Telapak Sebut Tak Ada Pelanggaran HAM di Kawasan Konsesi Blok Tanamalia PT Vale, Cek Rekomendasi
Perkumpulan menyampaikan rekomendasi kepada tiga pihak yakni PT Vale, warga di 5 Desa lingkar tambang PT Vale Indonesia (PTVI) dan Pemkab.
TRIBUN-TIMUR.COM - Tidak ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di kawasan blok Tanamalia PT Vale Indonesia.
Demikian rilis Perkumpulan aktivis LSM, praktisi bisnis, akademisi, afiliasi media, serta masyarakat adat tergabung di Telapak.
Perkumpulan menyampaikan rekomendasi kepada tiga pihak yakni PT Vale, warga di 5 Desa lingkar tambang PT Vale Indonesia (PTVI) Blok Tanamalia dan Pemkab Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Rekomendasi ini terkait hasil kunjungan dan kajian baik dari sisi sosial, ekonomi dan lingkungan 5 desa masuk dalam lingkar kawasan konsesi pertambangan di Blok Tanamalia PT Vale.
Kunjungan Telapak berlangsung sejak Mei hingga pertengahan Juni 2024.
Ketua Tim Telapak, Muhammad Djufryhard, menjelaskan, rekomendasi disampaikan kepada tiga pihak tersebut sekaligus merespon informasi tentang dugaan terjadinya pelanggaran HAM dilakukan PT Vale sebagaimana dirilis FoE Jepang pada laman situs web diterbitkan 29 Agustus 2023 (https://foejapan.org/en/issue/20230908/14297/), khususnya terkait ndengan aktivitas PT Vale di Blok Tanamalia.
“PT Vale sebaiknya segera musyawarah sebagai langkah untuk terus membangun kesepahaman dengan masyarakat desa di lingkar tambang Blok Tanamalia yang dapat menjadi upaya mitigasi konflik sejak awal,”
“Mengedepankan upaya dialog terbuka dan mediasi dengan melibatkan tokoh desa atau mediator independen yang dipercaya oleh semua pihak dalam penyelesaian konflik tanpa keterlibatan aparat keamanan negara (TNI/Polri),”
“Melakukan kemitraan, pemberdayaan, pendampingan dan penguatan kapasitas ekonomi bserta penghidupan masyarakat melalui model kemitraan dalam pengelolaan kawasan perkebunan bernilai ekonomi tinggi serta memfasilitasi adanya kelembagaan ekonomi yang mandiri dan kuat di tingkat desa seperti koperasi,” bebernya via zoom, Jumat (14/6/2024).
Rekomendasi lainnya, membangun sarana prasarana penunjang bagi peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil panen kebun merica sehingga menghasilkan lada berkualitas baik.
Mendorong lahirnya rumah produksi turunan produk lada tersebut untuk menaikkan harga jual dan membuka peluang lapangan kerja baru bagi Masyarakat.
Untuk Masyarakat di 5 Desa lingkar tambang Blok Tanamalia, Muhammad Djufryhard meminta kesedian duduk bersama PT Vale membicarakan kesepahaman dan kesepakatan pengelolaan perkebunan merica.
Kedua belah pihak bisa berkolaborasi dengan sistem kemitraan yang difasilitas organisasi independen dalam tata kelola lahan perkebunan merica dan menerima program pemberdayaan serta pendampingan dari PTVI.
Sedangkan rekomendasi ketiga, ditujukan kepada Pemkab Luwu Timur, untuk bersedia dan mampu memposisikan diri sebagai mediator dalam membangun dialog terbuka antara masyarakat dengan PTVI guna proses penyelesain konflik tata kelola lahan di Blok Tanamalia.
“Rekomendasi ke Pemkab Luwu Timur dengan harapan bisa mendorong lahirnya sistem kemitraan pengelolaan kawasan sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk mitigasi konflik tata kelola sumber daya alam,” tambahnya.
Wakil Ketua Tim, Martian Sugiarto, menjelaskan tujuan kunjungan dan kajian, diantaranya, melihat ada atau tidaknya Pelanggaran HAM.
Dan hasil kajian menunjukkan fakta belum ada satupun perkebunan merica yang dikelola masyarakat diserobot oleh PT Vale.
Masyarakat masih tetap beraktifitas mengelola perkebunan merica mereka dengan aman.
Tidak ditemukan rekaman atau catatan bentuk kekerasan, pemaksaan, pengusiran bahkan peringatan untuk pengosongan kepada masyarakat oleh PT Vale
“Kami juga tidak melihat konsentrasi aparat keamanan (TNI/POLRI) di desa lingkar tambang sekitar kawasan konsesi PT Vale atau yang menjaga keamanan di lokasi Blok Tanamalia. Tidak ada pemasangan tanda batas atau pemagaran yang menandakan batas wilayah konsesi perusahaan atau larangan masyarakat memasuki kawasan perkebunan merica dalam wilayah konsesi,” tuturnya.
Martian Sugiarto melanjutkan, sampai saat ini kondisi masyarakat di Desa Loeha dan Rante Angin (area IUP Eksplorasi PT Vale) tampak tentram, tidak tampak tanda-tanda kecemasan maupun konflik antara perusahaan dan masyarakat.
“Selama beberapa tahun, Pemerintah 5 Desa di Loeha Raya telah membangun kerja sama dengan PTVI melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR). Program CSR tersebut diperuntukkan untuk membangun sarana prasarana lintas desa, fasilitas olahraga, demplot kebun merica, wisata desa dan pengembangan UMKM desa”
“Secara fakta yang kami temukan, PT Vale sebagai perusahaan yang dituding melakukan pelanggaran HAM karena dianggap menyerobot lahan kebun merica yang dikelola masyarakat melalui kegiatan eksplorasi, tidaklah benar. Karena dari aspek perijinan, perusahaan sudah memiliki hak pengelolaan pertambangan melalui kontrak karya, yang pada Mei 2024 diubah menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dapat disimpulkan bahwa perusahaan sudah melakukan tahapan aktivitas sesuai prosedur dan peraturan di bidang pertambangan,” pungkasnya. (*)
400 Anak Bakal Makan Telur Serentak di Sidrap |
![]() |
---|
Dinsos Sulsel: Rekening Nenek di Takalar Penerima Bansos Dipakai Judi Online Langsung Diblokir |
![]() |
---|
Takalar Sulsel tak Luput dari 'Serangan' Distributor Rokok Ilegal |
![]() |
---|
Layanan Perpustakaan Keliling Hadir di Lapas Makassar |
![]() |
---|
BRImo, Andalan Haji Makmur untuk Kebutuhan Hidup hingga Passolo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.