Breaking News
Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ulasan Wakajati Sulsel Soal Sabung Ayam dan Adu Kerbau di Toraja, Singgung 'Penyelundupan Budaya'

Wakil Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sulawesi Selatan, Zet Tadung Allo, mengulas tentang tradisi Sabung Ayam dan Adu Kerbau masyarakat Toraja.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sukmawati Ibrahim
dok pribadi
Wakajati Sulawesi Selatan Zet Tadung Allo 

Aparat kepolisian termasuk persetujuan pemangku adat setempat. 

Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Harga dari kerbau petarung ini juga sangat fantastis puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Nilai taruhannya juga sangat besar sehingga dapat dijadikan juga pintu masuk oleh penyidik mengungkapkan tindak pidana lain (predicate crimes) yang terkait dari fonomena dibalik judi ini.

Bagi seorang  penyidik harus memiliki insting tajam mengungkapkan modus operandi dari suatu fakta dan feonomena kejahatan.

Kepemilikan dari kerbau tersebut dapat menyasar hingga ke  perbuatan tindak pidana korupsi (hasil kejahatan) atau tindak pidana pencucian uang.

Langkah-langkah hukum tegas seperti ini akan memberikan efek jera dan psikologis bagi pelaku judi  hanya berpikir foya-foya tanpa memikirkan dampak dari judi tersebut bagi masyarakat.

Penegakan hukum tegas Kapolda Sulsel belakangan ini patut kita acungkan jempol dan akan didukung Kejaksaan melalui proses hukum tegas dan tuntas sampai ke pengadilan sebagai sebuah kewajiban moral.

Penegakan hukum tegas dan tuntas adalah bentuk keseriusan dan tanggung jawab dalam upaya represif pemberantasan perjudian yang sangat marak di Toraja.

Pendekatan instrumen hukum diperlukan untuk membuka mata para pelaku bahwa Perjudian melalui sabung ayam dan adu kerbau selain penyimpangan budaya juga pelanggaran hukum.


Tanggung Jawab Moril

Saat penulis berkunjung ke Tanah Kelahiran (Toraja), penulis sebagai Putra Toraja menyaksikan bahwa praktik judi tak lagi mengenal situasi dan kondisi, para pejudi melihat dimana ada kesempatan, maka saatnya berjudi.

Penulis melihat saat hari keagamaan umat kristiani (natal) praktik judi malah menjadi semakin marak.

Pendirian Ketuhanan tidak lagi memiliki ruang dihati oknum-oknum tersebut.

Fenomena sangat memilukan namun inilah fakta yang terjadi.

Sebagai Putra Toraja, kita tentunya memiliki tanggung jawab moril terhadap masalah ini.

Diam dan membiarkan kejahatan terjadi saat kita memiliki kemampuan untuk melakukan upaya perbaikan adalah kejahatan.

“Manarang umpiak bannang, pande umpa’tallu beluak” artinya andai membela benang dan membagi tiga rambut.

Falsafah ini dimaknai bahwa sejatinya Orang Toraja terlahir dengan kemampuan untuk menyelesaikan masalah sesulit atau serumit apapun itu, serta dalam kondisi apapun.

Dalam memberantas judi ini dibutuhkan kesadaran kolektif dengan satu suara dan satu gerak bahwa judi ini adalah penyimpangan yang harus diberantas seluruh pihak mulai dari APH, Pemerintah Daerah, dan masyarakat sesuai dengan falsafah toraja misa’ kada dipotua, pantan kada dipomate artinya "satu pendapat membuat kita hidup, banyak ego pendapat membuat kita mati.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved