Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kisah La Pateddungi Batara Wajo III alias Petta Mabboco-BocoE ri Sengkang, Incar Wanita Bersuami

Sekira 100 tahun sebelum, Datu Ribandang datang menyebarkan Islam di Semenanjung selatan Sulawesi.

Kolase Tribun-Timur.com
Awal September 2024 lalu, pada sebuah seminar internasional Karakter Kepemimpinan Bugis-Makassar; 4 Ethos-4 Jusuf di Unhas, antropolog Unhas, Prof Dr Nurhayati Rahman, mengungkap penggalan kisah Batara Wajo III, dengan nama La Pateddungi To Samallangi. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Babad Bugis ini dikisahkan abad 15 Masehi.

Sekira 100 tahun sebelum, Datu Ribandang datang menyebarkan Islam di Semenanjung selatan Sulawesi.

Alkisah, kerajaan itu makmur sentosa.

Sungainya bermuara di Teluk Bone.

Sawah, pangan dan perkebunan rakyatnya subur dari aliran danau Tempe.

Kebutuhan sandang warganya dari hasil tenunan, sutra.

Warganya pandai berniaga, tekun belajar, dan saling hormat menghargai.

Wilayahnya dikenal dengan Wajo. 

Rajanya disebut dengan "Batara Wajo". 

Mereka dari warga merdeka. Dipilih atas kesepakatan dewan adat, atas aspirasi rakyatnya.

Struktur dewan adat-rakyat berjenjang hingga ke level kampung. 

Mereka yang didaulat jadi Batara, jelas silsilah dan reputasi moyangnya.

Mereka memimpin dengan teladan. Itulah kenapa mereka berwibawa, adil, sakti, dan dijunjung rakyatnya. 

Kemakmuran, keadilan dan demokarasi Bugis ala Wajo ini, dibukukan oleh Prof Dr Andi Zainal Abidin Farid dengan judul Wajo Abad XV-XVII (Alumni Bandung; 1985).

Awal September 2024 lalu, pada sebuah seminar internasional Karakter Kepemimpinan Bugis-Makassar; 4 Ethos-4 Jusuf di Unhas, antropolog Unhas, Prof Dr Nurhayati Rahman, mengungkap penggalan kisah Batara Wajo III, dengan nama La Pateddungi To Samallangi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved