Opini
Aturan untuk Ditaati
Satu contoh kecil saja, ketika saya ikut acara resmi anak di sekolah, di lembar informasi tertulis harus membawa sandal indoor ‘surippa’ sendiri.
Tiba-tiba terdengar dering keras nan membahana dari handphone, ternyata istri menelpon dan saya lupa mengeclkan volume telepon.
Serentak banyak penumpang menatap tajam ke saya.
Tidak terlihat marah, seakan ingin memberi tahu agar tidak berisik dan segera mengecilkan suara handphone.
Ada teori hukum H.C Kelman mengungkap, ada 3 jenis ketaatan; Compliance, Identification dan Internalization.
Compliance yakni taat karena takut sanksi.
Identification adalah taat karena takut hubungan baik rusak oleh pelanggarannya dan Internalization yakni taat karena merasa aturan sesuai dengan nilai pola pikirnya.
Untuk menuju ketaatan Internalization, tentu saja bukan pekerjaan mudah.
Lalu mengapa norma pun mereka taati secara sadar dan teguh?
Pertama, saya merasakan betapa homogenitas masyarakat Jepang sangat kental. Masyarakatnya berkembang lebih sebagai satu komunitas dibanding sebagai individu.
Semangat ini mulai terbina di pendidikan dasar. Ketika dewasa terjun ke perusahaan dan masyarakat, semangat ini makin terpupuk dalam disiplin sistem kerja dan lingkungan.
Jika anggota lain mentaati, tidaklah elok jika melanggar.
Jika yang lain memilih lembur untuk menyelesaikan pekerjaan, kurang enak jika pulang cepat sendirian.
Seakan kewajaran untuk bertindak seirama segaris dan tidak menciptakan perbedaan dengan anggota komunitas lain.
Jika seenaknya membuang sampah bukan jadwal harinya, sampah rumah anda ditempeli sticker menyolok ‘Sampah salah, tidak bisa diambil’.
Akan ketahuan tetangga bahwa anda adalah keluarga suka nyeleneh keluar dari aturan seenaknya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.