Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pelecehan Seksual

Curhat Seorang Perempuan Kena Teror Pelecehan di Sosmed Tapi Polisi Acuhkan Laporannya

SI menjelaskan, dugaan pelecehan secara verbal itu terjadi saat oknum mahasiswa yang tidak dikenalinya mengirimkan pesan melalui instagram.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Alfian
ist
Ilustrasi pelecehan - Seorang perempuan di Makassar diduga jadi korban pelecehan verbal di media sosial. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wanita berinisial SI (23) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengaku jadi korban dugaan teror pelecehan yang dilakukan oknum mahasiswa di salah satu kampus swasta.

Dugaan pelecehan lewat pesan Instagram itu, hendak dilaporkan ke Polrestabes Makassar, Senin (16/12/2024).

Namun, SI mengaku, laporannya ditolak lantaran dianggap belum cukup bukti.

SI menjelaskan, dugaan pelecehan secara verbal itu terjadi saat oknum mahasiswa yang tidak dikenalinya mengirimkan pesan melalui media sosial Instagram.

Namun, pesan Instagram yang masuk ke akun milik SV, dianggap tak pantas dan terkesan melecehkan.

"Pelaku itu sepertinya sudah lama follow (mengikuti) Instagram saya. Tapi dia (pelaku) sudah sering kali DM (direct message)," kata SI kepada wartawan, Selasa (17/12/2024).

"Pelaku DM saya dengan kata-kata yang tidak pantas menurut saya apalagi kami berdua tidak saling kenal," sambungnya.

Lebih lanjut SI menjelaskan, harkat martabatnya sebagai perempuan terkesan direndahkan oleh pesan oknum mahasiswa itu.

"Pelaku DM saya dengan kalimat 'Butuh uang ?, Bank apa rekeningta ? Mauko?, saya bayarkan ?'," ucap dia.

"Saya risih dengan DMnya itu akhirnya menanyakan apa maksud DMnya itu, sampai saya ajak ketemu buat dengar dia (pelaku) klarifikasi secara langsung," ungkapnya.

Baca juga: 15 Ormas dan IKA Pesantren Hj Haniah Beri Dukungan ke Terduga Pelaku Pelecehan 20 Santriwati

SI mengungkapkan bahwa pelaku bahkan melakukan pengancaman terhadap dirinya saat SI hendak meminta klarifikasi maksud pesan yang dikirimkan oleh pelaku. 

"Dia (pelaku) malah mau adu jotos lah, mengancam mau santet, bahkan selain itu banyak DMnya yang sangat tidak sopan tapi dia tarik (hapus) DMnya, selain itu kata-kata tidak pantas banyak dia lontarkan melalui telfon serta pengancaman," beber SI.

Apa yang dialami SI, sempat ramai di media sosial Instagram dengan memperlihatkan isi chat oknum mahasiswa tersebut.

Setelah berfikir panjang, SI pun memberanikan diri untuk membuat laporan polisi ke Mapolrestabes Makassar atas dugaan pelecehan yang dialami. 

SI ditemani rekannya pun datang ke Mapolrestabes Makassar, Senin kemarin.

Namun kata SI, laporan yang hendak dibuatnya ditolak polisi lantaran tidak mempunyai cukup bukti. 

"Itu semalam saya pergi melapor tapi dianggap pihak kepolisian tidak termasuk pelecehan. (Laporan) ditolak, karena katanya bukan pelecehan. Polisi bilang cari dulu bukti, karena ini masih multitafsir," keluhnya.

SI pun mengaku kecewa dengan sikap pihak kepolisian yang tidak menerima laporan dugaan pelecehan tersebut 

Ia berharap agar mendapatkan keadilan atas peristiwa yang dialaminya. 

"Saya ini perjuangkan tentang keadilan, apakah memang harus proses hukum atau bagaimana, intinya keadilan yang saya perjuangkan. Saya tadi malam menangis pas dia (polisi) bilang tidak termasuk pelecehan," beber SI. 

Terpisah, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar Iptu Hartawan mengaku belum bisa berkomentar banyak terkait keluhan SI.

"Mungkin ada kendala sewaktu di piket sehingga diarahkan untuk melengkapi bukti agar kuat laporannya," ucapnya.

20 Santriwati di Maros Dilecehkan Guru

Kepolisian Resort Maros terus melakukan penyelidikan terhadap AH (40) guru di salah satu pesantren di Kecamatan Simbang yang diduga melecehkan santriwatinya.

KBO Satreskrim Polres Maros Iptu Mukhbirin mengatakan berdasarkan informasi korban dan keluarga, diketahui sudah ada 20 santriwati yang menjadi korban.

Namun, dari 20 korban tersebut hanya satu orang akhirnya melaporkan insiden tersebut ke polisi.

“Korban semuanya 20 orang namun tidak semuanya melapor hanya beberapa saja datang melapor untuk mewakili yang lain,” sebutnya.

Terduga pelaku diduga telah menjalankan aksinya dalam dua bulan terakhir.

“Dalam rentang waktu Oktober sampai November,” sebutnya.

Ia mengatakan pelaku melakukan aksinya saat korban mengumpulkan hafalan.

Aksi tersebut terjadi di dalam ruang kelas dan lingkup pondok pesantren.

“Ketika mengumpulkan hafalan santriwati itu ada dipegang pundaknya bahkan ada yang sampai masuk ke dalam baju ada yang dipegang pahanya,” bebernya.

Santriwati yang menjadi korban pun akhirnya saling berkomunikasi, hingga diketahui jumlah korban mencapai 20 orang.

“Rata-rata  korban masih berusia 13-14 tahun,” tutupnya.

Saat ini pihak kepolisian masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap terduga pelaku.

Kampus Negeri Rawan Pelecehan Seksual

Kasus kekerasan seksual di dalam kampus masih marak terjadi.

Ironisnya, pelakunya dominan adalah oknum dosen yang sejatinya menjadi panutan para mahasiswa.

Berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, sejak 2023 hingga tahun 2024, beberapa laporan masuk ke LBH Makassar untuk ditindaklanjuti.

Staf Perempuan, Anak, dan Disabilitas LBH Makassar, Nunuk Parwati Songki mengatakan, laporan mengenai kekerasan seksual di kampus tersebut telah menjadi perhatian LBH Makassar.

Baru-baru ini, LBH mendapat empat laporan kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswi di salah satu kampus negeri di Makassar.

Kasus-kasus itu diduga melibatkan pelaku dari kalangan civitas akademika, terutama dosen.

Dari empat kasus itu, satu di antaranya telah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa.

Pelaku kasus ini adalah seorang dosen.

"Tipologi pelaku adalah civitas akademika kampus. Salah satu kasus yang sedang berjalan saat ini melibatkan seorang dosen," kata Nunuk kepada wartawan, Selasa (8/10).

Nunuk mengatakan, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, LBH Makassar menerima empat permohonan bantuan hukum terkait kekerasan berbasis gender di kampus negeri tersebut.

Permohonan pertama diajukan pada awal tahun 2024 dengan nomor 0018/DK/LBH Makassar 01/2024, diikuti oleh permohonan kedua 0097/DK/LBH Makassar 06/2024, permohonan ketiga 0081/DK/LBH Makassar 06/2024, dan permohonan terakhir 0036/DK/LBH Makassar 2023.

Temuan ini menunjukkan adanya permasalahan sistemik dalam birokrasi kampus.

Berdasarkan penelusuran Tribun, sejumlah kasus pelecehan seksual di dalam kampus, menjadikan mahaiswi dan mahasiswa sebagai korban.

Tak hanya di kampus negeri yang heterogen, kampus dengan jargon agama juga tak luput dari kasus pelecehan seksual.

Tahun 2023 lalu, di Kampus UIN Alauddin Makassar, ada 10 mahasiswa yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang notabene adalah laki-laki.

Sebagian mahasiswa mengatakan bahwa pelaku adalah staf di salah satu fakultas.

Namun pihak kampus membantah dengan mengatakan pelaku adalah alumni UIN Alauddin Makassar

Modusnya adalah, pelaku menawarkan bantuan untuk membuat kelengkapan tugas skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir.
Hingga saat ini, kasus tersebut seperti menguap.

Pelaku tak tersentuh hukum.

Juni 2024 lalu, di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas), empat mahasiswi mengaku menjadi korban pelecehan seksual dari seorang oknum dosen.

Dosen tersebut juga menjabat sebagai kepala departemen. 

Kasus tersebut telah ditangani oleh PPKS Unhas. Hasilnya, setelah dilakukan chroscheck, pelaku mengakui sebagian tuduhan yang diarahkan kepadanya, sebagian lagi dibantah.

Meski demikian, pihak kampus bertindak cepat dengan menonaktifkan pelaku dari aktivitas bimbingan akademik.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved