Mira Hayati (MH); Maxie Glow (MG); Bestie Glow (BG), dan NRL (Kompas,10/11/2024).

FF Day Cream Glowing dan FF Night Cream positif mengandung merkuri. Kedua produk ini diketahui sudah terdaftar dan memiliki izin notifikasi dari BPOM.

Selain itu, produk RG My Body Slim yang diklaim mengandung bahan alam, positif mengandung bisakodil – obat yang sering diresepkan dokter sebagai obat pencahar. RG Acne & Glowing Night Cream Plus dan RG Whitening Night 

Cream positif mengandung asam retinoat. Khusus produk RG Night Cream Whitening positif mengandung dua bahan berbahaya: hidrokuinon dan asam retinoat.

Sementara produk MH Lightening Skin dan MH Night Cream juga positif mengandung merkuri.

Parahnya, produk ini selain mengandung merkuri juga tidak mengantongi izin edar dari BPOM (Kompas, 8/11/2024).

Sementara itu terdapat enam produk NRL yang positif mengandung merkuri, yaitu: NRL Kosmetik Acne Series, Day & Night Skincare Cream; NRL Kosmetik Flek Series, Day & Night Skincare Cream; NRL Kosmetik Glowing Series, Day & Night Skincare Cream.

Semua produk berbahaya yang disebutkan di atas dapat dicek di laman https://publicwarningkos.pom.go.id/pwkosmetik2021/index.php yang dirilis BPOM.

Fenomena menginginkan kulit wajah yang lebih cerah ini bukan hal baru. Obsesi manusia akan kulit yang lebih putih memang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. 

Memiliki akar budaya, sosial dan ekonomi yang dalam. Kulit yang lebih cerah telah dikaitkan dengan status sosial yang lebih tinggi, kecantikan dan kesuksesan pribadi dan profesional.

Persepsi ini terutama terjadi di Asia, Afrika, Timur Tengah, dan negara-negara Karibia dimana sejarah kolonial dan struktur masyarakat yang diperkuat oleh strategi pemasaran dan periklanan yang agresif (Meena, 2024).

Bahkan menurut World Health Organization 25 persen-80 persen wanita di wilayah ini secara teratur menggunakan produk pencerah kulit. Termasuk wanita di Indonesia dan Sulawesi Selatan

Sayangnya, tidak banyak publik yang tahu bahwa produk kosmetik yang mereka gunakan mengandung bahan berbahaya.

Memang merkuri, hidrokuinon, dan asam kojik dipercaya dapat menghambat enzim tirosinase yang penting untuk pembentukan melanin – pigmen yang memberi warna alami bagi kulit, rambut dan mata kita.

Bahan alami seperti ekstrak licorice, niasinamid, dan vitamin C berfungsi sebagai antioksidan juga menghambat pembentukan melanin.

Walaupun bahan alami ini lebih aman, namun tidak memberikan hasil yang cepat sehingga tidak banyak digunakan.

Hal inilah yang dilihat oleh pelaku usaha kosmetik yang nakal sebagai jalan pintas meraup keuntungan.

Dampak Kesehatan

Hidrokuinon dapat menyebabkan iritasi dan sensitisasi kulit, termasuk rasa terbakar, perih, dan dermatitis alergi.

Penggunaan kronis (hingga 8 tahun) dapat menyebabkan ochronosis (flek biru-hitam) dan milium koloid (bintil-bintil) pada wajah.

Sedangkan asam retinoat dapat mengakibatkan kulit kering, kemerahan, pembengkakan, lepuh, sensasi hangat- rasa terbakar atau menyengat, mengelupas, perubahan warna kulit hingga reaksi kulit yang parah atau menetap. 

Di antara semuanya, merkuri menimbulkan risiko kesehatan yang paling signifikan dari semua bahan krim pencerah kulit.

Dalam produk kosmetik yang disalahgunakan, sering menggunakan bentuk garam anorganiknya berupa merkuri klorida atau merkuri iodida.

Sweetman (2024) menyebutkan bahwa keracunan merkuri cair atau garam merkuri anorganik timbul dari sumber seperti baterai, kosmetik, bahan gigi, peralatan medis, dan pembuatan perhiasan.

Merkuri bentuk cair jika terhirup dapat menyebabkan gangguan pencernaan, termasuk mual, muntah, dan diare; bersifat toksik pada sistem pernapasan dan dapat berakibat fatal.

Keracunan merkuri kronis dapat terjadi dengan menghirup uap merkuri, kontak kulit dengan merkuri atau senyawanya, atau menelan garam merkuri dalam jangka waktu lama.

Keracunan ini ditandai dengan berbagai gejala termasuk tremor, gangguan motorik dan sensorik, kemunduran mental, gejala pencernaan, dermatitis, radang gusi hingga kerusakan ginjal. Garis biru dapat terlihat pada gusi.

Ginjal merupakan salah satu tempat utama akumulasi merkuri dalam tubuh.

Semua bentuk merkuri (cair, anorganik, dan organik) dapat menjadi racun bagi ginjal, meskipun bentuk anorganik adalah yang paling bersifat nefrotoksik.

Dampak Lingkungan

Penggunaan krim kulit yang mengandung merkuri tidak hanya berdampak pada individu yang menggunakan produk ini tetapi juga berdampak pada ekosistem yang lebih luas, yang secara tidak langsung mempengaruhi orang lain yang tidak menggunakannya.

Uap merkuri yang dilepaskan krim dapat merusak barang-barang rumah tangga yang disentuhnya.

Selain itu, merkuri akan terkonsentrasi di tanah, air dan bumi, dimana ia diubah menjadi metilmerkuri organik yang terakumulasi dalam ikan dan kerang-kerangan. Yang pada akhirnya masuk ke dalam rantai makanan manusia.

Konvensi Minamata tentang Perlindungan Kesehatan Manusia dan Lingkungan dari Merkuri (2013) yang diadopsi oleh Indonesia melalui UU No 17 tahun 2017 yang telah mengamanatkan larangan memproduksi, mengimpor dan mengekspor produk termasuk krim dan sabun dengan kandungan merkuri >1 mg/ g.

Namun senyawa yang mengandung merkuri di atas batas ini terus diproduksi dan dijual secara luas. Kekuatan pasar online dan iklan di berbagai platform daring media sosial, diperparah dengan kerangka peraturan yang longgar; dan kurangnya perhatian terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan menjadikannya terus merambah.

Apresiasi untuk BPOM yang telah berbuat banyak. Namun upaya itu terasa belum cukup. Harus proaktif dalam pengawasan pre dan post-market terhadap kosmetika. Tidak perlu lagi menunggu perorangan merilis hasil uji baru ikut bergerak.

BPOM juga telah berkoordinasi dengan unit lainnya seperti Komdigi dan idEa, namun dinilai bisa lebih agresif lagi dalam menurunkan konten (takedown) yang bermuatan penjualan kosmetika berbahaya.

Penegak hukum juga harus lebih tegas dalam menegakkan peraturan perundang-undangan. UU Kesehatan mengancampidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah bagi setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak aman. Jangan sampai publik mempersepsikan bahwa kasus ini dapat dikompromikan.

Tidak hanya pemerintah, akademisi, dan warga masyarakat juga mesti turun tangan, agar kerusakan kesehatan dan lingkungan ini dapat dicegah.

Jika saja pemilik usaha kosmetik nakal itu tahu berapa banyak pengguna yang telah menderita, maka mereka akan merasa malu untuk tetap fleksing di akun medsosnya sampai hari ini. Pun, seharusnya merasa nista membanggakan gelar hajah, haji ataupun gelar profesi kesehatan mereka.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Angngapami?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved