Opini
Gen Z dan Problem Pengangguran: Peran Penting Bimbingan Karier di Sekolah
Tidak salah jika hal tersebut diucapkan dan diargumentasikan guna menjelaskan pentingnya posisi pendidikan bagi bangsa dan negara.
Oleh: Edil Wijaya Nur
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Makassar
PENDIDIKAN hari ini adalah untuk mempersiapkan generasi masa depan.
Kita selalu mendengar hal tersebut tatkala mengikuti seminar, workshop, lokakarya, atau kegiatan-kegiatan bertema
pendidikan lainnya.
Tidak salah jika hal tersebut diucapkan dan diargumentasikan guna menjelaskan pentingnya posisi pendidikan bagi bangsa dan negara.
Hanya saja, kita perlu berpikir lebih kritis lagi untuk memaknai maksud dari kalimat tersebut.
Mempersiapkan generasi masa depan, artinya generasi yang di masa yang akan datang akan menjadi orang-orang yang memegang peran penting dalam menjalankan sendi-sendi bernegara kita.
Generasi Milenial dan Generasi Z Generasi milenial dan generasi Z lumrah dibedakan melalui periode kelahiran mereka, generasi
Z lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, dan generasi milenial lahir antara awal 1980-an hingga pertengahan 1990-an.
Meski demikian, perbedaan utama mereka tidak hanya terletak pada rentang tahun kelahiran, tetapi juga dalam pengalaman teknologi yang mereka alami.
Generasi Z tumbuh pada era di mana teknologi digital telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka, sementara para milenial mengalami perkembangan teknologi yang signifikan tetapi tidak secepat dan setinggi Generasi Z.
Hal ini menghasilkan dua kelompok yang memiliki pandangan unik tentang dunia digital dan cara mereka berinteraksi dengannya.
Perbedaan zaman teknologi ini juga menghasilkan cara pandang mengenai karier atau pekerjaan masa depan yang mereka impikan.
Pada generasi milenial, mereka lebih tersuguhkan oleh pencapaian dan kesuksesan sebagian besar orang-orang yang bekerja sebagai PNS, TNI, POLRI atau Pegawai BUMN di masa kecil dan remaja mereka.
Padahal mereka tidak tahu fakta sebelumnya bahwa di masa sebelum mereka, yakni para generasi X yang lahir antara 1965
sampai dengan 1976 adalah orang-orang yang diangkat menjadi PNS dengan ”banyak kemudahan”.
Hal tersebut karena di masa itu pekerjaan banyak yang tersedia namun orang yang memiliki kompetensi terbatas.
Maka impian sebagian generasi milenial adalah menjadi pegawai negeri.
Berbeda dengan generasi Z, mereka digadang-gadang akan memiliki pandangan yang lebih dinamis tentang karier dan pekerjaan masa depan.
Mereka mampu tumbuh dalam era di mana teknologi telah mengubah lanskap pekerjaan secara radikal.
Bagi generasi Z, pemikiran tentang karier tidak terbatas pada pekerjaan konvensional seperti menjadi pegawai negeri.
Mereka cenderung lebih terbuka terhadap berbagai peluang di dunia digital, seperti menjadi konten kreator, influencer, atau pengusaha daring.
Meski tidak sedikit juga generasi milenial yang melakukannya hari ini.
Generasi Z belajar untuk mengambil risiko dan mengejar passion mereka, memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka dan mampu melihat peluang di mana pun serta siap untuk menciptakan karier yang unik sesuai dengan minat dan
bakat mereka.
Semua ini mulai terlihat gejalanya dari survei yang dilakukan oleh Remitly, sebuah perusahaan keuangan yang berbasis di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa pekerjaan paling banyak diimpikan orang Indonesia saat ini adalah sebagai Youtuber.
Menimbang Dampak Bonus Demografi
Jika kita perhatikan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kita menemukan bahwa Crude Birth Rate atau Angka Kelahiran Kasar penduduk Indonesia empat dekade terakhir cenderung mengalami penurunan.
Angka kelahiran pada sekitaran tahun 1990 berada pada angka 20,90, pada tahun 2000 berada di angka 17,40, tahun 2010 mengalami sedikit kenaikan pada angka 17,90, dan pada tahun 2020 turun lagi pada angka 17,07.
Jika kita cermati pada bagian sebelumnya, bahwa mengapa dahulu orang-orang mendapat ”banyak kemudahan” menjadi
pegawai?
Ya karena pekerjaan banyak tapi orang-orang memenuhi kriteria atau memiliki keterampilan masih sangat kurang.
Nah sekarang, ketika jumlah penduduk semakin menurun, akses pendidikan dan pelatihan semakin tersedia dengan mudah, kompetensi dan keterampilan orang-orang semakin berkembang maka persaingan dalam memasuki dunia kerja semakin ketat.
Maka jangan heran jika tingkat pengangguran dari tahun ke tahun juga cenderung meningkat.
Tingkat pengangguran di Indonesia menurut BPS pada tahun 1990 adalah 1.911.800, tahun 2000 adalah 5.813.231, tahun 2010 adalah 8.319.779 dan tahun 2020 adalah 9.767.754.
Jadi saat pendidikan mudah diakses, pekerjaan cenderung menjadi sulit didapatkan.
Para milenial terkadang berucap ”enak yah guru-guru senior yang dulu jadi PNS dengan mudah”.
Dulu, orang baru lulus SPG atau Sekolah Pendidikan Guru yang pernah ada di sekitaran tahun 1960-an, mereka langsung mendapatkan SK pengangkatan dan penempatan sebagai PNS.
Sekarang, mereka harus bersaing melalui serangkaian syarat kualifikasi dan kompetensi tertentu yang ditetapkan pemerintah dan mengikuti tes yang tidak mudah serta bersaing sesuai dengan formasi yang tersedia.
Dari sini efek dari bonus demografi mulai terasa kurang baik jika pendidikan kita tidak segera beradaptasi untuk mempersiapkan anak-anak kita menjadi manusia produktif di tahun 2045.
Maka tidak salah jika Robert Kuczynski dari The Brookings Institution menulis artikel berjudul “Population Growth and Economic Pressure” yang mengingatkan kita akan dampak pertumbuhan populasi dan pengangguran yang akan menyebabkan masalah besar pagi pemerintah dan masyarakat secara umum.
Posisi dan Adaptasi Bimbingan Karier di Sekolah
Pendidikan memegang peran penting dalam mempersiapkan generasi masa depan, terutama dalam menghadapi dinamika sosial, ekonomi, dan teknologi yang terus berkembang.
Kurikulum merdeka sebagai sebuah inisiatif pendidikan yang menekankan pada fleksibilitas, kreativitas, dan keterampilan praktis, diharapkan dapat menghadirkan pendekatan yang lebih adaptif dan responsif terhadap tuntutan zaman.
Posisi pendidikan kita di tahun 2024 ini akan menjadi model utuh bagaimana kurikulum Indonesia ke depan dalam menyiapkan generasi-generasi yang produktif di masa depan.
Kurikulum hari ini akan menjembatani generasi alpha (generasi yang lahir setelah generasi z) untuk nantinya berdiri tegak sebagai anak-anak muda Indonesia di tahun 2035 hingga tahun 2045.
Sehingga jika konten bimbingan karier di sekolah masih menggunakan konten layanan karier guru BK yang diberikan untuk anak generasi z atau bahkan generasi milenial maka kita akan menghadapi dampak demografi yang tidak sesuai dengan harapan kita bersama.
Generasi Z dan generasi alpha, sebagai generasi yang menjalani pendidikan di era ini, perlu diberikan pemahaman yang mendalam mengenai pentingnya memiliki pandangan yang dinamis tentang karier dan pekerjaan masa depan.
Mereka tidak hanya perlu mempersiapkan diri untuk memasuki pasar kerja yang kompetitif, tetapi juga untuk menjadi inovator dan penggerak perubahan dalam masyarakat.
Kurikulum Merdeka memberikan ruang bagi pengembangan keterampilan kritis, kreatif, dan kolaboratif yang diperlukan dalam menghadapi tantangan yang kompleks di era digital ini.(*)
Pesantren sebagai Katalis Peradaban, Catatan dari MQK Internasional I |
![]() |
---|
Paradigma SW: Perspektif Sosiologi Pengetahuan Menyambut Munas IV Hidayatullah |
![]() |
---|
Dari Merdeka ke Peradaban Dunia: Santri Sebagai Benteng Moral Bangsa |
![]() |
---|
Makassar dan Kewajiban untuk Memanusiakan Kota |
![]() |
---|
Ketika Pusat Menguat, Daerah Melemah: Wajah Baru Efisiensi Fiskal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.