Opini
Pemilih Kritis: Perspektif Hadis
Peran pemilih kritis menjadi sangat penting untuk mewujudkan demokrasi yang sehat dan berkualitas.
Hadis ini memiliki relevansi kuat dalam konteks pemilu saat ini.
Ketika pemilih menyerahkan amanah kepemimpinan kepada orang yang tidak ahli, tidak berkompeten, atau tidak memiliki integritas, maka berisiko menghadapi kerusakan dalam tata kelola pemerintahan, kebijakan publik, dan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, juga mengingatkan masyarakat untuk memilih pemimpin dengan hati-hati, berdasarkan kriteria keahlian, amanah, dan kemampuan memimpin, bukan semata-mata berdasarkan popularitas atau janji-janji kosong.
Menjadi pemilih kritis, dalam perspektif hadis, bukan hanya tentang menggunakan hak pilih, tetapi juga tentang bagaimana memilih dengan bijaksana, bertanggung jawab, dan tidak hanya berdasarkan program politik mereka, tetapi juga integritas, kompetensi, dan komitmen mereka terhadap kemaslahatan rakyat.
Hadis lain yang relevan dengan pemilu adalah yang berkaitan dengan keadilan dan kejujuran dalam kepemimpinan.
Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.”
Hadis ini menekankan bahwa pemimpin harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.
Dalam konteks pemilu, ini dapat diartikan sebagai pentingnya memilih kandidat yang memiliki visi dan komitmen untuk melayani masyarakat, bukan mereka yang hanya mencari kekuasaan atau keuntungan pribadi.
Pemimpin bukanlah sekadar posisi otoritas atau kekuasaan, tetapi lebih merupakan amanah yang mengharuskan pemimpin untuk melayani rakyatnya.
Seorang pemimpin yang baik harus memahami bahwa tugas utamanya adalah untuk mengabdi kepada umat dan melayani kepentingan mereka, bukan sebaliknya.
Dalam pelaksanaan pemilu, integritas dan kejujuran juga menjadi hal yang sangat penting.
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim menyebutkan, “Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke surga, dan Jauhilah kebohongan, karena kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan ke neraka.”
Prinsip kejujuran ini sangat relevan dalam konteks pemilu, baik dalam proses kampanye, pemungutan suara, maupun penghitungan hasil.
Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun hadis-hadis tersebut memberikan prinsip-prinsip yang relevan dengan pemilu, penerapannya dalam konteks kekinian memerlukan interpretasi dan adaptasi yang bijaksana.
Sistem pemilu dengan segala tantangannya, tentu tidak ada pada zaman Rasulullah saw.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.