Opini
Dilema Partisipasi Politik Mahasiswa Rantau
Sebagai mahasiswa rantau yang tengah mengalami dilema ini, saya menyadari penuh tantangan yang dihadapi.
Oleh: Kurnia
Mahasiswi Pascasarjana UGM
Di tengah kontestasi politik Indonesia, suara mahasiswa sering menjadi kunci penting dalam menentukan arah dan kualitas demokrasi.
Namun, terdapat dilema besar yang dihadapi oleh mahasiswa rantau ketika menghadapi pemilihan umum: apakah mereka harus memilih abstensi (golput) atau berusaha keras untuk menggunakan hak pilih mereka?
Sebagai mahasiswa rantau yang tengah mengalami dilema ini, saya menyadari penuh tantangan yang dihadapi.
Salah satu tantangan utama adalah konflik antara kewajiban akademik dan tanggung jawab demokrasi.
Contohnya, di UGM, kegiatan akademik semester genap akan dimulai dua hari sebelum pemilu legislatif dan presiden pada 14 Februari 2024.
Hal tersebut memaksa mahasiswa untuk kembali ke kampus dan meninggalkan kampung halaman mereka, tempat mereka terdaftar sebagai pemilih.
Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2023, meskipun bertujuan untuk memberikan solusi bagi pemilih yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ternyata menyisakan prosedur yang rumit dan tidak mudah.
Proses pemindahan Tempat Pemungutan Suara (TPS) memerlukan kedatangan langsung ke Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), atau KPU Kabupaten/Kota dengan beberapa dokumen yang cukup sulit diakses oleh mahasiswa rantau.
Misalnya surat keterangan belajar dari kampus yang ditandatangani dan cap basah dan surat tersebut harus diambil secara langsung di Direktorat Kemahasiswaan kampus.
Kondisi ini menjadikan mahasiswa rantau yang belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) kurang bersemangat untuk melanjutkan mengurus berkas pemindahan.
Ditambah lagi pendaftaran DPTb yang difasilitasi kampus memiliki tenggat waktu untuk mengurus pindah memilih hanya sampai H-30 sebelum pemungutan suara.
Inilah yang membawa kita pada perlunya inovasi dan perubahan kebijakan.
Langkah perubahan yang dapat dilakukan adalah perlu adanya fasilitas digitalisasi proses pemindahan DPT/PPS, untuk memudahkan akses mahasiswa rantau dan mengurangi hambatan birokrasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.