Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dirjen Kebudayaan RI Bareng Aktivis Sulsel Kaji Isu Masyarakat Adat dan Kedaulatan Alam

Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan RI menggandeng Jaringan Gusdurian Sulawesi Maluku Papua (Sulampua) melaksanakan diskusi publik

Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM
Isu masyarakat adat dan kedaulatan alam menjadi perbincangan serius di Aula Kantor Kemenag Makassar, Minggu (13/10/2024). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Isu masyarakat adat dan kedaulatan alam menjadi perbincangan serius di Aula Kantor Kemenag Makassar, Minggu (13/10/2024) sore.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan RI menggandeng Jaringan Gusdurian Sulawesi Maluku Papua (Sulampua) melaksanakan diskusi publik

Temanya Kedaulatan Alam dalam Vernakularitas masyarakat adat Sulawesi Selatan.

Koordinator Wilayah Gusdurian Sulampua, Suaib A Prawono mengaku masalah lingkungan merupakan isu yang dihadapi dari masa ke masa.

"Soal isu lingkungan bukan isu baru bagi masyarakat lokal. Jauh sebelum sudah bicarakan soal isu lingkungan," jelas Suaib.

"Kita masuk era keserakahan dalam mengelola lingkungan. Bukan lagi pemansaaan global tapi pemanasan mendidih," lanjutnya.

Stafsus Dirjen Kebudayaan Lambertus Berto Tukan mengaku gerakan diskusi harus dimassifkan sebagai kajian penting dalam menjaga kelestarian alam.

Diriny menyebut kondisi lingkungan alam di Indonesia semakin kritis.

Padahal dalam kebudayaan lokal, disebutnya selalu ada solusi terhadap persoalan alam.

"Kebudayaan lokal kita memiliki banyak ritual, kearifan lokal bahwa manusia itu hidup dekat alam dan harmonis," jelasnya

Di momentum saat ini, Lambertus Berto Tukan mengaku sudah saatnya untuk mengkaji tentang masyarakat adat.

Hal itu menjadi penting sebab ada masa transisi kepemimpinan didepan mata.

Sehingga ide-ide tentang masyarakat adat dan lingkungan harus diteruskan ke pemimpin selanjutnya.

"Kita mendorong adanya pokok pikiran kebudayaan daerah dan lain sebagainya diskusi ini banyak dilakukan kita ingin supaya para teman-teman kita calon kepala daerah juga melihat kebudayaan didalam pembangunan daerah. Jadi diskusi ini diharapkan bisa sampai ke telinga mereka," ujarnya.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Muhammad Asri mengaku masyarakat adat getol mempertahankan hutan sebab alasan tertentu. 

Diantranya keyakinan terhadap kearifan lokal sebagai ajaran leluhur yang mampu menjaga harmonisasi alam.

"Kearifan lokal dan hukum adat yang mereka fungsukan sehingga menjaga lingkungan sekeliling," katanya.

Sementara itu, Ketua INLA Sulsel Nelly Suciady menyoroti limbah rumah tangga yang punya pengaruh besar terhadap gas rumah kaca.

Ujungnya berpengaruh terhadap pemanasan global.

"Dari sampah-sampah organik, dari ibu-bu dan bapak-bapak. Limbah rumah tangga itu perannya lebih besar dari lainnya," kata Nelly.

"Sampah kita 900 ton per hari masuk ke TPA, kalau sedikit katanya. Dari 900 ton 60 persen diantaranya sampah organik sisa makanan. Betapa kita menyianyiakan berkah, dan merusak alam kita," sambungnya.

Hal ini menjadi perhatian Nelly untuk edukasi ke masyarakat tentang pentingnya menjaga alam.

Dalam diskusi ini turut hadir Peneliti BRIN Syamsurijal Adhan, Direktur LAPAR Sulsel Muhammad Iqbal Arsyad dan Walhi Sulsel Rahmat Kottir(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved