Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemilu 2024

TKD Sulsel Harap MK Hasilkan Putusan Bijak dan Cermat Soal Sengketa Pemilu

Sekretaris TKD Prabowo-Gibran Sulsel, Darmawangsyah Muin berharap, transparansi, keadilan, dan kebenaran dalam proses hukum berlangsung..

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN TIMUR/ABDUL AZIS
Sekretaris TKD Prabowo-Gibran Sulsel, Darmawangsyah Muin 

Dari aspek fungsi sejatinya "amicus curiae" sebagai pihak atau element yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara yang sedang diperiksa dan memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.

Keterlibatan pihak atau element yang berkepentingan dalam sebuah perkara tersebut hanya sebatas memberikan opini.

"Praktik penggunaan pranata "amicus curiae" secara generik biasanya digunakan pada negara-negara yang menggunakan sistem hukum "common law" dan tidak terlalu umum digunakan pada negara-negara dengan sistem hukum civil law system," katanya.

"Termasuk Indonesia, akan tetapi pada hakikatnya praktik seperti tidak dilarang jika digunakan dalam sistem hukum nasional kita," tambah Fahri Bachmid.

Dr Fahri Bachmid menguraikan bahwa secara yuridis, konsep "amicus curiae" di Indonesia adalah ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan:

"Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat," ujarnya.

Dan secara praksis hukum, sesungguhnya praktik "amicus curiae" lebih condong dipraktikan pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung,
Pelembagaan "amicus curiae".

Secara samar-samar sesungguhnya dapat dilihat serta dipraktikan dalam persidangan pengujian undang-undang di MK.

Berdasarkan ketentuan hukum acara MK, pihak ketiga yang berkepentingan bisa mendaftarkan diri dan memberikan pendapat dalam proses pengujian undang-undang "Judicial review".

Dikatakan, konsep ini sebenarnya sedikit identik dengan praktik "amicus curiae" yang dianut oleh negara-negara dengan sistem hukum common law system.

Dan secara hukum sesungguhnya berdasarkan UU Nomor 24/2003 sebagaimana telah di ubah dengan UU RI No. 7/2020 tentang MK, serta Peraturan MK nomor 4/2023 tentang tata beracara dalam penyelesaian sengketa Pilpres sama sekali tidak dikenal adanya pranata hukum "amicus curiae" ini.

Sebab pada dasarnya hakim MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara konstitusi, termasuk memutus sengketa PHPU Pilpres.

"Sandarannya adalah konstitusi serta fakta-fakta hukum yang secara terang benderang telah terungkap didalam persidangan yang digelar secara terbuka untuk umum, MK tidak memutus suatu perkara konstitusi berdasarkan opini atau pendapat yang dikemas dalam bingkai "amicus ruriae" yang tentunya pihak-pihak yang mengajukan dirinya sebagai "Friends of The Court," kata dia.

"Itu mempunyai "conflict of interest" secara subjektif terhadap perkara itu sendiri, pihak-pihak ini tentunya mempunyai "intention" agar memenangkan perkara "in case yang sifatanya kongkrit" dengan mencoba mengunakan sarana hukum tersamar "amicus curiae" atau bentuk lain dari intervensi yang sesungguhnya kepada lembaga peradilan MK," tambahnya.

Ia pun berpendapat bahwa saat ini adalah fase yang sangat krusial, dimana para hakim MK sedang melaksanakan RPH (rapat permusyawaratan hakim).

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved