Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Banjir Luwu Utara

Derita Warga Luwu Utara Sulsel, Ratusan Hektar Lahan Perkebunan Gagal Panen karena Banjir

Salah satu pemuda setempat, Herwin mengaku, tak hanya areal perkebunan warga, banjir juga ikut merendam sekolah dan masjid di desanya.

|
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Saldy Irawan
DOK PRIBADI
Potret rumah warga di Kabupaten Luwu, Utara, Sulawesi Selatan terendam banjir hingga pinggang orang dewasa.  

TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Ratusan hektar lahan perkebunan milik warga Desa Tolada, Kecamatan Malangke, Kabupaten Luwu Utara tak bisa digarap karena terendam air banjir.

Salah satu pemuda setempat, Herwin mengaku, tak hanya areal perkebunan warga, banjir juga ikut merendam sekolah dan masjid di desanya.

“Lahan perkebunan dengan ketinggian antara 50 hingga 70 sentimeter. Sekitar 2.000 hektar lahan milik warga tidak dapat digarap selama kurun 4 tahun terakhir, termasuk sawah, kebun sawit, jeruk nipis, jagung dan empang air tawar,” jelasnya, Kamis (30/5/2024).

Banjir kronis di Luwu Utara disebabkan oleh luapan sungai-sungai besar di daerah itu.

Pada sejumlah titik, tanggul pengaman di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) akhirnya jebol akibat debit air yang sangat tinggi.

“Jika hujan deras di bagian hulu, bisa dipastikan air sungai malah sudah melewati ketinggian tanggul lalu merendam seluruh desa di sekitarnya,” tambah Herwin.

Hal serupa juga dirasakan Haddas Kudes, warga Desa Lawawe, Kecamatah Baebunta Selatan saat dikonfirmasi Tribuntimur.com.

Kata Haddas, bencana ekologis yang kerap terjadi dan berlangsung lama ini hanya pasrah dengan keadaan.

“Kalau kami di Desa Lawewe tidak tahu harus bilang apa lagi karena selama kurang lebih 3 bulan air tidak lagi meninggalkan pemukiman warga,” bebernya.

Hal tak jauh berbeda dijelaskan oleh Sekretaris Desa Lembang-Lembang, Kecamatan Baebunta Selatan, Kabupaten Luwu Utara.

Dikatakan Masriadi, banjir yang terjadi disebabkan oleh jebolnya tanggul Sungai Rongkong sejak 26 Maret 2024 lalu.

“Banjirnya sudah lama, sejak 26 Maret. Sebagian besar masyarakat kami mengungsi ke luar desa, namun masih ada juga yang harus tinggal menunggui rumah meski tergenang air,” ujarnya.

Terpisah, Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Abdul Talib Mustafa amgkat suara.

Menurut Talib, banjir di Luwu Utara perlu penanganan yang sifatnya menyeluruh dan jangka panjang.

“Ini masalahnya tidak sederhana. Fakta seperti ini menjadi masalah yang kompleks bagi semua penduduk yang bermukim di semua daerah aliran sungai (DAS) Lutra, plus sarana produksi mereka seperti sawah, kebun, peternakan, dan sebagainya,” tandasnya.

Karena itu maka diperlukan penanganan yang menyeluruh dan jangka panjang untuk masalah ini.

“Paling tidak kepada mereka yang bakal jadi Bupati dan Wakil Bupati di Lutra ke depan harus sabar, konsern dan berjejaring penyelesaian masalah ini,” jelas dia.

Kata Talib, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani bencana banjir di Luwu Utara antara lain dengan melakukan studi dan pemetaan wilayah-wilayah yang rentan mengalami banjir.

“Yang kedua adalah pembuatan desain penanganan DAS yang terintegrasi dengan wilayah pengembangan pemukiman dan ekonomi baru di Luwu Utara,” tegasnya.

Talib menganjurkan agar jika sudah jadi, maka desain penanganan DAS Lutra harus sering diajukan ke jajaran Kementerian terkait.

“Lobby ke DPR RI khususnya kepada komisi terkait juga penting dilakukan untuk menjual gagasan ini,” tambahnya.

Selain itu, akademisi Universitas Indonesia Timur itu juga menganjurkan agar pemerintah setempat sudah harus mempersiapkan pemukiman sementara bagi penduduk terdampak.

“Persiapkan (juga) pemukiman sementara di wilayah-wilayah yang akan dikembangkan bagi penduduk terdampak,” tutupnya.

 

 

Laporan Jurnalis Tribun Timur Muh Sauki Maulana

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved