Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Mubha Kahar Muang

Perubahan UUD 1945, Saatnya Kaji Ulang UU 2002 Setelah 20 Tahun Berlaku

Setelah UUD 1945 diamandemen, presiden dipilih langsung rakyat sehingga MPR RI tidak lagi berwenang meminta atau menolak pertanggungjawaban presiden

Editor: AS Kambie
dok.tribun
Mubha Kahar Muang, Anggota FKP DPR RI 1987-1992-1997-1998 

Oleh: Mubha Kahar Muang
Anggota FKP DPR RI  1987-1992-1997-1998

TRIBUN-TIMUR. COM - Bangsa Indonesia sudah melaksanakan dua landasan pengelolaan negara yaitu UUD 1945 dan UUD 1945 yang telah diamandemen, atau UU 2002.

Dua puluh dua tahun setelah berlakunya UU 2002 adalah waktu yang lebih dari cukup untuk dapat  menilai mana dari landasan tersebut  yang lebih baik dan tepat untuk negeri ini dan sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa ini.

Yang paling menonjol dari perubahan landasan tersebut adalah Sistim Pemilihan Presiden dan Penentuan Arah Pembangunan serta Rencana Pembangunan.

Pemilihan presiden sebelum perubahan UUD 1945 adalah melalui MPR RI, sedang yang digunakan setelah UUD 1945 diamandemen adalah melalui Pemilihan Langsung.

Model pemilihan presiden setelah perubahan UUD 1945, diikuti pula dengan pemilihan kepala daerah, membuat peran partai menguat tetapi bukan dalam menciptakan kader- kader pemimpin seperti lazimnya di negara yang melaksanakan model yang sama.

Idealnya partai berperan menciptakan kader pemimpin baik di tingkat pusat, lokal serta legislatif di semua jenjang.

Fakta yang terjadi setelah perubahan tersebut, menggiring partai lebih fokus kepada bagaimana mengusung calon pemimpin pusat dan daerah.

Apakah itu berasal dari kader partai pengusung, kader partai lain atau bukan kader partai.

Karena calon pemimpin baik pusat maupun daerah harus didukung oleh partai yang memiliki sejumlah tertentu kursi di dewan sehingga  ketercukupan suara partai sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik berat dalam menyiapkan calon pemimpin. 

Sehingga partai yang berperan dalam penentuan calon pemimpin.

Akibat lainnya, karena dalam proses pemilihan pemimpin perlu ketercukupan suara partai, pihak pemilik modal juga terdorong memanfaatkan kesempatan berinvestasi dengan ikut membiayai transaksi ganti rugi biaya partai atau lazim disebut “mahar partai” bahkan termasuk biaya pemenangan calon.

Membangun dan merawat partai memang memerlukan sumberdaya yang cukup besar sehingga partai yang mengusung calon diluar kadernya terkadang memerlukan ganti rugi biaya. 

Belum lagi biaya pemenangan calon.

Jika sang calon tidak memiliki sumber daya internal dimaksud, perlu dukungan pihak luar yaitu pemodal.

Ikutnya pemilik modal membiayai transaksi ganti rugi biaya partai ataupun biaya pemenangan calon sudah merupakan  indikasi KKN karena dapat mendorong munculnya KKN, dan oligarki.

Di sisi lain sebagian masyarakat kita belum memiliki  pemahaman yang merata keterkaitan antara masa depan negeri dengan pemimpin yang dipilih baik pusat maupun daerah begitu juga dengan anggota legislatif di semua jenjang, sehingga  dalam menentukan pilihan dalam praktik bisa tergantung mana yang lebih memberi keuntungan walau sesaat.

Karena itu pemilihan langsung kadang berubah menjadi ajang beli suara. Akibatnya biaya pemilihan semakin membebani calon baik untuk pemilihan pemimpin pusat, lokal dan legislatif di semua jenjang.

Praktik tersebut diduga salah satu penyebab beberapa tokoh kita di eksekutif dan legislatif yang melakukan praktik korupsi untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan atau akan dikeluarkan  untuk ikut pemilihan atau mempersiapkan biaya untuk pemilihan berikutnya.

Dampak tersebut sangat bertentangan dengan semangat menciptakan pengelola negara yang bersih dan bebas KKN sesuai amanat Tap MPR RI No XI/MPR/1998.

Faktor mendasar lainnya akibat dari perubahan UUD 1945, adalah Penentuan Arah Pembangunan atau disebut Garis Besar Haluan Negara ( GBHN ) yang  diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang kemudian menjadi acuan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahunan,  bukan lagi merupakan aspirasi masyarakat yang dibahas dan disusun oleh wakil rakyat yang diwakili oleh Anggota MPR RI, yang terdiri dari Anggota DPR RI, Utusan Daerah dan Utusan Golongan, sehingga kontribusi masyarakat ditiadakan dalam ikut serta menentukan arah pembangunan bangsa dan rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Visi negara ditetapkan bukan lagi ditentukan oleh rakyat melalui wakilnya di MPR RI yang disusun berdasar musyawarah mufakat sesuai amanat butir keempat Pancasila. 

Setelah UUD 1945 diamandemen, presiden dipilih langsung oleh rakyat sehingga MPR RI tidak lagi berwenang meminta atau menolak pertanggungjawaban presiden.

Kalaupun MPR RI bermaksud melakukan pemberhentian presiden, prosesnya panjang. DPR RI memutuskan, lalu mengajukan permintaan ke MK,   keputusan MK kembali lagi ke DPR RI, jika MK menyetujui, DPR RI bersidang untuk menyampaikan usul ke MPR RI. Prosesnya selain memakan waktu lama praktiknya belum tentu bisa terlaksana.

Tujuan kemerdekaan Indonesia menurut UUD 1945 adalah negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Namun, setelah hampir seperempat abad perubahan UUD 1945, Adil dan Makmur bagi seluruh rakyat Indonesia bukan semakin dekat tetapi semakin seperti menggantung di langit yang sulit digapai.

Begitu pula dengan Tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang jelas tertuang di alinea ke 4  UUD 1945 yang bertujuan antara lain, Memajukan Kesejahteraan Umum dan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa juga semakin jauh dari harapan.

Sumber Daya Alam dan lahan, yang merupakan karunia Yang Maha Kuasa untuk negeri ini dalam praktik seakan milik pemerintah bukan milik negara, sehingga pemerintah berkuasa penuh dalam pengaturan dan pengelolaannya.

Akibatnya, tujuan untuk sebesar - besarnya kemakmuran rakyat, terabaikan bahkan jauh menyimpang.

Karena itu solusi terbaik bangsa ini adalah kembali menggunakan UUD 1945 sebagai landasan pengelolaan negara yang sudah dipersiapkan dengan seksama oleh pendiri negeri ini. 

Kemudian dibahas secara komprehensif perbaikan yang  yang dianggap perlu dan mendasar.

Pilihan kembali ke UUD 1945 adalah langkah yang mendesak dimana yang memilih presiden dan wakil presiden serta yang menetapkan konstitusi adalah MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara.

Begitu pula  penyusunan Arah dan Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah, yang menjadi keputusan Ketetapan MPR RI  yang menjadi pedoman, acuan  pengelolaan bangsa dan negara bagi siapapun yang terpilih menjadi pemimpin, dan menjadi acuan bagi anggota dewan dalam mengawasi pengelolaan negara.

Bentuk pemilihan pemimpin dan penyusunan Arah dan perencanaan pengelolaan bangsa dan negara seperti diatas sesungguhnya sudah dirancang  merupakan perwujudan Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. 

Mari berjuang mendorong semua pihak untuk mengembalikan Konstitusi kita, UUD 1945.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved