Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Walhi Sulsel: Luwu 39 Kali Diterjang Bencana 2024

Muhammad Al Amin, menyatakan bahwa peluncuran Catahu 2024 ini bertujuan untuk memberikan gambaran objektif mengenai kondisi ekologi

Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Saldy Irawan
BPBD Makassar
Bencana di bibir Sungai Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan 

TRIBUN-TIMUR.COM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan meluncurkan laporan Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2024 dengan tema 'Pesan Keadilan Ekologi untuk Gubernur dan Seluruh Kepala Daerah di Sulawesi Selatan.'

Direktur Walhi Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin, menyatakan bahwa peluncuran Catahu 2024 ini bertujuan untuk memberikan gambaran objektif mengenai kondisi ekologi di Sulawesi Selatan.

"Dengan laporan ini, kami berharap dapat memberikan masukan konstruktif guna mencegah Sulsel menjadi daerah yang rusak dan terus dilanda bencana ekologis," ujar Muhammad Al Amin.

Ia menambahkan bahwa laporan ini juga bertujuan untuk menjadi pesan penting bagi Gubernur Sulsel dan Bupati terpilih, agar kebijakan yang diambil selama masa kepemimpinan mereka dapat menciptakan keadilan ekologi dan kelestarian lingkungan.

Data Walhi Sulsel menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, terjadi 362 bencana ekologis yang terdiri dari 8 jenis bencana, antara lain abrasi, banjir, banjir bandang, puting beliung, tanah longsor, tanah bergerak, kekeringan, dan kebakaran hutan serta lahan.

Kabupaten Luwu tercatat sebagai daerah dengan jumlah bencana terbanyak, yakni 39 kejadian, sebagian besar berupa banjir dan longsor. 

Diikuti Kota Makassar dengan 36 kejadian, yang didominasi oleh banjir dan longsor.

Palopo dan Toraja Utara mencatatkan masing-masing 29 kejadian, sementara Luwu Utara tercatat 26 kasus.

Nurul Fadli Gaffar, salah satu penulis Catahu Walhi Sulsel, mengingatkan bahwa bencana ekologis yang terus meningkat menunjukkan betapa rapuhnya kondisi lingkungan di Sulawesi Selatan.

"Sepanjang tahun 2024, terdapat 362 bencana ekologis dengan total kerugian mencapai 1,9 triliun rupiah," katanya.

Fadli juga menyoroti kondisi Kota Makassar yang sangat rentan terhadap bencana ekologis, akibat pengaruh tiga Daerah Aliran Sungai (DAS), yakni DAS Tallo, DAS Maros, dan DAS Jeneberang, yang kritis dengan tutupan hutan kurang dari 30 persen.

"Krisis air di Utara Kota Makassar, khususnya di Kecamatan Tallo, sangat dipengaruhi oleh kerusakan hutan ini. Selain itu, akses air bersih juga timpang, dengan air lebih banyak dialirkan ke wilayah barat Kota Makassar dibandingkan ke utara," jelasnya.

Fadli menambahkan bahwa temuan analisis spasial Walhi Sulsel menunjukkan penurunan kehilangan hutan di Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur, dari 8.943,90 hektar pada tahun 2019 menjadi 4.373,38 hektar per tahun pada tahun 2021.

Namun, eksploitasi hutan di Pegunungan Tokalekaju terus meningkat, mencapai 10.194,89 hektar per tahun pada tahun 2023.

Zulfaningsih HS, salah satu penulis laporan, mengungkapkan bahwa ekspansi Izin Usaha Pertambangan di Rimba Terakhir Sulawesi Selatan, terutama di sekitar Kompleks Danau Malili dan Danau Towuti, semakin meningkat setiap tahun. 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved