Opini
Momok Haji Isam di Pilkada Sulsel
Di Sulsel pada Pileg 2024, misalnya, caleg yang berhasil lolos ke Senayan, ditengarai mengeluarkan biaya tak kurang dari 30 M.
Oleh Yarifai Mappeaty
Sudah bukan rahasia lagi kalau biaya politik di negeri ini demikian mahal.
Ini realitas, bukan sekadar apologi orang-orang kalah.
Di Sulsel pada Pileg 2024, misalnya, caleg yang berhasil lolos ke Senayan, ditengarai mengeluarkan biaya tak kurang dari 30 M.
Artinya, harga satu suara berkisar 300 ribu hingga 500 ribu rupiah. Ngeri!
Bagaimana pula dengan pemilihan gubernur (pilgub) Sulsel?
Jika tak punya uang, minimal 300 M, penulis sarankan untuk jangan latah menjadi calon gubernur.
Sebab, anggap saja bahwa untuk menjadi pemenang, paling tidak 2 juta suara harus diraih.
Jika satu suara harganya 150 ribu rupiah, maka dibutuhkan 300 M, belum termasuk biaya kampanye dan operasional tim.
Timbul pertanyaan, adakah figur di Sulsel yang punya duit hingga sebanyak itu? Nah, Itu dia masalahnya.
Jika pun ada, maka motifnya untuk menjadi gubernur sudah patut dicurigai.
Sebab gubernur yang terpilih dengan cara itu, mau tak mau, dipastikan akan merampok APBD untuk mengembalikan dana yang telah ia keluarkan. Memangnya, adakah cara lain selain itu?
Padahal sungguh sangat disayangkan, sebab kita memiliki banyak figur yang cukup kompeten, namun tak kompatibel dengan praktek demokrasi yang demikian pragmatis.
Dari kalangan pemimpin partai, kita bisa menyebut Ni’matullah (Demokrat), Andi Iwan Darmawan Aras (Gerindra), dan Rusdi Masse (Nasdem).
Akan tetapi, pada kondisi seperti itu, bagi Ni’matullah, mungkin bermimpi menjadi gubernur pun tidak, sebab ia sangat tahu diri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.