Batin
Sahabatku, ku beri tau dalam beberapa bacaan, dulu Imam Malik bin Anas bercerita, saat berbuka puasa.
Oleh Juanto Avol
TRIBUN-TIMUR.COM- Sahabat, izinkan saya berbagi kisah, semoga ini menjadi hikmah, pelajaran bagi diri.
Saban waktu, tiga hari lalu, saya bersiap menyambut buka, situasinya seperti hari lain.
Saya bergegas mengambil kunci motor, lalu menuju penjual kelapa muda, sembari mampir belanja penganan kue lainnya.
Tiba di rumah, menu berbuka tadi disiapkan secukupnya.
Dalam hening saya berdoa, berharap, semoga puasa hari ini mendapat keberkahan.
Saya diam sejenak, terduduk dalam sepi di sudut ruang makan.
Sayup kecil berzikir, lisan ini bertasbih, istigfar, dan pikiranku mengawang entah kemana.
Jujur, seketika saya memikirkan satu hal, seperti apa puasa sang manusia Agung?
Tanyaku dalam hati, tentang keadaan Rasulullah di zamannya?
Tetiba saja waktu berbuka telah masuk, sebab disini tak ada bedug seperti di masjid kampungku sebagai petanda isyarat telah berbuka.
Saya hanya mengandalkan jam, dan sedikit sayup-sayup suara lantunan menara masjid dari kejauhan.
Allahuakbar..Allahuakbar..
Bismillah.. Kuraih es kelapa, manis rasanya, segar tenggorokan ini, alhamdulillah.
Ketahuilah, ada dua kebahagiaan tersendiri bagi yang berpuasa, salahduanya saat tenggorokan telah basah.
Kebahagiaan yang lain, Allah akan membalasnya langsung dengan pahala berlipat.
Sesekali saya teguk es kelapa, ingatanku kembali pada pertanyan tadi, bagaimana kira-kira puasanya manusia paling Agung di muka bumi?
Semakin ku pikir tanya itu, kenapa semakin sesak dadaku, dalam dan kuat, bak tertekan benda berat tiada tahan, sampai akhirnya tak kuasa air mata ini menetes.
Saya benar-benar terisak. Ada apa ini, entah..
Dalam dada, batin ini sedih rasanya begitu pilu, sangat malu, sangat tak tau diri, mungkin betapa tidak bersyukurnya laku diri ini atas semua nikmatNya, sungguh benar-benar malu.
Akhirnya, saya menyadari bahwa setiap manusia dalam dirinya ada jiwa Muhammad.
Saya tak berani menyebutnya apakah itu nur, namun yang pasti, mungkin suatu cahaya kebenaran bahwa setiap hati manusia ada petunjuk kebenaran yang mesti diasah, dilatih, ditata, dibentuk dengan pelan dan tulus melalui puasa.
Terimakasih Tuhan, telah mencerahkan dalam ingatan, tentang bagaimana manusia Agung itu berpuasa.
Sungguh, beliau benar-benar dalam kesabaran, ketabahan, dan sangat sederhana, sempurna bak cahaya rembulan.
Sahabatku, ku beri tau dalam beberapa bacaan, dulu Imam Malik bin Anas bercerita, saat berbuka puasa.
Beliau itu menangis, hingga janggotnya basah karena air matanya. Sampai-sampai muridnya bertanya padanya, mengapa engkau menangis wahai guruku? Adakah perkataan, perbuatan, ataukah hidangan buka puasa ini kurang berkenan duhai guruku?
Beliau membalas, tidak muridku. Bahkan hidangan ini teramat nikmat buatku, kata beliau, sembari mengenang kehidupan Rasulullah.
Bahkan, diriwayat lain Sayyidina Al Imam Jafar As-shodiq, cucu baginda Rasulullah yang juga guru Imam Malik pernah menangis karena melihat bagaimana manusia paling Agung itu berlaku sabar dalam puasa.
Kawan, dimanapun kita berada, ketahuilah bahwa Rasulullah terkadang berbuka hanya dengan tiga buah kurma dan air secukupnya, namun beliau sangat menikmati dengan penuh kesyukuran.
Dan seringkali beliau hanya berbuka dengan sebutir kurma dan itu pun dibagi ke Aisyah, tapi sungguh beliau merasa sangatlah nikmat, nikmat sekali, sungguh teramat nikmat.
Tapi kitanya, malah sering terlalu sibuk penuh nafsu ingin menyantap lahap, mencicipi semua makanan penuh giuran mata. Tapi ketika sekali-dua-kali kunyah, perut pun terasa kenyang, ajaib.
Dalam beberapa kitab, diriwayatkan, beliau bahkan menyedikitkan santap sahur dan berbuka, tapi sebaliknya sangatlah banyak dalam beribadah dan bersyukur. Hebatnya, betapa agungnya, beliau pun tak lupa senantiasa mendoakan kita sebagai umatnya, padahal kita selalu lupa, abai kepada keagungan, kesabaran, kesederhanaan beliau.
Sahabat, mungkin itulah yang membuatku sesak tak kuasa menahan derai tangis, terkagum heran, bagaimana mungkin diri kita sering lupa, bahkan jarang bersyukur atas nikmat Tuhan. Sallu alaan nabi..
Maafkanlah penulis, mungkin anda tau, hari⊃2; kita berpuasa, dipenuhi beragam makanan nan nikmat. Bahkan jauh⊃2; hari kita sudah disibukkan dengan urusan perut, tapi malas dalam urusan ruhani. Sadarkah kita bahwa puasa ini sebagai media yang mendidik kita untuk berbagi dengan yang fakir, miskin dan papah?
Ataukah kita hanya disibukkan dengan keangkuhan berpamer dalam ibadah ramadhan, reuni buka bersama, styling busana muslim, traveling, koleksi rencana baju lebaran?
Pernahkah kita menahan diri tentang semua itu, merenung mengingat kesederhanan Nabiyullah melalui wajah⊃2; anak yatim, lalu sebenarnya kita mengikuti siapa dalam puasa ini?
Coba lihatlah disitu, tengoklah sesering mungkin, rangkullah dengan cinta, karena Rasulullah pernah memperingati kita dengan ucapannya, "sesungguhnya aku bersama anak⊃2; yatim."
Sekali lagi, maafkanlah penulis. Sungguh lucu, kita justeru kadang sangatlah jauh dari ibadah khusyu dan syukur itu!(*)
Sallu alaan nabiyullah...
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.