Opini
Dwidasawarsa Jenderal M Jusuf Pergi: Dua Misteri Tetap Misteri
Ketika Mayjen TNI Zainal Basrie Palaguna (alm.) menjabat Panglima Kodam VII Wirabuana (kini Kodam XIV Hasanuddin) (1991-1993)
Sekitar 500m dari rumah saya. Pertanyaan susulan yang ingin saya ajukan tidak kesampaian.
Dua misteri
Kepergian Jenderal Jusuf menitipkan dua misteri yang hingga kini tidak terjawab dan akan tetap menjadi pertanyaan tak terjawab.
Pertama, adalah makam Qahar Muadzakkar. Lantaran makamnya tidak ada, segelintir orang di Sulsel percaya bahwa Qahar Mudzakkar masih hidup.
Malah ada yang mengatakan, La Domeng, panggilan Qahar di kampungnya karena suka main domi, masih hidup dan tinggal di luar negeri.
Suatu hari pada tahun 2010 awal, saya mewawancarai Harun Rasyid Djibe (alm.), salah seorang wartawan senior yang termasuk salah seorang yang pernah meliput jalannya Operasi Kilat yang dipimpin M Jusuf.
Ketika Qahar Mudzakar tewas tertembak oleh Kopral Sadeli, pagi hari 3 Februari 1965 di tepi Sungai Lasolo, Sulawesi Tenggara, saat mayatnya disemayamkan di RS Pelamonia, Harun Rasyid Djibe termasuk salah seorang wartawan yang menyaksikan mayat tersebut.
Wartawan lainnya (yang saya tahu) adalah L.E.Manuhua dan B.Ph.M.Rompas (wartawan PR yang selalu ‘embeded’ -- menempel pada pasukan -- M.Jusuf selama Operasi Kilat), dan Dien Monoarfa (alm.) yang saya wawancarai, juga awal tahun 2010.
Mengetahui Harun Rasyid Djibe wartawan yang dekat dengan Jenderal Jusuf, dengan nada terdengar berkelakar (meskipun niatnya serius), saya bertanya perihal makam Qahar.
Harun Rasyid Djibe menjelaskan, ada dua helikopter yang mengudara ketika mayat Qahar diangkut pada hari itu. Namun tidak jelas helikopter mana yang berisi Qahar.
“Tetapi kami wartawan yang meliput kedatangan mayat Qahar tahu di mana dia dimakamkan. Hanya, kami sudah disumpah. Tidak boleh mengatakan kepada siapa pun,” tegas Harun Rasyid Djibe kepada saya dalam suatu wawancara di kediamannya Perumahan Fajar di Kelurahan Antang suatu sore yang membuat cerita lokasi makam Qahar tetap menjadi misteri hingga ini.
Cerita kedua, tentang Surat Perintah 11 Maret 1966. Ini pun dikisahkan Pak JK dalam seminar itu. Saya kutipkan cerita Pak JK.
“Sekali waktu, Jenderal Jusuf mengatakan kepada saya. Kau mau lihat itu Super Semar. Kau datang besok sore di rumah di Jakarta,” kata Jenderal Jusuf yang dikabulkan Pak JK keesokan hari.
“Ah…nanti kau cerita lagi, tidak usah kau lihat,” kata Jusuf yang tiba-tiba berubah pikiran seperti ditirukan JK.
Atmadji Sukarkidjo juga menulis kisah Pak JK ini di halaman 185 bukunya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.