Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sosok Prof Aswanto Saksi Ahli Penentu Nasib Ketua DPRD Bantaeng di Sidang Korupsi Rp4,9 Miliar

Prof Aswanto, saksi ahli penentu nasib Ketua DPRD Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), Hamsyah Ahmad di sidang praperadilan kasus korupsi Rp4,9 miliar

kolase Tribun Timur
Kolase Ketua DPRD Bantaeng Hamsyah Ahmad (kanan) dan Saksi Ahli Prof Aswanto (kiri) 

TRIBUN-TIMUR.COM, BANTAENG - Sosok Prof Aswanto, saksi ahli penentu nasib Ketua DPRD Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), Hamsyah Ahmad di sidang praperadilan kasus korupsi Rp4,9 miliar.

Dalam jabatan struktural, Aswanto pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua MK sejak April 2018 hingga September 2021.

Sebelum menjadi hakim konstitusi, pria kelahiran Palopo, Sulawesi Selatan, 17 Juli 1964 ini lama berkecimpung di bidang pendidikan.

Dilansir dari laman resmi MK RI, Aswanto menuntaskan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, pada 1986.

Dia lantas melanjutkan studi S2 di Universitas Gadjah Mada dan lulus tahun 1992.

Gelar S3 Aswanto raih dari Universitas Airlangga pada 1999.

Selain itu, tahun 2022, Aswanto juga mengantongi gelar diploma Kedokteran Forensik dan Hak Asasi Manusia dari Institute of Groningen State University, Belanda.

Kiprah Aswanto di dunia pendidikan diawali dengan menjadi staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

Kariernya moncer hingga berhasil menjadi Dekan Fakultas Hukum di universitas tersebut selama 2010-2014.

Selain di Universitas Hasanuddin, Aswanto juga pernah mengajar di program S2 Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar dan Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKIP) Makassar.

Prof Aswanto
Prof Aswanto (Kompas.com)

Tahun 2014 menjadi masa awal Aswanto menjabat sebagai hakim konstitusi.
Lima tahun setelahnya, dia kembali terpilih sebagai hakim MK usulan DPR bersamaan dengan terpilihnya Wahiduddin Adams.

Aswanto dan Wahiduddin dipilih dari sebelas calon hakim yang mengikuti proses seleksi secara terbuka.

Diketahui, sidang terbaru Hamsyah Ahmad berlangsung di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Jl Andi Manappiang, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulsel, Jumat (9/8/2024).

Kuasa Hukum Hamsyah Ahmad, Adeh Dwi Putra menyebut, pihak termohon atau Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng menghadirkan tiga orang saksi di hari keempat sidang praperadilan.

Baca juga: 1 Saksi Ahli Akan Tentukan Nasib Ketua DPRD Bantaeng di Sidang Praperadilan Kasus Korupsi Rp 4,9 M

"Bukti surat yang dihadirkan (Kejari) itu ada 64, dua orang (saksi) dari Kejaksaan, pak Arman dan Pak Resa, satunya itu dari Sekretariat DPRD Kabag Umum Ibu Windi," kata Adeh kepada Tribun-Timur.com melalu sambungan telepon, Sabtu (10/8/2024).

Ia menjelaskan, pihaknya selaku pemohon telah mendatangkan saksi ahli yang merupakan mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Saksi ahli itu dihadirkan saat sidang praperadilan hari ke tiga bersamaan dengan alat bukti lainnya, Kamis (8/8/2024).

"Kami dari bukti surat itu ada lima, kemudian kita menghadirkan saksi ahli Prof Aswanto mantan Wakil Ketua MK, kalau pihak kejaksaan tidak menghadirkan ahli, dia cuma (menghadirkan) saksi," ucapnya.

Adeh membeberkan, sidang praperadilan yang turut menyeret tiga petinggi DPRD Bantaeng ini akan diputuskan pekan depan.

Dimana sidang pertama dilaksanakan, Selasa (6/8/2024).

"Selasa hari pertama itu kan pembacaan permohonan praperadilan, Rabu kemarin itu adalah jawaban termohon (Kejaksaan), hari Kamisnya itu bukti surat dan saksi bagi pemohon (Hamsyah Ahmad), hari Jumat bukti surat dan saksi bagi termohon, Senin tahap kesimpulan dan hari Rabu itu putusan praperadilan," jelasnya.

Dalam kasus ini, lanjut Adeh, pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan yang dilakukan Kejari Bantaeng.

Salah satunya, penetapan tersangka terhadap Hamsyah Ahmad tanpa didasari bukti hasil audit yang mengindikasikan kerugian negara senilai Rp 4,9 miliar.
Pihaknya mengaku, audit kerugian uang negara hanya bisa dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) .

"Kami menilai itu tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur, ada tahapan-tahapan yang dilewati oleh Kejari Bantaeng dalam menetapkan tersangka Ketua DPRD pak Hamsyah, Alasan pertama itu SPDP tak pernah disampaikan, alasan kedua pada saat penetapan tersangka pak Hamsyah tidak ada hasil perhitungan kerugian negara dari lembaga BPK yang berwenang," sebutnya.

Sementara kata dia, bukti yang menjadi dasar kejaksaan hingga menetapkan Hamsyah Ahmad sebagai tersangka salah satunya adalah surat dari Inspektorat.

"Yang ada hasil inspektorat, tapi inspektorat sendiri tidak melakukan perhitungan kerugian, tidak berkesimpulan tentang kerugian disitu laporannya, Kalau berdasarkan keterangan ahli yang kami hadirkan kemarin itu satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan menghitung kerugian negara adalah BPK, tidak ada lembaga lain yang bisa berwenang, apakah BPKP atau Inspektorat," pungkasnya.

Selain Hamsyah Ahmad, tiga pejabat DPRD lainnya ditetapkan tersangka oleh Kejari Bantaeng pada Selasa (16/7/2024).

Ketiganya adalah Wakil Ketua I DPRD Bantaeng H Irianto, Wakil Ketua II Muhammad Ridwan dan Sekwan DPRD Jurfri Kau.

Keempatnya dinyatakan bersalah dan mengakibatkan kerugian negara senilai Rp4,9 miliar.

Korupsi tersebut berasal dari anggaran belanja rumah tangga rumdis DPRD Bantaeng periode 2019-2024.

Sementara tiga rumdis milik pimpinan DPRD tersebut tak pernah dihuni atau ditinggali. (*)

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved