Diskusi Forum Dosen
Ordal dan Singkatan Opal Prof Muin Gelitik Para Dosen
Diskusi Forum Dosen di penghujung tahun 2023 mengusung tema yang sebagian dari mereka menyebutnya “panas”.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bukan hanya pendapat peserta yang dinanti.
Kelakuan dan ekspresi para peserta diskusi Forum Dosen juga selalu menarik disimak.
Para pemuka Forum Dosen punya keunikan dan gaya khas masing-masing.
Unik dan khas dalam mengemukakan pendapat. Juga unik dan khas dalam menanggapi pendapat kolega.
Diskusi Forum Dosen di penghujung tahun 2023 mengusung tema yang sebagian dari mereka menyebutnya “panas”, Refleksi 2023 dan Outlook 2024, ke Mana Arah Indonesia?
Diskusi kali ini pun dikerjasamakan dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah (Orwil) Sulsel di Redaksi Tribun Timur, Makassar, Rabu (27/12/2023) sore.
“Karena diskusi kita kali ini bekerja sama dengan ICMI Sulsel, jadi saya minta moderatornya dari Tribun. Biar saya jadi narasumber juga,” ujar Koordinator Forum Dosen Dr Adi Suryadi Culla.
Diskusi dipandu Vice Editor in Chief Tribun Timur AS Kambie.
Biasanya Adi Culla memandu diskusi sekaligus menyampaikan simpulan diskusi.
“Karena Pak Adi jadi narasumber dalam diskusi ini. Jadi nanti simpulan diskusi dan pendapat pamungkas disampaikan oleh Prof A Muin Fahmal,” ujar Kambie.
Para dosen tertawa.
Prof Muin hanya melebarkan kedua tangan lalu mengusap jidat.
Dalam diskusi beberapa kali Prof Muin menimpali pendapat para dosen dengan kata “Opal...”. “Oh, Opal juga itu!” seru Prof Muin sambil menunjuk ke arah salah seorang dosen yang sedang jedah bicara sambil memikirkan kalimat yang pas untuk diucapkan.
Setelah para dosen mengemukakan pendapat, adzan magrib sudah terdengar dari beberapa masjid sekitar Gedung Tribun Timur.
Kambie berseru, “Karena waktu kita semakin mepet dan Adzan Magrib sudah menjelang, dan masih ada pamungkas kita dari Prof Muin sekaligus menyampaikan simpulan. Silakan, Prof!”
Prof Muin meraih microphone studio diiringi tepuk tangan beberapa dosen.
Setelah menyampaikan salam, Prof Muin langsung menyodok simpulan,
“Ke mana arahnya Indonesia ke depan? Agak sulit karena sekarang ini kita sementrara menseleksi siapa kira-kira menjadi drivernya. Kalau sudah ada kepastian bahwa ini drivernya, saya sudah bisa katakan begini ke depan. Kita sudah bisa raba kalau sudah tahu siapa drivernya. Dirver sangat menentukan.”
Prof Muin membeberkan bahwa hukum jauh tertinggal dari politik.Penegakan hukum merosot tajam menjadi penyebabnya. Padahal hukum hendaknya menjadi landasan arus berpolitik.
“Saya ingin katakan begini, hukum itu waktu saya kuliah dikatakan selalu tertatih-tatih di belakang politik. Tapi apakah hukum nomor 2? Ternyata dalam fakta bukan nomor dua karena disetir oleh orang yang punyai kredibel,” jelas Prof Muin.
“Nah ini yang sekarang ini merosot sehingga politik berkuasa. Hukum menjadi tidak pakai nomor barangkali. Dulu memang pakai nomor,” lanjut Prof Muin.
“Hukum sebagai panglima!” cetus Prof Arismunandar.
“Mohon maaf, saya tidak pernah memakai kata panglima, yang panglima itu politik, karena politik membentuk hukum,” ujar Prof Muin.
Tapi menurut Prof Muin, supremasi hukum itu seharusnya berarti segala sesuatu disandarkan pada hukum.
Itu juga disebut penegakan hukum.
“Dari semua yang dipersoalkan dalam pembicaraan diskusi ini, saya setuju. Kata kunci dari semua itu adalah kebijakan. Maju tidaknya ekonomi tergantung kebijakan ekonomi bangsa,” lanjutnya.
Namun keputusan itu disebutnya sah-sah saja dilakukan oleh Presiden RI “Apakah itu salah? Tidak salah karena kebijakan politiknya seperti itu. Tapi tidak tepat dalam rangka pendidikan nasional,” tutupnya.
Menatap 2024, Prof Muin mengingatkan masyarakat untuk lebih cerdas dalam menyeleksi calon pemimpin eksekutif dan legislatif.
“Jadi perlu seleksi ketat calon driver bangsa ini di 2024,” tegas Prof Muin.
Tibalah simpulan diskusi.
“Sekarang data menunjukkan, dalam perspektif negara hukum, Indonesia sama sekali tidak mengalami kemajuan. Demokrasinya pun demokrasi cacat. Apa artinya? Lakonnya seperti demokrasi tapi bukan dari rakyat. Tapi dari atasan ke rakyat untuk melakukan apa kehendak atasan. Itulah demokrasi cacat. Seolah-olah dari sana ke sini tapi barang jadi,” kata Prof Muin.
“Oleh karena itu, karena kita masih dalam proses seleksi driver. Jadi mari kita seleksi berdasarkan perhitungan nalar kita dan keyakinan nurani kita bahwa ini yang bisa memperbaiki bangsa Indonesia ke depan,” tegas Prof Muin.
Sebelum ditutup, Ketua ICMI Sulsel Prof Dr Arismunandar didampingi Koordinator Forum Dosen Dr Adi Suryadi Culla menyerahkan buku yang baru saja diterbitkan oleh ICMI.
Buku berjudul Demokrasi dan Masa Depan Kedaulatan Indonesia ini diserahkan ke Tribun Timur dan diterima oleh Pemimpin Umum Andi Suruji.(*)
Yeni Rahman Nilai Pemkot Terlalu Jauh Bahas Metaverse, Pembentukan Karakter Anak Harusnya Prioritas |
![]() |
---|
Prof Tasrif: Metaverse Lebih dari Sekadar Maksimalisasi Penggunaan Internet |
![]() |
---|
Prof Basri Wello: Metaverse dalam Dunia Pendidikan Jadi Kekhawatiran |
![]() |
---|
Zainuddin Djaka: Makassar Metaverse Perlu Legalitas |
![]() |
---|
Puluhan Akademisi Siap Bedah Visi Muhaimin Iskandar Tentang KTI dalam Diskusi Pakar di Tribun Timur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.