Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa: UKT Unhas Tidak Naik Sejak Awal

Prof Jamaluddin Jompa merespon kebijakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim terkait UKT.

|
Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Sukmawati Ibrahim
Unhas TV
Rektor Universitas Hasanuddin Prof Jamaluddin Jompa 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Jamaluddin Jompa merespon kebijakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.

Nadiem secara terbuka menyampaikan membatalkan usulan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sejumlah kampus.

Prof Jamaluddin Jompa mengaku, Unhas sebelumnya telah menetapkan tidak adanya kenaikan UKT di tahun ini.

"Unhas tidak ada kenaikan UKT sejak awal. Artinya inikan kebijakan nasional, ada perguruan tinggi merasa terlalu rendah UKT tetapi ada juga sesungguhnya peraturan Menteri nomor 2 tahun 2024 ada juga lebih tinggi," jelas Prof Jamaluddin Jompa kepada Tribun-Timur.com, Senin (27/5/2024).

Prof JJ sapaannya menjelaskan  UKT di tahun 2024 hanya ada penambahan kelompok UKT.

Dari sebelumnya hanya sampai kelompik VIII, kini sampai kelompok IX.

Namun secara nominal masih tetap sama.

"UKT 1 sampai 8 tetap. UKT IX memang terakhir standar untuk non subsidi untuk orang penghasilannya di atas Rp100 juta," katanya.

Baca juga: Nadiem Makarim Batalkan Kenaikan UKT, Apa Kata Mahasiswa Makassar?

Prof JJ memastikan penerapan UKT IX ini ketat, hanya diperuntukkan bagi mahasiswa dengan kemampuan pendapatan tinggi.

Namun di tengah gejolak pembahasan UKT, Prof JJ memilih menahan penerapan UKT IX.

"Sudah saya minta untuk sementara tidak lakukan UKT terakhir supaya masyarakat bisa memahami dulu," jelasnya

Prof JJ menyebut penerapan UKT tinggi bagi mahasiswa memang memiliki kemampuan finasial sudah sewajarnya dilakukan.

Sebab, akan ada subsidi silang yang akhirnya diberikan untuk meringankan beban mahasiswa kurang mampu.

"Misalkan, ada orang kaya penghasilan Rp200 juta perbulan, harusnya bayar tinggi  supaya subsidi yang lain," jelasnya.

Menurutnya, biaya kuliah sudah dihitung oleh Kementrian bersama Kampus Unhas.

"Banyak UKT Unhas masih jauh di bawah standar biaya tunggal. Katakanlah harusnya Rp15 juta per semester tapi kenyataannya cuma bayar Rp3 juta sampai Rp 5 Juta. Lalu siapa subsidi?," jelas Prof JJ.

"Jumlah subsidi pemerintah kan terbatas, sehingga masyarakat (berkemampuan finansial) berkontribusi. Saya juga tetap berharap bisa 0 rupiah, tapi perguruan tinggi tetap harus maju ya," katanya.

Prof JJ menegaskan, banyak beasiswa di Unhas yang bisa dimanfaatkan mahasiswa.

Sehingga dirinya tak ingin ada mahasiswa putus pendidikan hanya karena persoalan ekonomi.  

Mendikbudristek Batalkan Kenaikan UKT

Sebelumnya diberitakan, Nadiem Makarim membatalkan kenaikan UKT ini.

Hal itu disampaikan Nadiem Makarim usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/5/2024).

Kenaikan UKT untuk mahasiswa baru PTN tahun ini mengundang protes meluas.

Bahkan Mendikbud Nadiem Makarim juga sudah dipanggil DPR RI untuk memberikan penjelasan.

Setelah pertemuan antara Komisi X DPR RI dengan Nadiem Makarim, giliran Jokowi memanggil langsung Nadiem.

Setelah menghadap Jokowi, Nadiem Makarim pun menegaskan pembatalan kenaikan UKT.

"Kami Kemendikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT di tahun ini dan kami akan merevaluasi semua permintaan keningkatan UKT dari PTN," ucap Nadiem Makarim.

Nadiem mengatakan, tidak akan ada kenaikan UKT buat semua mahasiswa pada tahun ini.

Kemendikbud akan mengevaluasi permintaan UKT yang diajukan perguruan tinggi.

"Jadi untuk tahun ini tidak ada mahasiswa yang akan terdampak dengan kenaikan UKT tersebut dan kami akan mengevaluasi satu per satu permintaan atau permohonan perguruan tinggi untuk peningkatan UKT tapi itu pun untuk tahun berikutnya," katanya.

Apa Kata Mahasiswa Makassar?

Sejumlah mahasiswa di Makassar, Sulawesi Selatan bersuara merespon pernyataan tersebut.

Diantaranya mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas), Muh Dzikir Zainul.

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unhas ini mengaku tugas mahasiswa kini mengawal pernyataan tersebut.

Agar bisa dijalankan setiap kampus sesuai arahan Mendikbudristek.

"Tentu kalau ada jaminan dari Menteri harus ditindaklanjuti Kampus. Melihat pernyataan tersebut pastinya ada rasa tenang lah," kata mahasiswa angkatan 2023, Senin (27/5/2024)

"Tapi tetap mahasiswa harus mengawal arah kebijakan kampus terkait UKT. Sehingga bisa mengakomodir setiap mahasiswa mampu mengakses Pendidikan terjangkau," tandasnya.

Serupa disampaikan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar, Nurjannah.

Mahasiswi angkatan 2021 ini menyambut baik keputusan Nadiem Makarim

Sebelumnya Nur mengaku prihatin juga mendengar huru-hara kenaikan UKT.

Sebab dirasa akan memberatkan sejumlah mahasiswa baru dikampusnya.

"Alhamdulillah yah kalau ada kepastian seperti ini. Jadi untuk adik-adik yang baru masuk bisa disesuaikan kemampuannya dengan UKT yang ada," katanya.

Pernyataan Mendikbudristek ini dinilai menjadi angin segar mahasiswa untuk bisa tenang sejenak.

Meskipun menurutnya tetap dibutuhkan pengawalan terhadap arah kebijakan tersebut.

Baca juga: Respon Rektor UNM Prof Karta Jayadi UKT Mahasiswa Batal Naik

Polemik UKT

Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, mengatakan isu mahalnya UKT mengungkap minimnya prioritas pemerintah dalam mengembangkan akses pendidikan tinggi.

Ia mengecam pandangan pemerintah yang masih menganggap pendidikan tinggi sebagai sesuatu yang bersifat tersier atau tidak wajib.

Padahal untuk mencapai Indonesia Emas 2024 sebagaimana yang digadang-gadang pemerintah, diperlukan pembentukan generasi yang lebih cerdas.

Eliza juga menyesalkan minimnya alokasi anggaran untuk perguruan tinggi yang hanya 0,6 persen dari APBN.

Angka tersebut masih jauh dari standar ideal yang ditetapkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebesar 2 persen dari APBN.

Padahal di atas kertas, alokasi pendidikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah 20 persen dari total APBN yang bersifat sebagai belanja wajib atau mandatory spending.

“Nol koma enam persen dari APBN yang untuk perguruan tinggi, itu kan kecil banget, sekitar Rp8,6 trilliunan, dan harus dibagi ke perguruan tinggi negeri dan juga swasta. Itu kan kecil banget jadinya, “ujar Eliza dilansir dari VOA.

Menurut Eliza, setelah universitas di Indonesia diubah menjadi badan hukum, disebut Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), kampus harus mencari pendanaan sendiri.

Akibatnya, kampus menanggung biaya operasional dan kebutuhan lainnya sendiri, yang berdampak pada kenaikan biaya UKT yang relatif lebih mahal bagi masyarakat.

Meskipun UKT dirancang untuk memperhatikan keadilan dengan adanya 9-10 golongan atau kelompok.

Tetapi pemerintah membatasi jumlah mahasiswa yang termasuk dalam golongan UKT 1 dan 2 hanya sebesar 20 persen dari total, sementara sisanya tergantung pada kebijakan kampus.

Besaran golongan UKT 1 dan 2 sendiri ditetapkan sebesar Rp500 ribu dan Rp1 juta.

Pada tahap ini, kata Eliza, pemerintah sudah tidak bisa mengintervensi.

“Ada kampus yang mereka sudah eksis, sudah memiliki rating yang baik, ini mereka biaya maintenance untuk menjaga eksistensi dan juga kredibilitasnya relatif lebih mahal, misalnya untuk biaya publishing di jurnal atau index internasional. Nah itu kan mahal juga dan ini membuat setiap kampus di Indonesia berbeda-beda, dari biaya operasionalnya dan juga besaran UKTnya,” ungkapnya.

Untuk mencegah UKT menjadi mahal, Eliza menyerukan kepada pemerintah untuk mengalokasikan minimal 2 persen dari APBN untuk perguruan tinggi, sesuai dengan rekomendasi UNESCO.

Dia juga menyarankan untuk merancang program wakaf dalam sektor pendidikan, yang biasanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur fisik.

Dia menekankan pentingnya meningkatkan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia saat ini.

“Sebetulnya skema wakaf seperti endowment fund atau dana abadi seperti yag dilakukan LPDP. Nah sekarang LPDP memiliki endowment fund-nya relatif besar .Nah ini seharusnya juga diterapkan diberbagai macam kampus sehingga bisa mengurangi beban yang diberikan kepada masyarakat karena kampusnya mendapatkan pembiayaan dari berbagai macam sumber tidak hanya dari APBN dan tidak juga hanya dari masyarakat tetapi ada dari skema lain misalnya dari wakaf,” jelas Eliza.

Selain itu, dia juga mengusulkan adanya program pinjaman dengan bunga rendah bagi orangtua mahasiswa.

Skema ini mirip dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR), tetapi difokuskan pada sektor pendidikan.(*)

Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, Faqih Imtiyaaz

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved