Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Catatan di Kaki Langit

Ketiga Paslon Sama-Sama Baik

Terutama kepentingan politik dan ekonomi berkontestasi dan berkompetisi di perhelatan tersebut.

Editor: Sudirman
Kaswadi Anwar/Tribun Timur
Prof Qashim Mathar saat diwawancarai usai diskusi publik dengan tema "Budaya Bugis Makassar Terancam Mati" di Sekretariat DKM Lt. 2, Gedung C, Benteng Fort Rotterdam, Minggu (8/3/2020) siang 

Oleh: M Qasim Mathar

Cendekiawan Muslim, Pendiri Pesantren Matahari

Pemilu sebagai pergantian kekuasaan menyertai dengannya banyak kepentingan.

Terutama kepentingan politik dan ekonomi berkontestasi dan berkompetisi di perhelatan tersebut.

Ada yang punya "panggung" dan berusaha agar tetap ia punya panggung.

Ada yang dulu punya "panggung", tapi kini tiada lagi, lalu berusaha membikin "panggung".

Ada yang belum pernah punya "panggung", sekarang berusaha agar bisa mendapat "panggung".

Mereka itulah yang sedang riuh rendah bicara di panggung politik.

Ada pula gerakan pemakzulan. Pemilu tanpa Jokowi, inginnya. Mengganggu pemilu dengan people power?

Itulah pintu bagi TNI tampil ke depan menstabilkan keadaan.

Tentu kelompok politik yang paling kuat akan bersama-sama TNI menstabilkan keadaan.

Kita cukup berpengalaman dengan people power. Bahkan, yang melahirkan reformasi.

Tapi, setelah 20 tahun lebih, reformasi dicerca oleh para tokohnya sendiri.

Pengalaman kita: pemakzulan... chaos... reformasi, benarlah peribahasa kita: "kalah jadi abu, menang jadi arang".

Langkah yang baik ialah: "meneruskan apa yang sudah baik seraya mengambil apa yang baru yang lebih baik".

Kini tidak cukup sebulan lagi kita melaksanakan pemilu. Beberapa bulan terakhir ini, ruang publik sudah meriah dengan kampanye paslon.

Bahkan, sampai panas. Terutama setelah debat capres/cawapres dilaksanakan.

Agaknya, sudah lebih lama terasa, sebagai satu bangsa, ada keretakan dan keterbelahan sosial sebagai akibat perbedaan pilihan politik, khususnya pilihan paslon.

Sesungguhnya pemulihan sosial atas keterbelahannya menjadi tanggung jawab bersama bagi warga yang memiliki kesadaran bernegara-bangsa.

Karena itu, agar pemilu sebagai pesta demokrasi bisa dilakoni dengan damai, jujur dan bergembira, sudah seyogianya dihentikan semua sikap, tuturan, tulisan, dan perbuatan, yang mungkin selama ini menjadikan tensi politik semakin meninggi.

Bolehkah kini saatnya untuk tidak menjelek-rendahkan paslon, di medsos, di percakapan warung kopi, di kantor tempat kerja, di forum ilmiah, di perbincangan keluarga dan tetangga, dan seterusnya.

Bagi mereka yang beragama Islam tentu tahu, membuka dan mengumbar aib seseorang, dilarang.

"Siapa yang menutup aib seseorang, Allah akan menutup aibnya kelak di Akhirat".

"Janganlah lelaki atau perempuan mengejek lelaki atau perempuan yang lain. Sebab, bisa saja yang diejek justeru lebih baik dari yang mengejek".

Begitulah antara lain Islam menuntun kehidupan sosial umat manusia.

Bangunlah budaya politik yang memandang semua paslon yang sah menurut aturan adalah sama.

Mereka semua baik dan tentu mereka akan mengurus dan melakukan yang terbaik untuk Indonesia jika kelak mereka terpilih, siapa pun paslon itu. Maka, pilihlah salah satu dari ketiga paslon itu.

Saya ingin pemilu cukup satu putaran saja. Dengan satu putaran, pemenangnya memiliki legitimasi yang kuat dan kokoh.

Terjadi penghematan: waktu, energi manusia, dan biaya.

Keterbelahan sosial segera bisa dipulihkan. Pemerintah baru pun bisa segera bekerja.

Saya bersaran, pemilu ke depan cukup satu putaran. Peraih suara terbanyak walau di bawah 50 persen dinyatakan sebagai pemenang.

Ya, pemenang sejati, karena "mengalahkan" kandidat lainnya. Kalau dua putaran, pemenangnya bisa menang "keroyokan", tidak sejati.

Ada-ada saja keinginan saya. Ya, karena saya percaya semua paslon adalah tokoh-tokoh yang baik, yang tentu akan mengurus Indonesia jika terpilih.

Mari kita hargai dan laksanakan apa yang sudah kita proses secara demokratis.

Demokrasi yang baik ialah demokrasi yang siap duduk di pangkuan nilai-nilai tradisi dan budaya masyarakat yang menerimanya. Nilai-nilai kita adalah Pancasila.

Yang berketuhanan, berkeadaban, berkesatuan, berkekeluargaan, dan berkeadilan sosial.

Demokrasi, politik, dan pemilu kita wajiblah memuat nilai-nilai itu.

Tanpa memuatnya, maka demokrasi, politik, dan pemilu kita bukan ala Indonesia.*

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Angngapami?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved