Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Arus Balik Kebudayaan: Semesta Manusia dan Kosmologinya

Mendirikan Pustaka Bergerak; sebuah inisiatif kebudayaan yang menjangkau berbagai pelosok negeri.

Editor: Sudirman
Ist
M Fadlan L Nasurung Yayasan Nalarasa 

Oleh: M Fadlan L Nasurung

Yayasan Nalarasa

TRIBUN-TIMUR.COM - Semesta Manusia penulis pinjam dari judul buku Nirwan Ahmad Arsuka, seorang manusia Bugis yang memilih jalan sunyi untuk bangsanya.

 Mendirikan Pustaka Bergerak; sebuah inisiatif kebudayaan yang menjangkau berbagai pelosok negeri.

Pahlawan literasi itu wafat pada Agustus 2023. Jasadnya mati, namun spiritnya tetap hidup mengilhami jiwa anak-anak muda penggerak literasi.

Misteri Manusia

Para penganut teori evolusi materialistik sedang berupaya sekuat tenaga untuk membuktikan bahwa manusia bermula dari materi-materi super renik yang terus berubah dan berkembang menjadi bentuk-bentuk materi yang lain dalam kurun waktu sejarah, hingga menjadi manusia modern (homo-sapiens). 

Darwinisme masih menjadi arus utama corak teori evolusi dalam sains modern.

Harus diakui sains memang dapat membedah realitas empirik dengan jeli dan cermat, meskipun tidak selalu benar dalam kesimpulannya.

Kehadiran awal manusia secara materi adalah misteri. Sastra I Lagaligo misalnya, menceritakan asal usul manusia dengan sangat mitologis.

Mula-mula ia muncul dari rumpun bambu pettung/betung (To Pattung); Sawe Ri Gading. 

Ada apa dengan bambu betung? Penelitian dan pengkajian dengan ragam pendekatan dapat membuka tabir rahasia di balik rumpun bambu betung dan keutamaan-keutamaannya.

Di Tana Luwu, masih ada rumpun keluarga yang tidak dibolehkan (pamali) memakan tunas bambu betung (rebung) untuk menhormati muasal kemunculan leluhurnya. 

Penelitian berbasis sains-empiris (terutama arkeologi) tahap demi tahap akan mengungkap misteri asal-usul manusia dan migrasinya.

Sejauh ini, aksioma migrasi manusia Nusantara masih berkutat dalam dua arus utama; out of Afrika dan out of Taiwan.

 Kawasan karst Maros - Pangkep yang telah ditetapkan sebagai Taman Bumi (Geopark) oleh UNESCO pada tahun 2023, menyimpan misteri migrasi manusia puluhan ribu tahun lalu.

Jejak kepurbaan itu, terus mengundang kedatangan para ilmuwan dari berbagai negara.

Tinggalan arkeologis serupa, sebenarnya juga terdapat di kawasan gunung batu karst Kabupaten Enrekang.

Penelitian dengan istrumen ilmu pengetahuan muktahir, boleh jadi akan mengungkap temuan-temuan tak terduga, di balik belantara mitologi yang selama ini dianggap tak masuk akal oleh orang-orang yang mendaku rasional. 

Beberapa tahun terakhir penelitian geologi dan klimatologi (siklus iklim purbakala) juga tengah berlangsung di kawasan danau purba Matano dan Towuti Luwu Timur, di ujung utara-timur Sulawesi Selatan. 

Penulis seringkali bertanya-tanya; Mengapa Sulawesi menjadi tujuan penelitian-penelitian penting yang terkait dengan rahasia terpendam dari kehidupan di bumi di masa lalu? 

Kosmologi Semesta

Manusia adalah makhluk tiga dimensi; ruh, jiwa, jasad. Semesta adalah alam tiga dimensi; transendental, spiritual, material.

Jasad-material berproses melalui panca indera yang terhubung dengan gerak partikel-partikel (atom) di alam semesta (naluri).

Jiwa-spiritual bekerja melalui sistem saraf (neuron) yang terhubung dengan pancaran gelombang magnetik semesta (intuisi).

Ruh-transendental hadir dalam realitas tunggal/singular (nurani) terhubung energi semesta yang padu dan utuh (oneness). 

Jasad-material mengalami perubahan (evolusi) terus-menerus seiring perubahan materi-materi di alam raya.

Jiwa-spiritual mengalami perubahan (evolusi) terus menerus seiring bertambahnya pengalaman hidup dan informasi-pengetahuan.

Sedangkan ruh-transendental tiada pernah berubah, tetap seperti sediakala.

Jasad-material melalui panca indera mampu menangkap proyeksi bentuk, warna dan suara serta rasa secara partikular (semuanya berbeda dan tidak ada satupun yang sama).

Jiwa-spiritual mampu menjangkau makna-makna abstrak yang menjadi bahan dasar pikiran (rasio) menciptakan imajinasi visual dan bahasa konseptual.

Sedangkan ruh-transendental terhubung dengan pola-pola dasar (arch) dan siklus kehidupan universal. 

Penting dipahami, pikiran adalah entitas yang berbeda dengan jasad, jiwa dan ruh.

Ia makhluk yang bebas, merdeka dan berdaya cipta (kreatif). Meski demikian, pikiran bukanlah entitas yang dapat bekerja secara mandiri.

Ia butuh menyandarkan diri pada jasad, jiwa dan ruh untuk beroleh kesadaran (mindfulness). 

Ketiga realitas tersebut, bukanlah pangkal dan puncak misteri semesta.

Sebab, misteri sesungguhnya memang tidak akan pernah bisa ditembus oleh daya nalar manusia yang terbatas pada imajinasi-visual dan bahasa-konseptual.

Misteri itu hanya bisa dialami, saat seseorang diberi anugerah menembus ketiadaan. Kala fungsi-fungsi otak berhenti bekerja; kosong/hampa.

Setiap bahasa/konsep/logos memiliki tiga lapisan (matra) makna yang mewakili kosmologi tiga dunia; makna yang dapat ditangkap oleh indera (material), makna yang mampu dijangkau oleh rasio (intelektual), dan makna yang terhubung dengan dimensi rasa (spiritual).

Ketiga matra tersebut dapat dijelaskan secara konseptual oleh mereka yang memahami dasar-dasar filsafat; ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Perbincangan perihal hakikat realitas dalam tradisi filsafat Yunani disebut onto-logos (ontologi).

Ajaran filsafat kebudayaan Tana Luwu, juga mengenal konsep serupa; Onto-Luwu, disebut sebagai Wotu.

 Wotu adalah penanda wilayah adat di Kabupaten Luwu Timur kini.

Menariknya, di kabupaten Bantaeng yang berjuluk Butta Toa (negeri purba), juga terdapat mitologi yang dikenal dengan tujuh To Manurung Ri Onto.

Apakah ini hanya kebetulan bahasa semata? Adakah sesuatu yang disebut kebetulan itu?

Sudah saatnya kita sebagai anak negeri, menapaktilasi penanda ilmu pengetahuan leluhur itu secara kritis-reflektif. 

Homo-Spiritual

Mengapa penulis berangkat dari uraian ini? Semata-mata untuk mengingatkan kembali bahwa manusia mulanya adalah homo-spiritualis (manusia spiritual) yang berevolusi menjadi homo-sapiens (manusia modern).

Manusia sapiens sejak beberapa ratus tahun belakangan berevolusi menjadi homo-materialis (rasio-sentris), lalu melanjutkan evolusinya menjadi homo-deus (meminjam istilah Yuval Noah Harari), dewa penghancur (antroposen). 

Mitologi modern mengimajinasikan kehidupan manusia yang semakin maju dengan capaian-capaian gemilang sains-teknologi sebagai buah kecanggihan pikiran.

Sedangkan mitologi agama-agama mengabarkan kehidupan dunia yang bergerak menuju krisis dan kehancuran (kiamat?). Bagaimana mendialogkan keduanya?

Ada anomali modernitas yang kerapkali luput dalam pandangan mata dan perbincangan kritis-ilmiah, mengapa di saat ilmu pengetahuan berbasis rasionalisme-empirisme (sains dan teknologi) mengalami perkembangan begitu pesat, di saat yang sama problem kemanusiaan kian rumit dan kompleks? 

Mengapa di saat ilmu-ilmu medis berikut teknologinya kian maju, justru penyakit fisik dan psikis kian menampakkan rupa. Maukah kita sejenak merenunginya?(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved