Opini
Transformasi Durasi Kerja
Perusahaan Jepang pun mengurangi jam kerja, juga makin berikhtiar membangun working environment sehat saat kerja.
Transformasi Durasi Kerja
Oleh: Muh Zulkifli Mochtar
TRIBUN-TIMUR.COM - Saya pernah bekerja di sebuah konsultan di Jakarta beberapa tahun silam.
Kantor di daerah Kuningan, berangkat dari rumah di Cibubur jam setengah enam pagi agar tidak telat.
Setelah istirahat maghrib, biasanya sambung kerja lagi hingga sebelum Isya.
Daerah Rasuna Said saat itu selalu macet, tiba kembali di rumah di atas jam 9 malam.
Tapi Sabtu Minggu libur, meski di akhir pekan terkadang masih saling koordinasi di grup chat kerja.
Rutinitas hampir mirip saat kembali bermukim di Tokyo, kota metropolitan terbesar dunia.
Durasi jam kerja kurang lebih sama.
Kerja mulai jam 8.30. Jadi harus selalu mengejar kereta jam 7.15 dari rumah. Jam kerja normal hingga jam 17.30 sore.
Biasanya lembur sejam, tiba di rumah jam 8 malam.
Jangan kira hari hari libur di Jepang sedikit.
Selain libur musim dingin ‘Oshogatsu’, ada juga liburan panjang Obon Yasumi (summer holiday) di bulan Agustus dan ada libur ‘Golden Week’ di bulan Mei.
Bukannya di Jepang jam kerja jauh lebih panjang? Mungkin saja setiap perusahaan berbeda.
Tapi secara umum memang pergeseran besar pola kerja Jepang dekade belakangan ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.