OPINI
Lansia dan Keluarga: Refleksi dari 'How to Make Millions Before Grandma Dies'
Hari Lansia Nasional yang diperingati setiap tanggal 29 Mei memberikan kesempatan bagi kita untuk merenungkan peran dan kontribusi lansia
Oleh: Mia Elbugis
Pemerhati Anak/Dosen Prodi PGMI UIAD Sinjai
Data secara statistik menunjukkan bahwa setiap tahunnya terdapat peningkatan lansia. Peningkatan populasi lansia, seperti yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia sebesar 11,75 persen ditahun 2023. Peningkatan jumlah lansia setiap tahunnya menjadi sebuah fenomena demografis yang tak dapat diabaikan.
Fenomena ini bukanlah sekadar statistik, tetapi mencerminkan tantangan dan peluang yang harus dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah. Peningkatan jumlah lansia harus dianggap sebagai isu yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial dan kemanusiaan. Ini menuntut adanya kesadaran dan perhatian yang lebih besar terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh lansia, serta komitmen untuk menciptakan lingkungan yang ramah lansia di semua sektor masyarakat.
Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa lansia tidak hanya hidup lebih lama, tetapi juga kualitas hidup yang baik, serta merasa dihargai dan didukung oleh keluarga dan masyarakat mereka. Hari Lansia Nasional yang diperingati setiap tanggal 29 Mei memberikan kesempatan bagi kita untuk merenungkan peran dan kontribusi lansia dalam masyarakat, serta untuk menghargai peran keluarga dalam merawat mereka.
Banyaknya berita yang memberikan informasi bagaimana lansia diterlantarakan, tidak sedikit yang ditemukan meninggal baik di pinggir jalan, di becaknya, bahkan di dalam rumahnya merupakan gambaran yang memilukan tentang realitas sosial yang harus dihadapi. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan kurangnya perhatian dan dukungan terhadap populasi lansia, tetapi juga merupakan cermin dari kelemahan sistem perawatan dan dukungan sosial bagi kelompok rentan ini.
Penting untuk mengakui bahwa lansia merupakan bagian yang berharga dari masyarakat, yang telah memberikan kontribusi besar dalam pembangunan dan perkembangan. Berangkat dari kasus di atas, sebuah tanda tanya pada diri sendiri tentang sejauh mana kita telah memenuhi kewajiban moral dan sosial kita untuk menjaga kesejahteraan dan martabat mereka?
Pertama-tama, peningkatan jumlah lansia menuntut adanya persiapan yang lebih baik dalam hal layanan kesehatan dan perawatan jangka panjang. Lansia cenderung mengalami lebih banyak masalah kesehatan kronis dan memerlukan perawatan medis yang lebih intensif, sehingga sistem kesehatan harus mampu mengakomodasi kebutuhan mereka dengan baik.
Selain itu, penting juga untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan layanan perawatan jangka panjang seperti rumah sakit, fasilitas perawatan lansia, dan layanan kesehatan di rumah. Selain itu, peningkatan jumlah lansia juga menimbulkan pertanyaan tentang keamanan ekonomi mereka. Banyak lansia menghadapi risiko kemiskinan atau ketidakstabilan keuangan karena pensiun yang kurang memadai atau kurangnya tabungan untuk masa pensiun.
Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan program sosial yang kuat untuk melindungi lansia dari kemungkinan kekurangan ekonomi, termasuk jaminan sosial yang mencukupi dan program pensiun yang berkelanjutan.
Meningkatnya jumlah lansia juga memunculkan isu-isu sosial seperti isolasi sosial dan kesepian. Banyak lansia yang menghadapi risiko merasa terisolasi dari masyarakat karena faktor-faktor seperti kematian pasangan hidup, kurangnya dukungan sosial, atau mobilitas yang terbatas. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memperkuat jaringan sosial lansia, baik melalui program-program komunitas lokal maupun dukungan dari keluarga dan teman-teman.
Dalam menyikapi peningkatan jumlah lansia, penting bagi masyarakat untuk mengadopsi pendekatan yang holistik dan inklusif. Ini melibatkan tidak hanya pemerintah, tetapi juga sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan individu-individu untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang ramah lansia, yang menghormati dan mendukung kontribusi mereka dalam masyarakat, dengan mengadopsi pendekatan ini, kita dapat memastikan bahwa peningkatan jumlah lansia tidak hanya menjadi sebuah tantangan, tetapi juga peluang untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Film "How to Make Millions Before Grandma Dies" berasal dari Thailand yang mulai tayang di bioskop 15 Mei memberikan gambaran yang mendalam dan seringkali mengharukan tentang dinamika antara cucu dan nenek dalam sebuah keluarga. Billkin Putthipong Assaratanakul berperan sebagai cucu yang bernama M, sedangkan Taew Usha Semkhum didapuk menjadi sang nenek.
Kisah yang disajikan dalam film "How to Make Millions Before Grandma Dies" menghadirkan gambaran yang menyentuh tentang kompleksitas hubungan antara seorang nenek yang sisa hidupnya tidak lama lagi karena kanker stadium empat, dan cucunya yang mulai mendekatinya dengan motif untuk mendapatkan warisan. Meskipun awalnya dipenuhi dengan tendensi, kisah ini menggambarkan transformasi yang luar biasa di mana hubungan antara nenek dan cucu berubah menjadi lebih dalam dan bermakna, dalam keadaan yang penuh dengan ketidakpastian dan kesedihan, kehadiran cucu yang awalnya mungkin hanya terpaut pada keuntungan finansial, berubah menjadi sumber kehangatan dan penghiburan bagi sang nenek. Waktu luang yang mereka habiskan bersama menjadi momen-momen yang mengesankan, di mana mereka saling menguatkan dan menemukan kebahagiaan dalam kebersamaan satu sama lain.
Perjalanan ini memperlihatkan kepada kita betapa pentingnya menghargai hubungan keluarga dan memanfaatkan setiap momen bersama dengan orang yang kita cintai. Meskipun nenek mungkin tidak memiliki waktu lama lagi, namun kebersamaan mereka hingga akhir cerita mengingatkan kita akan kekuatan cinta dan dukungan yang bisa kita temukan dalam keluarga. Hubungan antara nenek dan cucu menjadi simbol dari nilai-nilai yang sebenarnya penting dalam kehidupan: kasih sayang, pengorbanan, dan kehadiran.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.